Ahad 13 Mar 2016 13:58 WIB

Kaligrafi Cara Tuhan Muliakan Alquran

Nashih Nasrullah
Nashih Nasrullah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Nashih Nasrullah (nashih@redaksi.republika.co.id

Setidaknya ada tiga khat yang melegenda sekaligus sangat unik. Pertama, khat Kufi. Ini adalah jenis khat Arab tertua.

Dari nama saja bisa ditebak, khat tersebut berasal dari Kufah, Irak. Konon, khat ini banyak dipakai untuk penulisan apa pun di papan, termasuk doa. 

Khat Kufi memang sangat indah, tetapi justru jarang dipakai lantaran memakan ruang terlalu banyak. Seiring perkembangannya, khat Kufi pun semakin bervariasi. Ada kufi al-Basith, al-Muwarraq, al-Murabba', dan al-Muzhir. 

Kedua, khat at-Tsuluts. Khat ini diklaim sebagai khat paling indah sekaligus memiliki tingkat kesulitan yang paling kompleks, baik dari segi huruf ataupun susunannya. 

Terkadang misalnya, huruf mim pun mesti tidak ditampakkan. Tak jarang, seorang pelajar khat, belum disebut mahir selama tidak menguasai cara penulisan khat Tsuluts. 

Khat ini sangat jarang dipakai untuk penulisan mushaf karena cukup rumit dan memakan waktu. Pertama kali kaidahnya diletakkan oleh Ibnu Maqillah, lalu pada abad berikutnya disempurnakan oleh Ibn al-Bawab Ali bin Hilal al-Baghdadi (413 H). 

Ketiga, khat Naskhi. Khat ini didaulat sebagai jenis khat yang paling jelas dan sederhana serta mudah dibaca. Tak heran bila penggunaannya sangat populer di kehidupan sehari- hari. Entah di buku pelajaran, mushaf atau lainnya. 

Khat banyak pula diajarkan kepada para pemula. Khat Naskh yang kaidahnya diletakkan pertama kali oleh Ibnu Maqillah (328 H) ini, dikenal pula dengan banyak sebutan, yaitu al-Badi', al-Miqwar, dan al-Mudawwar.

Khat ini semakin menemukan bentuknya di tangan orang-orang Turki. 

Dalam sejarah peradaban Islam, kaligrafi merupakan seni merangkai huruf menjadi tulisan yang dapat dibaca dan bahkan dinikmati sebagai karya seni. Kaligrafi Arab memiliki keistimewaan dibandingkan dengan jenis kaligrafi lain. Bentuk tulisannya berkaitan dengan teknik yang beragam, panjang, pendek, lengkungan, hingga siku. 

Ada banyak pendapat ihwal asal-usul kaligrafi Arab, salah satunya berasal dari al-Musnid. Bahasa ini berlaku di Jazirah Arab yang telah banyak terpengaruh pula dengan bahasa Aram di Irak, Syam, Palestina, antara abad ke- 3 sebelum Masehi. 

Kaligrafi al-Anbathi juga banyak dipergunakan. Jenis kaligrafi ini berasal dari bangsa Anbath yang mendiami kawasan Aram. Para raja Arab pra-Islam banyak memakai jenis kaligrafi Anbath pada 250 M. Puncak kaligrafi Arab berkembang pada masa Islam. 

Pada awal risalah Islam, ada lima jenis kaligrafi yang banyak digunakan, yaitu al-Hairi, al- Anbari al-Malaki, al-Madani, al-Kufi, dan al- Bas hari. Sayangnya, bentuk persisnya seperti apa tidak bisa terungkap lantaran minim nya dokumentasi. Berikut ini jenis-jenis khat yang masih bertahan dan dinamis hingga saat ini: 

Tak bisa dimungkiri, ada benang merah yang muncul antara khat dan keberadaan mushaf Alquran. Allah berkehendak pula melalui aktivitas tulis-menulis untuk menjaga kemurnian Alquran. Skenario yang menjadi titik tolak itu tentu seperti yang diungkap oleh as-Suyuthi dalam "Majma' al-Lughat", bermula ketika Abu Bakar menerima usulan Umar bin Khatab yang prihatin dengan banyaknya para penghafal Alquran yang gugur di Perang Yamamah. Kodifikasi Alquran pun dilakukan merujuk ke para pencatat wahyu, seperti Zaid bin Tsabit. 

Meski embrio inisiatif Abu Bakar tersebut erat kaitannya dengan skenario dasar pen- catatan wahyu pada era Rasulullah SAW yang berlangsung sporadis, ketika ayat-ayat Alquran ditulis di berbagai media, semisal pelepah kurmah dan kulit binatang. Dari skenario inilah maka muncul istilah mushaf yang dipopulerkan oleh Abu Bakar. 

Peristiwa berikutnya yang tak kalah penting dan menunjukkan betapa tulis-menulis begitu penting dalam peradaban Islam, tentu upaya standardisasi penulisan mushaf oleh Utsman bin Affan. Aktivitas ini dilatarbelakangi oleh ketidakseragaman dan potensi kesalahan, baik dalam pembacaan atau penulisan ayat-ayat Alquran. Tercetuslah mushaf standar Utsman yang dikenal Rasm Ustmani. 

Skenario tersebut ada pula yang bersifat individual, muncul dari para ulama dan cendekiawan. Abu Aswad ad-Duali (603-688 M) merupakan tokoh yang cukup berjasa dalam membuat tanda baca (harakat) Alquran. 

Sosok yang bernama lengkap Dzalam bin Amru bin Sufyan bin Jandal bin Yu'mar bin Du'ali mencetuskan sistem penempatan titik tinta berwarna merah sebagai tanda baca, seperti satu titik untuk tanda fatah (a) dan satu titik di bawah huruf untuk bunyi (i) atau kasrah. Meski upayanya tersebut akhirnya disempurnakan oleh para muridnya, seperti Nashr bin Ashim (707 M) dan Yahya bin Ya'mur (708 M). 

Selanjutnya, ada pula aktivitas tulis-menulis yang meski tidak berkorelasi langsung dengan kodifikasi Alquran, tetapi sangat mendukung agenda besar umat Islam tersebut. Apa yang dilakukan oleh Abu Amar Ustman Said ad- Dani dengan bukunya yang berjudul al-Muh - kam fi Naqth al-Mashahifi berkontribusi besar dalam rekonstruksi sejarah kodifikasi Alquran.

Kehadiran khat, selain menjaga kemurnian Alquran, juga mempercantik tampilannya.

Skenario besar Tuhan untuk memuliakan kitab suci umat Islam ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.

(QS. Al-Ma'idah ayat 6)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement