Selasa 21 Jun 2016 07:55 WIB

Keteladanan Orang Tua dalam Pendidikan Anak

Red: M Akbar
Ilham Tirta
Foto: istimewa
Ilham Tirta

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ilham Tirta (Wartawan Republika)

Pendidikan adalah serangkaian pola dalam rangka memanusiakan manusia. Pendeknya, proses menjadikan tidak tahu menuju tahu.  Sementara keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat dalam kehidupan sosial.

Menurut Duvall dan Logan (1986), keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga. Tujuan keluarga yang diungkapkan dua peneliti tersebut menjadikan pendidikan sebagai elemen vital yang mau tidak mau, sadar tidak sadar telah berproses dalam keluarga.

Sejak tahun 2000, kesadaran pendidikan formal di Indonesia mulai tinggi. Hingga kini, pemerintah mencanangkan wajib belajar 12 tahun dan setiap tahun ada ribuan remaja yang menempuh pendidikannya di perguruan tinggi.

Namun, belakangan ini muncul berbagai masalah yang mengancam generasi bangsa Indonesia. Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan tidak hanya terjadi di kalangan anak muda pradewasa, melainkan sudah merambah ke anak-anak tanggung usia sekolah menengah pertama (SMP).

Pada pertengahan 2015, terungkap banyaknya generasi Indonesia yang terjerembab dalam kehidupan yang tidak normal seperti Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) yang bergerak secara massif di media sosial (internet).

Belakangan, kasus kekerasan seksual juga sering terjadi terhadap anak, baik anak sebagai korban maupun pelakunya. Situasi ini bahkan menyebabkan Presiden Joko Widodo menandatangani peraturan pemerintah pengganti undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada Mei, lalu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement