Oleh: Arif Supriyono
Wartawan Republika
Pemerintah telah menetapkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Penetapan pemerintah itu disampaikan dalam peringatan pidato Bung karno 1 Juni 1945 di Gedung Merdeka Bandung. Dengan ketetapan itu, setiap tanggal 1 Juni akan diliburkan dan diperingati sebagai sebagai Hari Lahir Pancasila.
Proses munculnya Pancasila sebagai dasar negara memang tak serta-merta. Awalnya adalah Mohammad Yamin. Dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 29 Mei 1945, Yamin mengusulkan dasar negara yang terdiri atas Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.
Lalu Soepomo pada 31 Mei 1945 juga mengusulkan dasar negara. Poin-poin yang diusulkan Soepomo berupa: Persatuan, Kekeluargaan, Mufakat dan Demokrasi, Musyawarah, dan Keadilan Sosial.
Pada tanggal 1 Juni, Soekarno kemudian menyebut dasar negara yang diusulkan Yamin itu sebagai Pancasila. Meski begitu, dasar negara yang disampaikan Soekarno sedikit berbeda. Soekarno mengusulkan Pancasila terdiri atas Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme, Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Tim 9 dalam BPUPKI kemudian merumuskan pasal-pasal sebagai dasar negara. Mereka menyepakati rumusan teks dasar negara dengan nama Pancasila, sebagaimana dikemukakan Soekarno untuk kali pertama. Tim itu lalu menyepakati naskah final teks Pancasila pada 18 Agustus 1945.
Dari serangkaian perjalanan penyusunan naskah atau teks Pancasila ini, sebenarnya sangat bisa diperdebatkan tanggal lahirnya Pancasila. Ada yang menyebut usulan Mohammad Yamin pada tanggal 29 Mei itu yang pantas disebut sebagai lahirnya Pancasila lantaran dialah yang pertama mengemukakan lima dasar negara.
Ada pula yang menyebut, lahirnya Pancasila lebih tepat ditetapkan tanggal 18 Agustus. Hal itu karena pada tanggal itulah naskah final teks Pancasila ditetapkan yang bunyinya persis seperti yang ada saat ini.
Pandangan lain menyebutkan, nilai-nilai dasar negara kita sudah ada sejak dahulu kala. Artinya, sila-sila yang menjadi rujukan dasar negara sudah mendarah daging dalam kehidupan bangsa Indonesia. Itu bermakna, hal-hal yang bersifat filosofis tersebut telah lama lahir dari kandungan bumi Nusantara. Jadi, bukan sejak tahun 1945 saja nilai yang kemudian menjadi dasar kehidupan berbangsa itu lahir.
Adapun sebutan Pancasila memang muncul saat Soekarno berpidato pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Atas dasar itu, beberapa kalangan menyatakan bahwa tanggal 1 Juni lebih tepat disebut sebagai hari lahir istilah Pancasila. Ya, ini karena memang istilah Pancasila itu yang mengemuka dalam pidato Soekarno tersebut.
Namun pemerintah telah mengakhiri polemik itu. Sebagian pihak sudah menduga bahwa pemerintah dengan pelbagai pertimbangan akan lebih nyaman untuk memilih tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Hal ini karena kedekatan emosional dan ideologis antara pemerintah saat ini dengan Soekarno. Sangat bisa dipahami kalau akhirnya keputusan itu yang muncul.
Penetapan Hari Lahir Pancasila bisa jadi hanya penting bagi kalangan tertentu. Bagi ilmuwan sejarah, politisi, dan pemerintah, mungkin ini menjadi peristiwa penting. Akan tetapi, bagi sebagian besar masyarakat, hal itu seperti tak ada pengaruhnya sama sekali, kecuali penetapan tanggal 1 Juni sebagai hari libur nasional.
Ini bisa dimaklumi karena sejak puluhan tahun warga negara Indonesia hidup dan bergelut bersama dalam bingkai dasar negara yang disebut Pancasila. Ada pihak yang memperoleh manfaat sangat besar karena pemahaman dan implementasi atau pelaksanaan nilai-nilai Pancasila itu. Namun tak sedikit masyarakat yang mendapat sebaliknya karena penerapan nilai Pancasila itu diinterpretasikan sesuai kepentingan pihak tertentu.
Masyarakat yang menentang kebijakan pemerintah bisa jadi dinggap tak berjiwa pancasilais. Bahkan, mengritik kebijakan pemerintah pun bisa dianggap tak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pernah pula ada pembakuan nilai-nilai setiap sila dari Pancasila, akan tetapi pelaksanaannya tetap tak ada bedanya dari tahun ke tahun bagi masyarakat bawah.
Pelaksanaan nilai-nilai keadilan, sampai sekarang pun, masih menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat. 'Pisau' keadilan akan tajam bila menumpas ke arah rakyat kecil. Sebaliknya, 'pisau' keadilan itu sering kali akan tumpul bila mengarah ke atas. Memang ada beberapa kasus yang bisa dikecualikan, terutama periode saat para petinggi negara terjerat kasus korupsi.
Keadilan sosial yang menjadi dambaan masyarakat bawah seolah tak pernah terbukti. Masyarakat kecil terus saja tunggang-langgang menghadapi penggusuran yang tak pernah berhenti. Pemerintah pun tetap saja menyediakan lahan mahaluas untuk para pengusaha dan tokoh kalangan atas.
Subsidi bagi masyarakat kecil pun satu per satu terus dicabut. Subsidi bahan bakar minyak (BBM) kini sudah dihapus. Usulan agar ada BBM bersubsidi dan hanya diperuntukkan bagi jenis kendaraan milik masyarakat kecil tak juga dijalankan. Subsidi listrik kini juga santer terdengar akan segera dicabut.
Hal yang sama juga akan diberlakukan untuk subsidi pupuk dan subsidi LPG. Masyarakat diminta untuk bersiap-siap membeli LPG tanpa subsidi. Ini belum termasuk kenaikan harga yang memberatkan masyarakat kecil dan tak juga mampu ditanggulangi pemerintah.
Masih ada lagi aneka kebijakan yang tak memihak rakyat kecil. Saat musim panen bawang merah misalnya, pemerintah justru melakukan impor komoditas ini. Akibatnya, bawang merah hasil panen petani banyak yang tak laku.
Pelayanan kesehatan salah satu contoh lagi. Walau rakyat kecil sudah menjalankan kewajiban membayar iuran untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan, namun saat mereka menderita sakit, masih saja banyak yang hak-haknya tak terpenuhi.
Bagi masyarakat kecil semacam ini, tak akan terpengaruh dan terhadap keputusan pemerintah soal Hari Lahir Pancasila. Mereka sama sekali tak peduli dengan hal itu. Bukan itu yang menjadi kebutuhan mereka. Justru yang menjadi harapan mereka adalah, bagaimana pelaksanaaan nilai-nilai dasar Pancasila itu diterapkan secara konsisten agar memenuhi rasa keadilan rakyat kecil atau memihak kepentingan rakyat yang jumlahnya mayoritas di negeri ini. Itu saja, tidak lebih.