REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Julkifli Mabun/Julkfli@rol.republika.co.id
BRICS akhirnya memutuskan mendirikan Bank Pembangunan sendiri menyaingi Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia.
Bagi Rusia, sebagai bagian dari BRICS, dimasukkannya rencana pendirian bank itu dalam pertemuan ke-6 BRICS di Brasil merupakan kesempatan utama untuk meningkatkan kemandirian ekonominya dari dominasi Barat.
Media Rusia The Moscow Times menyoroti hal ini terkait dengan semakin terisolasinya perekonomian Rusia akibat kebijakan di Ukraina.
"Bagi Rusia, pendirian Bank Pembangunan BRICS senilai 100 USD dan cadangan devisa (Contingent Reserve Arrangement/CRA) senilai 100 USD lagi merupakan kudeta politik," tulis media itu saat melaporkan keberangkatan Presiden Vladimir Putin ke Fortaleza, Brasil, Senin (14/7).
Kesempatan ini dinilai akan lebih mengikat perekonomian Rusia dengan negara-negara lain seperti India, Brasil, Cina dan Afrika selatan, sesuai dengan pengelompokan yang dibuat ekonom Goldman Sachs, Jim O'Neill.
Kegembiraan Rusia menjadi jawaban kegelisahan negara-negara ini atas dominasi orde dunia saat ini, seperti dinilai Harold Trinkunas, Direktur Inisiatif Amerika Latin di Brookings Institution.
Pendirian CRA dan Bank Pembangunan yang digadang-gadang bernama New Development Bank (NDB) ini akan berhadapan langsung dengan dominasi IMF yang mempunyai aset 300 miliar USD dan Bank Dunia 490 miliar USD. Keduanya, selama ini, dinilai terlalu didominasi oleh ekonomi Amerika serikat beserta mata uangnya.
Dilaporkan Fox Business, walaupun kelima negara ini masih membutuhkan waktu yang panjang untuk menyatukan perbedaan mereka, kelimanya sama-sama memiliki pengalaman pahit dengan kedua lembaga tersebut. Khususnya dalam menghadapi sanksi ekonomi dari kekuatan Barat. Atau setidaknya pernah secara terpaksa mengikuti persyaratan dari IMF untuk pengetatan ekonomi.
Setelah terpuruk dengan hutang di tahun 1990-an, Rusia tidak pernah lagi berhasrat berhutang dari IMF usai melakukan pelunasan tahun 2000-an.
"China sangat mendukung Bank Pembangunan BRICS secepat mungkin untuk membuat jaring pengaman di BRICS," kata Li Baodong, Deputi Menteri Luar Negeri Cina minggu lalu.
Sementara itu, negara-negara berkembang juga sudah terlanjur sering galau atas ulah Kongres AS yang selalu menolak penambahan dana di IMF untuk membantu negara-negara yang mengalami masalah ekonomi.
Penambahan dana tersebut ditakutkan akan memberi Cina dan negara-negara berkembang kekuatan voting yang lebih besar di IMF.
Negara-negara BRICS juga sudah kapok dengan permainan Quantitative Easing (QE) The Fed. Pembelian obligasi besar-besaran oleh The Fed untuk menstimulasi perekonomian AS, dan tiba-tiba melakukan 'tapering' untuk menarik kembali kapital ke AS, sangat mengganggu bursa saham negara-negara tersebut.
"Kami setuju bahwa sangat penting dalam kondisi pergerakan kapital saat ini untuk memiliki cadangan, seperti sebuah IMF-mini," kata Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov. "Dana itu akan dalam posisi bereaksi segera mengatasi capital outflows, untuk menyediakan hard currency, dalam bentuk dolar, di kasus ini."
Akan tetapi, pihak IMF dan Bank Dunia sepertinya tidak terlalu mempermasalahkan keberadan bank ini.
"Semua inisiatif, untuk memperkuat jaringan lembaga peminjam dan meningkatkan pendanaan pembangunan dan infrastruktur sangat diterima," kata Juru Bicara IMF Conny Lotze.
"Apa yang penting adalah setiap lembaga harus bersifat komplementer terhadap yang lain."
Hal senada diutarakan pihak Bank Dunia.
"Kami menyambut baik setiap organisasi baru...kami berpikir kebutuhan atas investasi baru dalam infrastrutur sangat masif, dan kami berpikir, kami bisa bekerja dengan baik dan bekerja sama dengan bank ini jika sudah berdiri," kata Presiden Bank Dunia JIm Kim.
Ada yang menarik dari reaksi media di berbagai negara BRICS yang melihat momen ini sebagai kesempatan memajukan ekonomi masing-masing. Salah satunya adalah saat media Cina justru melihat momen ini sebagai peluang bagi pembiayaan di negara-negara berkembang selain BRICS. Krisis ekonomi di negara-negara berkembang, yang menjadi pasar produk-produk lokal mereka, tampaknya membuat ekonomi Cina melemah.
Media pemerintah Cina, CCTV, menuliskan bahwa kelima negara BRICS memutuskan untuk membentuk bank ini sejak tahun 2013. Motivasinya adalah makin meningkatnya ketidakpercayaan kepada Bank Dunia, yang dituduh terlalu memperhatikan agenda ekonomi Euro Atlantik.
Fungsi utama Bank Pembangunan BRICS ini, tulis CCTV, adalah untuk memobilisasi "sumber daya infrastruktur dan proyek-proyek pembangunan yang berkelanjutan di BRICS dan 'negara-negara emerging economy serta negara-negara berkembang.'"
Akhirnya, seandainya hipotesis media Rusia benar, bahwa langkah ini merupakan sebuah 'kudeta politik' atas dominasi ekonomi Barat, maka yang bisa diharap adalah keseimbangan baru ini dapat membawa manfaat bagi negara-negara lain seperti Indonesia.