Rabu , 01 Jun 2016, 15:19 WIB

Teknologi Bisa Dorong Produksi Pertanian

Rep: Sonia Fitri/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang staf peneliti membuat lontong dalam daun (buras) saat pembuatan buras untuk darurat pangan di Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB, Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/3).   (Antara/Jafkhairi)
Seorang staf peneliti membuat lontong dalam daun (buras) saat pembuatan buras untuk darurat pangan di Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB, Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/3). (Antara/Jafkhairi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil riset dan teknolgi pertanian berserakan di sejumlah lembaga pemerintah baik negeri maupun swasta. Namun, penerapannya di kalangan petani secara rill masih rendah dan hanya diterapkan dalam skala kecil. Alhasil, urusan pangan berikut ketersediaannya dari segi kualitas dan kuantitas masih menjadi permasalahan dari tahun ke tahun.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementan M Syakir menyebut, keberadaan teknologi seharusnya mendorong peningkatan produksi berkualitas melalui varietas unggul. Percepatan produksi untuk komoditas pangan prioritas seperti padi jagung dan kedelai pun harus diiringi penerapan hasil riset.  

"Termasuk, pemerintah dalam skala besar akan bersama-sama melakukan pengembangan dan penerapan inovasi teknologi di daerah perbatasan yang merupakan serambi terdepan Indonesia," kata dia dalam konferensi pers bertajuk 'Membumikan Riset Strategis untuk Kesejahteraan Petani', Selasa (1/6).

Balitbangtan bekerja sama dengan lembaga lainnya telah melakukan mapping ekosistem, aksesibilitas lahan di sejumlah kawasan berikut kondisi masyarakatnya. Sebab, penerapan teknologi hasil riset nantinya menyesuaikan dengan kondisi masing-masing lahan. "Kebanyakan lahan di kawasan pinggiran itu suboptimal, jadi akan kita terapkan teknologi khusus untuk lahan jenis tersebut dikaitkan dengan kondisi lingkungan dan sosial asli kawasan," tuturnya.

Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) Muhammad Dimyati mengatakan saat ini ada faktor x sehingga produk riset pertanian belum bisa menembus pasar dan bermanfaat untuk petani dan masyarakat.

Ia menduga, faktor x tersebut merupakan kekuatan tertentu yang membuat produk para peneliti kalah bersaing. Faktor tersebut hingga kini masih diteliti dan dicari solusinya. Para peneliti di bidang sosial humaniora pun tengah didorong untuk melakukan inovasi dan model agar hilirisasi produk-produk riset sipercepat agar bermanfaat di kalangan petani. Integrasi antarpeneliti dan pemerkntah pun terus diperkuat dari tahun ke tahun.

Integrasi di antaranya melibatkan dua kementerian yakni Kemenristek Dikti dan Kementerian Pertanian (Kementan). Sementara dari kalangan peneliti, integrasi melibatkan Badan Teknologi Nuklir Indonesia (Batan), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Pusat Penelitian Bioteknologi).


Video

Setjen DPR RI Komit Berdayakan Perempuan