Oleh: Muhammad Subarkah
Wartawan Senior Republika
''Ingat ya Pecangaan..Bukan Pecangan!'' Cara Alex Komang yang punya timbre 'suara berat' ketika menyebut nama kampungnya di Jepara mendadak berdenging lagi di telinga saat sebuah pemberitahuan muncul di laman Facebook milik penyair dan jurnalis Teguh Wijaya:"Inalillahi wa inna ilaihi rojiun... Sahabat Alek Komang telah berpulang..!"
Awalnya tak percaya sebab baru beberapa lama lalu sempat bertemu. Tak ada tanda-tanda sakit. Alex yang dari dulu bertubuh tinggi kurus mengajak bercanda dan berdiskusi tentang apa saja, mulai dari agama, politik, seni, sosial, dan gosip ecek-ecek seputar dunia keartisan. Biasanya kami kerap bertemu di samping Gelanggang Remaja Bulungan selepas jam sembilam malam dan bubar jelang tengah malam. Si Ali Topan Teguh Esha kerap ikut menemani.
Berbeda dengan artis masa kini yang kerap 'jaim', Alex biasa saja dengan identitasnya itu. Bajunya biasa. Kerap hanya bercelana komprang khas anak pesantren. Wajahnya yang tirus ke-Araban (tapi Alex sempat menyebut bila berdarah India) yang saya kenal dari 20 tahun silam juga hampir-hampir tak berubah. Uban yang mulai menyembul di jenggot dibiarkannya saja. Sepupu Jamal Mirdad ini ya tetap begitu, meski punya isteri orang Malaysia, dia tetap mengaku anak kampung serta hidup sederhana. Dulu kami malam-malam sering putar kota naik mobil hard top-nya.
Bila berdiskusi dengannya, jejak dunia pesantren pada Alex begitu kental terasa. Ini makin kentara semasa Gus Dur menjadi presiden. Segala guyon dari sang kyai ini kerap dikomentari sekaligus dibumbuinya dengan guyonan baru. Kisah masa lalunya di kampung yang akrab dengan manakiban, al barjanji, syi'iran, kerap dilontarkan. Bahkan ketika ada pertunjukan orkes gambus, mendadak dia naik ke panggung dan ikut menyanyi. Alex Komang alias Saifin Nuha ini begitu fasih mendendangkan lagu 'Kopi Dangdut' lengkap dengan cengkok gambusnya.
Perihal namanya yang berganti ketika terjun menjadi artis film, Alex pun sempat mengakui sebagai hal yang menuai heboh atau kontroversi di kampungnya. Abahnya pun ikut protes. Tetangganya pun sempat keheranan dan bertanya mengapa nama yang bagus itu diganti.
Alex memang nama yang ditabalkan mendiang dedengkot 'Teater Tetas' AGS Dwipayana setelah dia ikut main drama remaja di televisi. Nama ini terus melekat ketika dia menjadi anggota dan main film bersama dedengkot Teater Populer: Teguh Karya. Nama ini kian melekat padanya setelah meraih Piala Citra dalam Festival Film Indonesia 1985.
''Abah saya berkilah ketika ditanya soal ganti nama menjadi Alek Komang. Katanya kepada sang penanya, Alek itu Ali (maksudnya sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib). Dan Komang itu 'komar' (bulan),'' katanya ketika menceritakan 'kontroversi' soal nama di kampungya. Di sini dia pun mengaku ketika tahu dia dapat Citra, orang sekampungnya geger. Mereka tak sangka bila ada seorang tetangganya bisa jadi bintang film top.
''Alex itu santri banget. Ini tampak ketika dulu datang pertama kali ke Bulungan. Batin santrinya kembali ketika dia mulai ingin dekat dengan kyai ketika memutuskan aktif di Lesbumi,'' kata sesepuh komunitas Bulungan, Teguh Esha.
Dan, pastinya menyusul AGS Dwipayana dan juga 'mbah Surip' yang kerap nongkrong di sana, setelah Alex berpulang kawasan Bulungan semakin terasa sepi. Mungkin tempat masih ramai dengan hiruk-pikuk kendaraan, kesibukan bisnis, hingga aneka kegiatan remaja lainnya, tapi suasana Bulungan terasa 'tak khas' lagi. Layaknya sebuah film, layar dan lampu sorot terus berganti. Dunia lama pergi, tunas baru datang.
''Allahuma firlahu warhamhu...!'' Selamat jalan Saifin Nuha selaku orang yang sangat merasa bahagia ketika diwawancarai satu halaman di 'Republika' pada paruh akhir 1995...!