REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Djibril Muhammad/ Editor ROL
Chief Executive Officer (CEO) dan Birokrasi adalah dua kutub yang berbeda. Walaupun asosiasi dari CEO adalah tunggal, yakni individu yang menempati puncak perusahaan, sementara birokrasi adalah jamak, karena merangkum sistem yang didalamnya digerakkan individu-individu yang bernama aparatur negara.
Tetapi, yang ingin coba dilihat di sini adalah cara kerja keduanya. Kutub pertama begitu mengandalkan profesionalisme dalam setiap kerja-kerjanya. Sedangkan kutub kedua, jika merujuk pada fakta di lapangan, kerap mengedepankan kerja yang bertele-tele, panjang alias tidak efektif dan efisien. Sehingga lahir pomeo birokrasi, "jika bisa diperlambat mengapa harus dipercepat."
Itu secara fungsional. Jika melihat posisi, keduanya 'vis a vis.' Tak jarang kedua kutub saling memanfaatkan, baik positif dan negatif. Itulah kemudian lahir dua kutub yang berbeda itu tadi. Namun, apa jadi jika dua kutub itu disatukan alias dipadukan. Mungkin secara konsepsional tidak memiliki masalah, karena tinggal mengombinasikan keunggulan-keunggulan dari dua kutub tersebut. Yang menjadi masalah kemudian, serangkaian konsep tersebut, juga menyeret berbagai perilaku di dalamnya, semisal para perilaku birokrasi. Boleh dibilang perilaku seorang CEO dengan birokrat sangat jauh berbeda.
Memang, jika melihat secara sistem birokrasi lebih mapan dan stabil, mungkin karena hampir semua lini dan aspek ter-'cover.' Namun, tidak jarang kemudian di situlah sumber dari masalah birokrasi itu sendiri. Sementara para CEO kerap berpikir taktis, efisien dan efektif.
Justru, semangat para CEO itulah yang coba diserap dan diejawantahkan di lingkungan birokrasi. Nah, instrumen yang coba digunakan adalah dengan melakukan lelang jabatan. Adalah Gubernur Joko Widodo alias Jokowi dan Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang mencoba menjalankan instrumen tersebut. Boleh dibilang memang, birokrasi DKI Jakarta, adalah yang terbesar di antara pemerintah daerah lainnya di Indonesia.
Jika mengingat pada slogan kampanyenya 'Jakarta Baru', Jokowi dan Basuki memilih pejabat dari tingkat lurah, camat, hingga selevel kepala dinas melalui lelang jabatan terbuka. "Mereka yang ikut lelang harus menyiapkan proposal kerja. Kalau di perusahaan namanya 'business plan', ya mungkin di sini kita sebut 'performance plan'," katanya ketika itu menyampaikan gagasannya.
Walaupun posisinya hanya sebatas lurah, para peserta lelang jabatan harus mengikuti serangkaian proses layaknya CEO yang diuji komisarinya. Jokowi mengatakan, lelang dilakukan terbuka, walaupun pesertanya saat ini masih terbatas dari PNS DKI dengan kepangkatan dan golongan sesuai yang ditentukan untuk jabatan itu.
Sedangkan Ahok menegaskan, proses seleksi lelang jabatan tersebut akan melibatkan masyarakat. "Semua dilakukan terbuka pada publik. Misalnya, diumumkan seorang calon lurah, lalu ada sekelompok masyarakat menolak via SMS, ya tak akan dipilih," katanya.
Jika nantinya terpilih, bekas anggota Komisi II DPR RI ini mengatakan, para pejabat tersebut tetap akan dikontrol secara bersama. "Kalau di swasta ada 'customer satisfaction index', maka di pemerintahan kita buat 'government service index.' Ada penilaian terhadap performa mereka,' ujar bekas wali kota Solo ini.
Sejak dibuka 8 April hingga Jumat pekan lalu para pendaftar sudah mencapai angka 821. Rinciannya sebanyak 590 yang mengincar posisi lurah, sedangkan 231 untuk posisi camat. Pendaftaran yang dilakukan secara 'online' itu, ditutup pada 22 April mendatang. Para pegawai negeri sipil yang berminat mendaftar harus memasukkan nomor induk pegawai (NIP) dan nomor register kepegawaian (NRK).
Serangkaian proses harus diikuti para pendaftar seperti, ujian online pada 24-25 April. Ujian tersebut mencakup tes materi pembangunan, pelayanan publik, dan pemerintahan. Bentuk soal berbeda meski bobot kesulitannya tetap sama.
Selanjutnya, proses seleksi akan dilanjutkan dengan tes kompetensi oleh assessment center, wawancara, tes psikologi, tulisan, serta tes visi dan misi. Pendaftar yang tidak hadir dianggap gugur.
Pada tahap awal, lelang jabatan ini dilakukan untuk level kepala kelurahan dan kecamatan. Selanjutnya diwacanakan menyasar level wali kota dan bupati. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural menyebutkan untuk jabatan lurah, PNS harus masuk dalam golongan terendah III-B, tertinggi III-D, dan memiliki eselon IV-A. Sedangkan untuk menjadi camat, PNS harus masuk golongan terendah III-D dan tertinggi IV-B dengan minimum pendidikan sarjana S-1.
Semua lurah dan camat yang masih aktif menjabat diperbolehkan mengikuti proses lelang jabatan, termasuk PNS fungsional dan struktural Pemprov DKI yang jumlahnya mencapai 44.970 orang.
Anggaran yang diperlukan dalam proses lelang jabatan ini diperkirakan Rp 1 juta-Rp 1,3 juta per kandidat. Dana itu berasal dari pos sekretaris daerah APBD DKI 2013. Lelang jabatan ditargetkan selesai sekitar Juni 2013.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengingatkan proses seleksi jabatan tidak boleh melanggar aturan berlaku. Menurut Gamawan, tidak bisa seseorang dengan kepangkatan lebih rendah memimpin bawahan yang golongannya lebih tinggi.
Hal itu harus diperhatikan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo agar proses lelang jabatan tidak melanggar jabatan. "Aturan itu harus jadi acuan dalam seleksi jabatan. Tapi, spiritnya bagus, hanya jangan sampai melanggar," kata Gamawan di Jakarta, Selasa (5/2).
Gamawan menyatakan, prinsip keterbukaan yang dicanangkan Jokowi--sapaan akrab Joko Widodo--memang layak didukung. Namun, semua terobosan itu tidak boleh melangkahi aturan yang berlaku.
Apakah perekrutan itu melibatkan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) atau menggandeng perguruan tinggi, kata Gamawan, hal itu harus diumumkan lebih dulu. Pasalnya, kalau malah tidak dijelaskan bisa menimbulkan komplain dari pegawai yang meniti jenjang karier. "Prinsip seleksi keterbukaan bagus. Tidak apa-apa, hanya itu catatannya," pesan Gamawan.
Kehati-hatian terhadap aturan memang harus dijaga, bahkan harus selalu dipegang agar tidak kebablasan. Namun, faktanya, hingga saat ini sudah sebanyak 39 instansi pemerintah akan melakukan proses serupa dalam mengisi jabatan yang kosong, yakni dengan promosi jabatan secara terbuka (lelang jabatan).
"Sudah ada 39 instansi dari kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah yang lapor ke Kementerian PAN RB akan Umelakukan promosi jabatan secara terbuka," ujar Wakil Menteri PAN RB Eko Prasojo, Kamis (11/4). Perkembangan ini, ujar Eko, sangat menggembirakan karena itu menjadi salah satu pengungkit penting dalam reformasi birokrasi. Promosi jabatan secara terbuka akan mendekatkan pada merit system, sehingga karir PNS lebih terjamin.
Promosi terbuka, terang Eko, juga menghindarkan terjadinya politisasi birokrasi yang selama ini banyak terjadi di daerah. "politisasi birokrasi paling rawan terjadi pada pejabat-pejabat eselon II di kabupaten/ kota, dan eselon I di provinsi," katanya menerangkan.
Namun, kata Eko, tidak menutup kemungkinan politisasi birokrasi juga terjadi pada pegawai eselon III ke bawah. Dalam pemilukada khususnya, calon incumbent sering menjadi ancaman serius bagi birokrasi. Pegawai yang mendukung incumbent salah, tidak mendukung atau netral bisa terancam karirnya.
Kementerian PAN RB, ujar Eko, tidak diam dalam mengatasi politisasi birokrasi ini. Salah satunya dengan mendorong agar pejabat pembina kepegawaian nantinya tidak dipegang kepala daerah, tetapi pejabat karir tertinggi di instansi tersebut.
Sehingga kepala daerah tidak bisa mengancam pegawainya yang tidak mendukung dia maju pemilukada lagi. Memang, kata Eko, masih ada masukan dari sejumlah pihak yang mempertanyakan apakah hal itu mampu menjamin tidak terjadinya kooptasi politik terhadap birokrasi.
Dalam hal ini, bagi sekda atau birokrat yang akan mencalonkan diri menjadi pejabat politik agar mengundurkan diri setahun sebelum pilkada. Dengan opsi itu, diharapkan bakal calon bupati/ wali kota maupun gubernur tidak memiliki hubungan lagi dengan birokrasi.
Ini, Eko menerangkan, belum final. Dalam waktu dekat pihaknya akan bertemu dengan asosiasi pemerintah kabupaten, asosiasi Sekda dan stakeholders lainnya untuk merumuskan opsi-opsi yang ada. Satu hal yang harus dipahami semua pihak, antara birokrasi, politik dan penegakan hukum itu selalu kait mengait.
"Yang paling penting adalah memisahkan simbiosis mutualisme antara birokrasi, politik, dan penegakan hukum itu. Korupsi dalam birokrasi pasti terkait dengan korupsi dalam politik, maupun dalam penegakan hukum," ujar Eko.
Bagusnya lagi, sekarang konsep tersebut masuk dalam materi rancangan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), yang di dalamnya mengatur mengenai pengisian jabatan setingkat eselon II di daerah, dengan sistem terbuka.
Disebutkan, seorang kepala daerah nantinya tidak lagi dapat mengangkat kepala dinas atau kepala badan dengan sesuka hati. Namun harus lewat mekanisme fit and proper test (uji kepatutan dan kelayakan). Untuk pengisian jabatan di pemkab/ pemkot, pelaksanaan tes akan diawasi pemprov. Sedang untuk jabatan di pemprov, tesnya akan melibatkan pemerintah pusat.
Jadi, jika diposisikan, lurah dan camat adalah posisi puncak di sebuah wilayah, di mana di tanganlah kemajuan organisasi, tata kelola pemerintahan dan sistem dapat berjalan ajeg. Mudah-mudahan, lelang jabatan juga dapat memutus mata rantai korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang kian semerawut dan tumbuh subur di birokrasi.
Sehingga, harapannya akan terlahir, birokrat yang profesional, yang berjiwa bak seorang CEO. Akan terlahir birokrasi simpel tanpa bertele-tele, tanpa menabrak segala aturan yang ada. Serta birokrasi yang mengedepankan profesionalisme, tanpa mengedepankan uang pelicin.
Sebagai penutup, ungkapan pakar manajemen Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali perlu kiranya disimak. Ia mengatakan, orang bagus akan bekerja dalam kolam yang bagus. "Ikan koi tak bisa hidup di kolam yang penuh lumpur," katanya mengilustrasikan.