REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arif Supriyono/ Wartawan Republika
Temuan soal plastik pembungkus kabel listrik di gorong-gorong di Jalan Merdeka Selatan (dekat dengan lokasi istana) menyitaa banyak perhatian belakangan ini. Hasil temuan aparat Suku Dinas Tata Air Pekerjaan Umum itu seolah menjadi mata rantai atas ucapan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Sejak tahun kemarin, Ahok sudah beberapa kali menyatakan, bahwa wilayah Jakarta hampir mustahil tertimpa banjir, kecuali hanya air yang menggenang sesaat. Ini karena di sejumlah titik telah dipasang pompa penyedot air yang dalam waktu singkat akan bisa mengeringkan wilayah yang terendam banjir tadi.
Kalau sampai terjadi banjir, maka bisa dipastikan hal itu ada upaya sabotase dengan segala bentuknya. Itulah kurang-lebih ungkapan yang disampaikan Ahok tahun lalu.
Akhir bulan lalu, Jakarta --termasuk di kawasan dekat Istana Presiden/Negara-- kembali disambangi banjir. Ungkapan sabotase pun muncul lagi dari sang gubernur. Kali ini disertai bukti adanya tumpukan plastik pembungkus kabel listrik yang ditemukan di sepanjang gorong-gorong di Jalan Medan Merdeka Selatan yang tak jauh dari istana dan kantor Pemprov Jakarta.
Media pun bersuara senada. Mereka serentak mengungkap dugaan sabotase tersebut. Tak hanya itu, foto-foto yang dijadikan bukti sabotase, berupa plastik pembungkus kabel listrik yang jumlahnya banyak juga diunggah di media-media sosial.
Keesokan harinya, ada netizen yang tiba-tiba mengungkap, bahwa bukti plastik pembungkus kabel itu merupakan foto lama. Di laman /beritajakarta.com/ yang merupakan situs berita resmi Pemprov DKI Jakarta juga ada gambar plastik kabel listrik dari gorong-gorong yang dituding menjadi biang keladi banjir di kawasan seputar Tugu Monas atau istana.
Hal yang mengejutkan, berita dan foto di situs /beritajakarta.com/ itu ternyata dimuat pada 26 maret 2014. Artinya, sejak dua tahun lalu plastik pembungkus kabel listrik itu sudah /ngendon/ di sejumlah gorong-gorong Jakarta. Sungguhpun telah ditemukan sejak dua tahun lalu, namun tak ada upaya untuk membongkar barang yang sama di sepanjang gorong-gorong lainnya. Petugas seolah tak menaruh curiga adanya barang yang sama di got atau gorong-gorong lainnya.
Sampai kemudian kawasan Monas banjir dan para petugas mengangkat plastik pembungkus kabel listrik di sekitar gorong-gorong. Jumlah yang ditemukan sangatlah banyak. Temuan plastik pembungkus kabel listrik itu jumlahnya tak kurang dari 12 truk. Jumlah yang tak main-main banyaknya. Media masih saja menyebut hal itu sebagai kambing hitam atau biang keladi banjir di Jakarta.
Benarkah barang itu merupakan bentuk sabotase yang dilakukan oleh pihak lain? Mari kita bahas dengan akal sehat.
Sabotase bisa dilakukan oleh pihak mana saja. Lantaran ini terkait masa pemerintahan Ahok, tentu pihak yang melakukan sabotase berkeinginan agar kinerja Ahok tak berkilau atau gagal di mata atasan dan masyarakat.
Melakukan sabotase, agar Jakarta tetap terendam banjir, dengan menaruh plastik pembungkus kabel listrik sebanyak 12 truk tentu bukan pekerjaan mudah. Memerlukan waktu yang sangat lama untuk menaruh barang sebanyak itu di gorong-gorong. Apa mungkin menaruh barang dengan waktu selama itu sama sekali tak ada pihak yang tahu?
Banyak yang berpendapat, untuk menaruh plastik biang keladi itu mereka harus juga membuka atap penutup gorong-gorong. Apa iya kegiatan itu sama sekali tak terlihat orang lain?
Belum lagi faktanya, kawasan Jalan Medan Merdeka Selatan termasuk ring 1 (area sangat vital) yang senantiasa dijaga aparat yang harus terus siaga. Para petugas akan keliling selama 24 jam untuk memantau dan mengamankan lingkungan sekitar istana tersebut.
Kalau sampai petugas sama sekali tak pernah tahu-menahu perihal kegiatan menaruh plastik pembungkus kabel listrik di situ, sungguh tidak masuk akal. Bila ini yang terjadi, istana dan masyarakat patut marah terhadap kinerja kepolisian yang harus mengamankan area vital tersebut. Justru kita wajib curiga pada aparat kepolisian (ada apa-apanya) kalau memang ini yang terjadi.
Kalau kita kembali pada tayangan situs resmi Pemprov Jakarta tadi, saat ini belum ada yang membantah kebenaran berita di situs tersebut, berarti keberadaan plastik laknat itu sudah ada paling tidak sejak dua tahun lalu. Kalaupun itu dimaksudkan untuk melakukan sabotase, jelaslah bukan Ahok yang jadi sasarannya karena saat itu dia masih menjadi wakil gubernur.
Dugaan ini pun tetap sumir alias tak terlalu kuat. Dalih yang membantahnya adalah jumlahnya yang teramat banyak dan tak ada pihak lain yang tahu saat plastik itu ditaruh di gorong-gorong.
Saya lebih menduga, itu merupakan pekerjaan tak tuntas yang dilakukan kontraktor pemasang kabel listrik. Bisa jadi pula, ini dikerjakan langsung Perusahaan Listrik Negara (PLN). Ini berarti, PLN-lah yang teledor dan telah melakukan pekerjaan secara sembrono.
Penjelasan Kapolda Metro Jaya, Irjen Tito Karnavian, yang memiliki dugaan kuat bahwa kabel itu sudah lama berada di gorong-gorong, terasa lebih masuk akal. Dengan demikian, sampai saat ini, tudingan terjadinya sabotase belum menemukan landasan kebenaran.
Saya tak antipati terhadap sikap Ahok, termasuk ancang-ancang dia untuk maju sebagai gubernur Jakarta. Saya pun merasa, sampai saat ini, Ahok memiliki peluang paling kuat untuk kembali menduduki posisi sebagai gubernur di Ibu Kota negara. Namun, keadaan itu tak lantas harus membuat kita selalu membenarkan apa yang menjadi titah dan ucapan Ahok. Apalagi sampai harus berbohong kepada masyarakat luas tentang suatu hal yang terjadi.
Jika memang tak masuk akal dan tak sesuai kenyataan, seharusnya kita semua mengingatkan ketidakbenaran ucapan sang pemimpin. Negeri ini tak akan pernah maju kalau semua ungkapan yang keluar dari mulut pemimpin selalu dibenarkan.
Berkaca diri merupakan hal yang penting agar seseorang tak salah lagi dalam melangkah ke depan. Semoga tak ada masyarakat yang kesal atas ungkapan sang gubernur yang terkesan mencari simpati sebagai pihak yang terzalimi ini.
Ahok selama ini bukan sosok yang harus minta dibelaskasihani. Dia sosok yang tegar. Ahok pun tak pantas mendapat julukan Basuki ‘Ahok Plastik Kabel Listrik’ Tjahaja Purnama.