REPUBLIKA.CO.ID, Bencana sepertinya takpernah berhenti menimpa bangsa ini. Mulai dari bencana banjir yang nyaris melumpuhkan Jakarta dan membuat ratusan ribu warganya mengungsi, meletusnya Gunung Sinabung, Gunung Kelud, maupun sejumlah bencana lainnya.
Secara geografis Indonesia memang menjadi wilayah yang rawan terjadi bencana. Hal itu dikarenakan adanya cincin api atau ring of fire yang menunjuk pada posisi melingkar rangkaian gunung berapi. Cincin api di Indonesia ditandai dengan adanya rangkaian pegunungan yang membentang dari Sumatera hingga kebagian timur, yakni Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
Tidak hanya rawan terhadap ditimpa bencana gempa bumi, gunung meletus, ataupun tsunami, negara ini juga rawan terhadap bencana tanah longsor, banjir, kekeringan, maupun kebakaran hutan.
Bencana alam yang menimpa ini, seringkali tidak hanya menyebabkan ribuan warga harus mengungsi. Tetapi seringkali diikuti dengan adanya korban jiwa. Tragisnya warga yang tewas ini seringkali disebabkan karena ketidakpahaman mereka ketika menghadapi sebuah bencana.
Sangat tragis ketika mendengar ada korban banjir yang tewas karena kena sengatan listrik, tenggelam karena tidak bisa berenang, terseret arus saat banjit, atau bahkan kelaparan karena terjebak banjir.
Atau sering terdengar keluhan dari Tim SAR kalau warga tidak mau diungsikan sebelum air banjir sudah mencapai pinggang orang dewasa. Sehingga di tengah malam buta, Tim SAR kesulitan mengungsikan mereka, saat air sudah tinggi. Masih untung posisi mereka diketahui. Bagaimana kalau tidak?.
Begitu juga sangat disesalkan ketika masih ditemukan adanya korban tewas karena berada di jalur bahaya letusan gunung berapi, warga yang masih bolak-balik memasuki area jangkauan awan panas, dan sebagainya.
Ketidakpahaman masyarakat saat berhadapan dengan situasi bencana apakah bisa sepenuhnya kesalahan mereka?. Tentu saja tidak. Pemerintah juga harus bertanggung jawab, sebab mereka tidak pernah memberikan pendidikan terhadap warganya saat menghadapi bencana.
Pemerintah yang memahami posisinya sebagai negara yang rawan bencana, semestinya mengambil peran aktif mendidik masyarakat. Jika langkah itu tidak dilakukan maka masyarakat hanya bisa menyikapi bencana dengan insting saja.
Mendidik masyarakat sangatlah penting. Pengetahuan akan membuat membuat masyarakat mengetahui langkah-langkah yang akan mereka ambil saat menghadapi suatu bencana alam.
Akan lebih baik jika pendidikan menyikapi bencana dilakukan sejak anak-anak dengan cara mengajarkannya di sekolah-sekolah. Tentu saja karakterisik pendidikannya disesuaikan dengan karakteristik potensi bencana di daerah masing-masing.
Mungkin bangsa ini bisa belajar dari Jepang. Negara ini mengajarkan menyikapi bencana gempa dan tsunami sejak mereka masih anak-anak. Bahkan mereka melakukan simulasi secara langsung dengan melibatkan orang tua masing-masing.
Hasilnya, saat Jepang mengalami gempa besar dan tsunami pada 2011, anak-anak di Jepang mampu menyelamatkan diri masing-masing. Bahkan mereka lebih punya pemahaman yang lebih baik, dibanding orang dewasa yang hanya mengikuti instruksi darurat saat bencana.
Wacana pendidikan bencana bagi masyarakat memang sudah banyak disuarakan. Tapi tetap saja tidak ada realisasinya. Tentu ini menjadi pertanyaan, sampai kapan pemerintah akan tetap membiarkan korban tewas akibat bencana kembali berjatuhan?. Sudah waktunya pemerintah melakukan eksekusi, bukan sekedar berteori.