Senin 05 May 2014 16:18 WIB

Mencari Sosok Farabi dan Sina Dalam Musik (2, habis)

HM Subarkah
Foto: Republika/Daan
HM Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Muhammad Subarkah

Sumbangan dunia Islam terhadap sajian  musik dapat dilacak dari pengenalan dan penyempurnaan beberapa alat musik akustik. Hal ini terdapat pada beberapa alat musik seperti drum, flute,  dan penyempurnaan sistem hidrolik pada organ.

Siapakah para pelakunya? Jawabnya, beberapa kreatornya ternyata para ilmuwan Islam legendaris. Peletak dasar pengobatan moderen, Al Farabi, pada tahun 950 M telah melakukan beberapa improvisasi terhadap rabbab. Nama lain yang tak kalah penting adalah Ibnu Bagja (di barat dikenal dengan Avempace). Ia mempunyai reputasi

sebagai tokoh yang memperkenalkan musik pada dunia belahan timur.

Pesatnya perkembangan musik pada kurun itu juga diikuti dengan ‘menjamurnya’ sekolah musik. Salah satu pengajarnya yang paling terkemuka adalah Safial al Din. Bahkan, karya-karya dari sekolah musik terkenal itu sekarang masih bisa dilacak.

Selain Al Farabi, di Barat termashur pula sosok Ibnu Sina sebagai musikus papan atas. Ibnu Sina yang hadir lebih belakangan dibandingkan Farabi, meninggalkan karya monumental yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai Introduction to The Art of Music. Karya ini kemudian di rangkum dalam buku Division of The Science. Semua karya itu kini tersimpan rapi di British Museum.

Jasa penting yang ditinggalkan para musisi Islam adalah tentang cara penulisan notasi musik. Musisi-musisi besar yang tercatat di antaranya Ali Mas’udi (tahun 967 M), Al Isfahani dengan karya ‘Meadow of Gold’   yang dianggap merupakan notasi karya musik Arab paling menarik. Karya Isfahani lainnya yang merupakan yang merupakan kumpulan notasi musik dalam 21 seri, yang di Inggris diberi nama sebagai ‘The Great Song of Musik’.  Karya lain dari dia adalah tulisan tentang buku musik yang terdapat dalam empat volume. Kepiawaian inilah kemudian membuat Isfahani oleh Ibnu Khaldun dijuluki sebagai ‘diwan’

dari Arab.

Sedangkan karya sejenis itu yang tidak boleh dilupakan adalah ‘The Index of Muhammad Ibnu Ishaq al Waraq yang ditulis pada kurun waktu 994-995 M. Dan kini pun di dunia Barat masih terlacak karya-karya musik lain, ‘The Unique of Neklace’ dari Ibnu ‘Abd Rabbihi (tahun 940 M). Kemudian, karya Yahya al Khuduj al Mursi dengan ‘The Book of Song’.

Sedangkan penulis teoritisi musik muslim lainnya diketahui Yunus al-Khatib (tahun 765 M), Ibnu Khalil (tahun 791 M) di mana teori mereka diperkenalkan hingga Spanyol oleh Ibnu Firnas (meninggal tahun 888 M). Teori inilah yang nantinya memberikan pembaruan pemikiran mengenai pengetahuan musik di Andalusia. Teoritisi musik lainnya yang tercatat adalah Ishaq Al Maushi di mana teori-terori musiknya dirangkumkan dalam ‘Book of Notes and Rhytms.’’

Setelah itu datanglah musisi besar lain, Al Buzani dengan karya monumental ‘Compedium on Science of Rhythm’. Disusul kemudian dengan hadirnya Ensklopedi dari Ikhwan al Safa pada abad ke-10 M serta sebuah karya mencengangkan dari Muhammad al Khawarizimi yang membahas mengenai banyak teori tentang musik, ‘Keys of The Science’.

Pesatnya perkembangan musik disebabkan karena umat Islam saat itu membuka diri terhadap ide-ide baru yang datang dari luar sepanjang itu bermanfaat. Salah satu usaha yang dilakukan memang dengan melakukan penerjemahan berbagai teori musik Yunani itu. Yuhana Ibnu al Batrik dan Hunanin bin Ishaq yang menerjemahkan karya Aristoteles, yakni ‘Problematika’ dan ‘de Anima’, serta teori musil Yunani lainnya seperti karya Themistius, Simplicus, Galens’s de Voce, dan Arisxonus yang terangkum dalam buku ‘The Principles of Harmony’.

Yang paling unik, diantara nama besar itu, terdapat nama ahli fisika dan matematika Ibnu al Haitam. Jasa dia dalam pengembangan musik adalah dengan banyaknya buku yang ditulisnya mengenai karya musik Yunani dan Mesir. Setelah itu muncul pula Ibnu Naqash, Al Bahili, serta Ibnu Zaila yang menulis ‘The Book of Sufficience in Music’.

Namun zaman keemasan musik itu berhenti setelah jatuhnya Baghdad akibat diserang bala tentara Mongolia. Entah mengapa, pada waktu itu para musisi mulai terkena berbagai macam diskriminasi dengan munculnya peraturan perumahan, sebagai usaha  melarang mereka menggelar pertunjukan musik.

Pencekalan ini pun sebenarnya pernah berusaha dilawan oleh Ibnu Khaldun. Dia tetap berupaya keras untuk menggelar pertunjukan musik dengan cara menggelar karya-karya yang diambil dari ‘Progomena’. Tindakan perlawanan atas pembatasan kreasi itu terus dicoba dijalankan oleh Mustarat al Ibhisi yang meninggal pada tahun 1446 M.

Alhasil, dari sinilah nasihat Sokrates bahwa musik hanya membuat ‘banal’ peradaban tak terbukti. Musik tak selalu membuat orang menjadi lemah mentalnya. Bahkan sebaliknya, melalui komposisi yang baik, musik bahkan dapat menjadi pengobar semangat bagi prajurit yang akan maju bertempur. Pada sisi lain, musik juga menyumbangkan banyak arti bagi peradaban. Dan sampai sekarang pun kepercayaan ini masih terbukti benar adanya!

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement