Senin 29 Sep 2014 23:12 WIB

#ShamedBYou, KenanganTerakhir Sang Jenderal

##ShameOnYouSBY jadi trending topic di jejaring sosial Twitter.
Foto: Twitter
##ShameOnYouSBY jadi trending topic di jejaring sosial Twitter.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Indah Wulandari

Warisan seorang pemimpin di Indonesia menjadi sebuah landmark di hati rakyat. Biasanya pun ditandai dengan sejumlah penyebutan masa kepemimpinan sebagai orde ataupun menyebut si pemimpin dengan sebutan khasnya sesuai dengan hasil yang ditinggalkannya.

Mari mulai mengenangnya dengan Presiden pertama Ir Sukarno. Ia dikenal sebagai Bapak Proklamasi yang mengusung nilai-nilai Pancasilais. Menancapkan rasa nasionalisme pertama kalinya hingga rakyat berbangga diri menjadi bangsa Indonesia. Sayangnya, ia mengakhirinya dengan peristiwa pengasingan yang tragis akibat sejarah negara yang diselewengkan.

Penyebutan Orde Lama di era kepemimpinannya menjadi pilihan sang penerus, Presiden Soeharto untuk membedakan masa-masa pengenalan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang dirancangnya. Kemudian, sebutan Bapak Pembangunan yang merajai selama 32 tahun menjadi identitas The Smiling General ini.

Keinginan rakyat membalik keadaan menjadi lebih baik di era Orde Baru memunculkan semangat reformasi. BJ Habibie mengawalnya selama hampir dua tahun saja dan membuat Nusantara tak utuh lagi dengan lepasnya Timor Timur medio tahun 1999. Referendum kemerdekaan ini menjadi kenangan pahit bangsa Indonesia.

Presiden keempat, KH Abdurrahman Wahid yang benar-benar ‘berbeda’, separoh sosok dan kepribadiannya benar-benar reformis. Tengok saja, sentilannya pada anggota DPR terhormat tak lebih sebagai sekumpulan anak Taman Kanak-Kanak. Ia pun membuka pintu lebar-lebar Istana Negara sebagai rumah rakyat.

Bapak Pluralis ini pun menjadikan kelompok Tionghoa sebagai salah satu anggota masyarakat Indonesia yang hari rayanya, Imlek dijadikan hari libur nasional. Saking berbedanya, kekurangan fisik Gus Dur menjadi celah untuk menjatuhkan kepemimpinannya. Dekrit Presiden serta kesadaran atas pengakuan serta pelaksanaan hak asasi manusia menjadi peninggalannya.

Usai sudah masa-masa Reformasi sepeninggal Gus Dur dari kursi istana. Harapan rakyat akan perubahan terus bergulir dengan tampilnya sang putri proklamator, Megawati Soekarnoputri. Sosok yang digadang-gadang menjadi penerus lidah rakyat itu menjadi presiden perempuan pertama RI sekaligus menjadi ‘pesta’ bagi partai wong cilik, PDIP.

Namun di akhir jabatannya, beberapa perusahaan aset negara, seperti Indosat menjadi tumbal akibat manajemen perekonomiannya yang morat-marit. Sang putri mewariskan turunnya kepercayaan diri bangsa karena tak berkemandirian ekonomi.

Di tengah kemerosotan tadi, media menanti-nanti sosok seorang Satrio Piningit. Jenderal teladan asal Pacitan yang pernah menjabat sebagai menteri di era Megawati melaju bersama partai debutan, Partai Demokrat.  Sempat berselisih paham dengan Mega, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memantapkan niatannya sebagai presiden ke-6 RI.

Aura kebapakan serta kepemimpinannya yang tegas membius rakyat. Selama dua periode, SBY menciptakan lagu-lagu tentang kecintaan pada negara. Plus, pencitraan tentang hubungannya yang sangat baik dalam keluarga, partainya, maupun antarpemimpin parpol.

Kepercayaan dirinya kian tinggi pada imej dirinya yang sudah tertata dengan apik. Perkembangan linimassa pun dirambah dengan meramu komentar serta foto-foto di balik kegiatannya sebagai presiden di Twitter maupun Instagram.

Alasan serta argumen tentang kebijakannya pun di-cuitkan dengan harapan para Tweeps memahami pemikirannya. Rupanya efek positif linimassa tadi,tak diperhitungkan bisa berbalik menjadi buah simalamakama.

Terbukti ketika melawat tiga negara sejak pertengahan September lalu, Presiden SBY ikut merasakan hujatan ‘jarak jauh’. Melalui tagar #ShameOnYouSBY, rakyat memprotes perilaku walkout anggota Fraksi Partai Demokrat di DPR yang ditengarai menjadi penyebab hilangnya suara dukungan untuk pengesahan UU Pilkada. Konsekuensinya, pelaksanaan pilkada kembali diserahkan ke tangan DPRD kembali seperti Orde Baru.

Netizen bersatu di linimassa hingga tagar tersebut menjadi trending topic selama dua hari berturut-turut. Tetiba tagar tadi hilang begitu saja dari Twitter, Sabtu (27/9) malam. Namun, netizen tak mau menyerah. Muncullah tagar baru yang bernada sama, #ShamedBYou pada Ahad (28/9).

Tentu saja, SBY yang menjadi salah satu kandidat terkuat Sekjen PBB merasa tercoreng dengan gerakan di dunia maya ini. Bayangkan, sang Jenderal yang selalu berada di pencitraan kelas tingginya hanya bisa menjawab dari benua Amerika bahwa semuanya berada di luar sepengetahuannya. Senyumnya yang sumringah lenyap berganti wajahnya yang tegang dan lelah di depan mikrofon.

Setenang apapun mimiknya, sebersih apapun tangannya dari kelamnya politik koalisi, semuanya hanya sebatas pencitraan semata. Upaya penghapusan tagar melalui intervensi kepada pengelola Twitter tak mampu menutupi kegusarannya. Sekali lagi dia menanggapi keberadaan tagar tadi kala menerima honoris causa di Kyoto, Jepang.

Apa salah dari kultwit para Tweeps? Linimassa menjadi wilayah privat penggunanya. Tentu saja, bebas-bebas saja mereka meluapkan perasaan maupun argumennya. Sama saja ketika Presiden SBY dan keluarganya memposting foto-foto persiapan pindahan dari Istana Negara beberapa waktu lalu.

Malangnya, presiden ke-6 RI ini. Haruslah mengakhiri rangkaian pencitraan kepemimpinannya dengan warisan perang linimassa, perang tak langsung dengan rakyatnya sendiri. Jadi, kira-kira, tegakah masyarakat kemudian mengenangnya dengan sebutan Bapak ShamedBYou ataukah Bapak Neo Orde Baru?

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement