Senin 27 Jul 2015 12:21 WIB

Siapkah Inggris Berpaling dari Uni Eropa?

Perdana Menteri Inggris David Cameron.
Foto: AP
Perdana Menteri Inggris David Cameron.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ani Nursalikah 

Perdana Menteri Inggris David Cameron menjanjikan referendum pada akhir 2017 untuk memutuskan apakah tetap menjadi anggota atau meninggalkan Uni Eropa yang telah menjadi tempat bernaung selama 42 tahun. 

Belakangan sebuah laporan dari The Independent mengatakan Cameron justru ingin referendum dipercepat pada Juni 2016.

Referendum serupa pernah digelar Inggris pada Juni 1975. Hasilnya, 67 persen publik mendukung Inggris tetap bergabung dengan Uni Eropa. Referendum ini menjadi referendum pertama yang diadakan di seluruh wilayah Britania Raya.

Inggris bergabung dengan Komunitas Ekonomi Eropa (EEC) pada 1 Januari 1973 bersama Denmark dan Irlandia. EEC ini kelak bertransformasi menjadi Uni Eropa.

Pada 1961 Inggris mengajukan diri bergabung dengan EEC. Namun, langkah Inggris harus terhenti karena Charles de Gaulle, Presiden Prancis saat itu memveto langkah Inggris. Dalam pandangan de Gaulle, pemerintah Inggris kurang berkomitmen dengan persatuan Eropa dan lebih tertarik dengan menjalin hubungan dengan Amerika Serikat. 

Keanggotaan Inggris dalam Uni Eropa sejak lama merupakan isu politik yang paling emosional dan seksi bagi warga Inggris. Inggris memiliki kebanggaan tersendiri sebagai sebuah negara. 

Ia adalah satu-satunya negara di Uni Eropa yang tidak menggunakan euro sebagai mata uang. Inggris tetap mempertahankan mata uang poundsterling sebagai alat tukar.

Tekanan untuk menggelar referendum kali ini juga berasal dari masyarakat. Pada 8 Sepetember 2011 sebuah petisi mendukung referendum Inggris ditandatangani 10 ribu orang.

Sekitar 33 persen warga Inggris mendukung langkah Inggris meninggalkan Uni Eropa. Menurut mereka, Uni Eropa justru menghalangi laju Inggris.

Uni Eropa memberlakukan terlalu banyak aturan bisnis dan memeras Inggris miliaran poundsterling dalam setahun untuk biaya keanggotaan. Biaya itu dianggap tidak sebanding dengan manfaat yang didapat.

'Salah satu prinsip dasar yang dipegang Uni Eropa adalah "bergerak bebas.' Artinya, warga negara anggota tidak perlu visa untuk pergi dan tinggal di negara anggota.

Sedangkan warga yang mendukung Inggris keluar ingin Inggris mengendalikan penuh perbatasan dan mengurangi jumlah orang yang bekerja di Inggris.

Cameron sejatinya berulang kali menolak ide keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Namun, sejauh ini dia menolak mengatakan apakah dia akan mendukung keluarnya Inggris jika dia gagal mendapatkan reformasi yang ia mau dari pemimpin Uni Eropa.

Jika Inggris memilih meninggalkan Uni Eropa, pasar bebas Institute for Economic Affairs Uni Eropa mengklaim Inggris akan kehilangan tiga hingga empat juta pekerjaan. Sedangkan jutaan pekerjaan akan hilang karena produsen global lebih memilih mengalihkan produksinya ke negara Uni Eropa yang lebih murah. 

Secara keseluruhan, Centre for Economic Performance di London School of Economics mengatakan skenario terburuk adalah pendapatan negara berkurang antara 6,3 hingga 9,5 persen. 

Di sisi imigrasi, jika keluar Inggris akan mampu mengendalikan perbatasannya secara penuh. UKIP memperkenalkan sistem izin kerja sehingga warga Uni Eropa akan menghadapi pembatasan visa yang sama seperti orang-orang dari luar Uni Eropa. 

Pertumbuhan penduduk akan berkurang dari 298 ribu saat ini menjadi sekitar 50 ribu. Hal ini akan menciptakan peluang kerja bagi pekerja Inggris dan meningkatkan upah.

Jika Inggris tetap bertahan dalam Uni Eropa, kerajaan ini harus menyetujui pergerakan bebas imigran Uni Eropa. Kantor independen yang bertanggung jawab pada anggaran mengatakan ekonomi bergantung pada tenaga kerja imigran dan pajak yang dibayar mereka untuk menjaga pendanaan pelayanan publik. 

Soal biaya keanggotaan yang mahal, ada dua pertimbangan. Jika memutuskan keluar Inggris akan menghemat miliaran dan mengakhiri "tarif tersembunyi" yang dibayar warga melalui pajak. Sedangkan jika Inggris tetap berada dalam Uni Eropa, kontribusi Inggris bagaikan setetes air di lautan dibandingkan dengan keuntungan bisnis di pasar tunggal.

Uni Eropa kini tidak sepenting dulu bagi perdagangan Inggris. Andaikan Inggris gagal mencapai kesepakatan perdagangan bebas dengan Uni Eropa, hal ini bukanlah bencana. Inggris justru bisa bebas mencapai kesepakatan dengan pasar yang kini berkembang cepat, seperti Cina, Singapura, Brasil, Rusia dan India melalui Organisasi Perdagangan Dunia. 

Nah, apakah hal ini ada hubungannya dengan kunjungan Cameron ke Indonesia awal pekan ini? Jelas ada. Cameron jelas-jelas mengatakan ingin mendorong perdagangan dengan Indonesia. Dalam kunjungannya dia turut membawa puluhan pebisnis dari Inggris untuk bekerja sama.

Cameron tampaknya ingin menunjukkan Inggris juga mampu meningkatkan ekonominya tanpa Uni Eropa. Pria kelahiran 9 Oktober 1966 ini perlu mempertimbangkan banyak hal. Apalagi sebagai sekutu, Presiden AS Barack Obama sudah menyatakan desakannya agar Inggris tak berpaling dari Uni Eropa.

Kedutaan Inggris menolak memberi jawaban atas pertanyaan tersebut. Juru bicaranya berdalih tidak berkepentingan menjawab.

Cameron tidak mau gamblang membuka detil negosiasi yang ia inginkan dari Uni Eropa. Namun, dari sejumlah pidato yang ia sampaikan salah satunya adalah membebaskan bisnis dari campur tangan berlebihan Uni Eropa dan menyediakan akses ke pasar baru dengan kesepakatan dengan Amerika dan Asia. Kita tunggu saja jawaban dari Bung Cameron ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.

(QS. Al-Ma'idah ayat 6)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement