REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Abdullah Sammy
Saya ingin membuka tulisan ini dengan mengutip kisah perang Troya dalam mitologi Yunani. Alkisah perang yang awalnya membawa berkah bagi bangsa Troya malah berujung tragedi.
Semua tak terlepas dari jebakan patung kuda kayu raksasa yang dirancang oleh musuh Troya, bangsa Akhaia. Di dalam patung besar yang sengaja ditinggalkan di depan pintu Kota Troya itu sudah bersembunyi pasukan Akhaia.
Seorang mata-mata Akhaia, Sinon, membisiki raja Troya Priam, agar menerima masuk kuda kayu ke dalam kota. Troya pun termakan jebakan.
Mereka mengira patung itu adalah bentuk pengakuan kemenangan Troya dalam perang melawan bangsa Akhaia. Raja Priam menilai patung itu pantas untuk diterima, walau tanpa melalui mekanisme fit and proper test.
Walhasil, kuda itu pun melaju masuk mulus. Meski tak harus menunggu Rapat Paripurna, Priam dan segenap kerajaan Troya akhirnya menempatkan kuda kayu raksasa itu di posisi sentral di tengah kota.
Saat malam tiba, pasukan Akhaia yang besembunyi di dalam kuda kayu akhirnya keluar dari sarangnya. Mereka membantai seisi Troya. Raja Priam yang terkenal perkasa akhirnya harus meregang nyawa.
Kisah Troya ini memberi pelajaran bagaimana kesalahan dalam membuat keputusan bisa membawa tragedi besar. Kesalahan yang dilakukan seorang pemimpin bisa menghancurkan suatu negeri dalam semalam.
Kesalahan yang berpotensi menimbulkan tragedi seperti kisah Troya kini mengancam bangsa Indonesia. Sebabnya, yakni kontroversi pemilihan calon Kapolri BG.
Celakanya, BG yang sejatinya diajukan presiden Jokowi ini berstatus tersangka dalam perkara korupsi di KPK. Kini nyaris semua pihak kompak berada di sisi Jokowi, termasuk kubu oposisi.
Bahkan sejumlah ketum parpol pendukung Jokowi lantang dalam membenarkan penunjukan BG. Dengan kekuatan bisnis medianya, mereka lantas membuat propaganda yang intinya menyerang KPK.
Di sini memang semuanya diuji. Mulai dari mana parpol yang benar-benar pro-pemberantasan korupsi, maupun mana media yang nyatanya berada di sisi untuk melawan gerombolan tikus berdasi.
Lantas apakah langkah KPK benar dengan menetapkan status tersangka BG, sehari setelah dia diajukan sebagai calon kapolri? Secara cara dan teknis penetapan, memang banyak mengundang perdebatan.
Tapi dari aspek kegentingan, memang hal ini mendesak dilakukan. Kasus yang membawa nama BG ini sejatinya sudah bukan rahasia lagi karena sudah muncul sekitar 2010 lalu. Namun mengingat kasus di KPK menumpuk dan jumlah penyidik yang terbatas, skala prioritas penanganan kasus pun jadi nomor sekian.
Skala prioritas kasus ini jadi meningkat saat nama BG diajukan jadi calon menteri dan puncaknya menjadi calon kapolri. Jika KPK mengulur kasus ini dan menunggu salah satu tokoh kuncinya jadi kapolri, bisa dibayangkan betapa dampak kasus ini akan mengancam keutuhan negeri.
Sebab, institusi KPK akan saling berhadapan dengan Polri. Jadi masuk akal bila KPK mempercepat proses penanganan kasus rekening gendut. Yang tidak masuk akal sebenarnya adalah serangan masif yang dilakukan kepada KPK dari sejumlah kekuatan. Bahkan kemudian muncul foto rekayasa untuk menjatuhkan nama ketua KPK, Abraham Samad.
Saya tidak ingin mengatakan bahwa kubu oposisi maupun ketum parpol pendukung pemerintah itu sengaja menyiapkan kuda Troya untuk Jokowi. Yang jelas, melantik calon kapolri bermasalah sama dengan memasukkan kuda Troya ke Indonesia.
Indonesia bisa terancam tragedi besar. Ancaman terjadinya kekacauan di sistem hukum mengemuka. Bisa terjadi perseteruan terbuka antar-lembaga di negeri ini.
Selain itu, KPK pun bisa mudah dikebiri. Sebab bukan rahasia bahwa isi dari KPK sendiri mayoritas dihuni oleh petugas Polri. Jadi bayangkan situasinya apabila kapolri hendak disidik oleh penyidik yang masih aktif di Polri.
Atau bayangkan pula jika Polri lantas menarik semua penyidiknya di KPK. Jika ini terjadi, ditambah kejaksaan yang kini dipimpin oleh politikus Nasdem ikut menarik jaksanya dari KPK, maka kiamat terjadi dalam pemberantasan korupsi.
Jika ditilik lebih jauh, memang banyak yang berkepentingan untuk menghancurkan KPK. Sebab banyak kasus besar yang kini sedang hendak diungkap KPK. Dan salah satu yang terbesar adalah skandal surat keterangan lunas kasus BLBI.
Walhasil, kini bola di tangan Jokowi. Keputusan Jokowi kelak yang bisa memberi jawaban apakah dia akan mencegah jebakan 'kuda Troya'. Atau justru kuda Troya itu memang sengaja dibiarkan sebagai penghancur KPK?