Sabtu 02 Feb 2013 07:35 WIB

Kapan Kita Santun dan Bermoral dalam Politik?

Elit politik (ilustrasi)
Foto: Inilah.com
Elit politik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,Kejadian yang menimpa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah mengaduk-aduk pandangan dan pemikiran banyak kalangan. Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq ditahan KPK karena dugaan kasus suap penentuan kuota impor daging sapi. Pengakuan Ahmad Fathonah yang dikaitkan dengan Luthfi menjadi pintu masuk. Ahmad Fathonah tertangkap tangan menerima suap dengan barang bukti berupa uang Rp 1 miliar. Bersama dia juga sempat diamankan seorang mahasiswi yang kemudian dilepaskan lagi oleh KPK. Dari sinilah kemudian proses hukum berkembang.

Kejadian ini bukanlah hanya persoalan hukum dan politik. Persoalan yang lebih substansial dari fenomena tersebut adalah persoalan moral dalam berpolitik. Selama ini, PKS menjadi partai yang mengusung persoalan moral ini di garda terdepan. Slogan 'bersih dan peduli' adalah representasi moral yang ingin dikedepankan partai tersebut. Lewat slogan tersebut, PKS ingin membnagun partai yang kadernya bisa menjadi penjaga moral bangsa ini dalam segala hal. Tentu, ini misi yang sangat mulia, meski berat sekali untuk mencapainya.

Selama ini pengalaman membuktikan bahwa misi moral yang dijalankan PKS masih menemui banyak sekali tantangan. Sebagian kadernya terjerat kasus hukum dan pelanggaran etika. Sebut saja Misbakhun dan Arifinto. Keduanya menjadi celah dan pintu masuk bagi pihak yang berseberangan dengan PKS untuk melancarkan serangan. Dengan misi ini, kemudian PKS menempatkan dirinya pada posisi yang mudah menjadi sasaran tembak. Gerak-geriknya menjadi sangat eye-catching. Kader PKS yang tersandung persoalan hukum menjadi dipersepsi telah melakukan kesalahan besar. Sebaliknya, kader partai lain yang terjerat hukum dianggap oleh sebagian pihak sebagai kewajaran.

Kasus suap ini adalah pelajaran penting bagi siapa pun akan pentingnya menjaga moral dalam berpolitik. PKS harus belajar dari kasus ini. Betapa persoalan moral menjadi hal substansial yang harus sepenuhnya ditegakkan. Celah kecil dalam persoalan moral atau akhlak bisa menjadi masalah besar. Arifinto yang terekam kamera maupun Ahmad Fathonah yang tertangkap tangan adalah celah moral yang menganga di PKS. Celah seperti ini tidak boleh lagi sampai terbuka jika misi untuk mewujudkan partai yang bersih dan peduli benar-benar ingin diwujudkan.

Jika celah seperti ini tidak bisa diantisipasi dengan baik, persepsi publik terhadap PKS bisa bergerak ke arah negatif. Dampaknya bisa sangat fatal, yakni kehilangan dukungan dan posisi politiknya jadi semakin lemah. Bukan hanya PKS yang punya celah seperti ini. Partai yang lain juga memiliki cacat moral, baik itu yang terungkap ke publik maupun masih tersembunyi. Kejadian yang menimpa PKS ini memberi pelajaran yang sangat berharga.

Memang di balik penahanan Luthfi muncul pandangan soal adanya motif politik di balik proses hukum ini. Kita sangat tidak menghendaki hal seperti ini. Hukum diperalat oleh kepentingan politik yang hanya menguntungkan golongan tertentu. Siapa pun dia dan kelompok apa pun namanya, mereka yang memanfaatkan hukum untuk memenuhi kepentingan politik adalah sungguh tidak punya moral. Perilaku seperti ini tidak hanya melukai lawan politik, tapi juga menodai hukum dan memberi contoh yang sangat buruk kepada publik.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement