Oleh: Muhammad Iqbal
Redaktur Republika
Dalam dunia perpajakan, terdapat sebuah kredo yang amat mahsyur. "Di dunia ini tidak ada sesuatu yang pasti selain kematian dan pajak".
Kematian, sebagaimana disebutkan dalam kitab suci Alquran, adalah keniscayaan bagi makhluk hidup yang bernyawa. Tak terkecuali manusia, sang khalifah di muka bumi.
Sedangkan pajak, sudah harus diderita seorang insan sejak masa bayi. Silakan cek kebutuhan sehari-hari sang orok seperti pakaian, susu, dan lain-lain. Niscaya tidak ada yang tak terkena pajak.
Bagi sejumlah pihak, entah itu perorangan maupun badan, pajak tentu menjadi sesuatu yang memberatkan. Siapa yang senang bila pendapatan yang besar dan diperoleh dengan susah payah harus dipotong?
Padahal, seperti kita tahu, pajak berperan dalam pembangunan sebuah negara. Entah itu untuk infrastruktur, pendidikan, hingga kesehatan masyarakat.
Maka, sesuai fitrah manusia, beragam upaya pun dilakukan untuk 'mengakali' masalah pajak. Dari sekian banyak praktik, terdapat sejumlah metode yang lazim ditemukan dalam konteks ini.
Pertama, penghindaran pajak (tax avoidance). Dari pengertiannya, upaya ini dilakukan dengan tetap mengacu pada ketentuan hukum perundangan yang ada. Biasanya memanfaatkan kerancuan dalam undang-undang.
Kedua, penggelapan pajak (tax evasion). Berbeda dengan tax avoidance, penggelapan pajak dilakukan dengan cara kriminal. Biasanya, obyek pajak tidak dilaporkan secara lengkap dan benar agar tidak terkena pajak.
Di kancah global, pemerintah di berbagai negara bukan tidak berupaya mengatasi masalah ini. Tak terhitung beragam cara telah disiapkan. Selain pendekatan melalui aparat penegak hukum, terdapat sebuah cara via pertukaran informasi secara otomatis.
Menteri Keuangan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Chatib Basri, mengatakan, upaya ini disepakati sejak 2013. Tepatnya pada '6th Meeting of the Global Forum on Transparancy and Exchange of Information' di Moskow, Rusia.
Namun, penerapannya baru akan dimulai pada tahun depan. "Untuk mengatasi masalah ini, yang paling baik adalah kita harus koordinasi," ujarnya.
Salah seorang pejabat di Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Astera, Primanto Bhakti menjelaskan, pertukaran informasi yang dimaksud adalah pertukaran data-data perpajakan. Standar ini telah difasilitas dengan perpanjian yang melibatkan 61 negara.
"Ini yang nanti akan digunakan sebagai dasar Direktorat Jenderal Pajak untuk bisa melihat potensi-potensi penerimaan pajak," katanya.
Lalu, apakah kesepakatan ini mengikat? Chatib menjawab diplomatis. "Kesepakatan internasional yang mengikat itu terbatas. Justru karena ini tidak mengikat Indonesia mengambil inisiatif. Kita menunjukkan kalau kita mau untuk maju," ujarnya.
Praktik di sepak bola
Semalam, publik sepak bola global terhenyak dengan berita dari Italia. Football Italia, Selasa (26/1), melaporkan, operasi untuk memberantas penggelapan pajak digelar oleh penuntut umum pada pengadilan Napoli.
Operasi dengan kode 'Operation Offside' ini menyasar 35 klub Serie A dan Serie B serta lebih dari 100 pemain dan agen. Calcio e Finanza melaporkan, otoritas keuangan di Negeri Pizza terus melakukan penelusuran dan telah menyita sejumlah aset yang bernilai 12 juta euro.
Sejumlah nama tenar dilaporkan menjadi obyek investigasi, antara lain Presiden Lazio Claudio Lotito, Presiden Napoli Aurelio De Laurentiis, CEO AC Milan Adriano Galliani, winger PSG yang pernah bermain untuk Napoli Ezequiel Lavezzi serta pelatih Modena yang sempat membela AC Milan Hernan Crespo.
Calcio e Finanza melaporkan, sistem yang dipraktikkan untuk menggelapkan pajak sudah teramat mengakar di sepak bola Italia. Satu per satu dari nama-nama yang disebut telah mengeluarkan bantahannya.
Pengacara Lazio Michele Gentile mengatakan,"Kami tidak tahu apa-apa." Kemudian, De Laurentiis membantah pemberitaan ini seraya memastikan Napoli tidak akan terganggu. Sementara laman resmi Milan memastikan Galliani telah terbebas dari tuduhan ini.
Sejatinya, penggelapan pajak di kancah sepak bola dunia bukan sesuatu yang baru. Beberapa waktu lalu, penggawa Barcelona Javier Mascherano divonis setahun penjara gara-gara masalah ini.
Belum lagi investigasi yang melibatkan superstar Barca Lionel Messi. Messi memang telah bebas dari tuduhan. Tapi sang ayah, Jorge Messi, diancam 22 tahun penjara setelah dituntut melakukan penggelapan pajak sejumlah 4 juta euro dari 2007-2009 oleh otoritas keuangan di Spanyol.
Selain Mascherano dan Messi, masih banyak lagi sejumlah pesohor di kancah sepak bola yang diduga, bahkan didakwa melakukan penggelapan pajak. Sebut saja bomber El Barca Neymar, Presiden Bayern Muenchen Uli Hoeness atau pelatih sementara Chelsea Guus Hiddink.
Sebagai penutup, sebagaimana manusia pada umumnya, pesepakbola pun memiliki fitrah yang sama. Ingin memperoleh keuntungan sebesar-besarnya tanpa harus membayar pajak. Namun, sebagai orang yang berpenghasilan, sudilah kiranya jika mereka membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku.