Senin 08 Aug 2016 14:08 WIB

Tiga Srikandi, Sri Wahyuni, dan Mimpi Tiga Emas

Bilal Ramadhan
Foto: doc pri
Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Bilal Ramadhan

Menjelang digelarnya ajang pertandingan olahraga seluruh negara di dunia, Olimpiade 2016, muncul salah satu film Indonesia dengan judul ‘3 Srikandi’. Momennya pun sangat pas agar para atlet yang menjadi wakil Indonesia di Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brasil, ikut terlecut semangatnya mempersembahkan medali untuk Indonesia.

Tentu sejarah mencatat keberhasilan 3 srikandi yaitu Nurfitriyana Saiman Lantang, Lilies Handayani dan Kusuma Wardani di Olimpiade Seoul 1988. Tak diunggulkan sama sekali, trio pemanah putri ini sukses memberikan medali perak panahan beregu putri.

Padahal kiprah mereka sama sekali tidak diperhitungkan untuk menyumbangkan medali Olimpiade. Saat itu, masyarakat Indonesia lebih mengenal nama Yayuk Basuki di cabang tenis dan Mardi Lestari di cabang atletik. Apalagi, tiga srikandi ini juga dikepung oleh kekuatan panahan dunia dari berbagai negara.

Tak disangka, mereka mampu lolos hingga ke babak final. Dalam perebutan medali perak antara Indonesia dengan Amerika Serikat karena nilai yang sama dan kemudian diadu lagi dalam sesi tie-breaker, tiga srikandi Indonesia mampu menghempaskan tim beregu putri dari AS yang merupakan salah satu pemegang gelar juara dunia panahan.

Tiga srikandi Indonesia pun berhak memperoleh medali perak, sedangkan AS meraih medali perunggu. Medali emas diraih oleh tim beregu putri Korea Selatan. Medali perak tersebut merupakan satu-satunya medali yang diraih Indonesia di Olimpiade 1988. Medali perak ini juga merupakan tonggak awal pijakan dari tradisi medali Indonesia dalam ajang Olimpiade.

Sejak saat itu, Indonesia selalu memiliki optimistis yang tinggi untuk meraih medali dalam setiap pergelaran Olimpiade. Apalagi cabang bulu tangkis mulai dipertandingkan di Olimpiade 1992 di Barcelona, Spanyol.

Tak tanggung-tanggung, dua emas dipersembahkan dari pasangan emas untuk Indonesia melalui Susi Susanti di tunggal putri dan Alan Budikusuma di tunggal putra di Olimpiade 1992. Total Indonesia meraih dua emas, dua perak dan satu perunggu yang semuanya dari cabang bulu tangkis.

Indonesia melanjutkan tradisi medali emasnya di Olimpiade 1996 melalui pasangan ganda putra Ricky Subagja/Rexy Mainaky. Satu medali perak dipersembangkan Mia Audina di tunggal putri. Dua medali perunggu masing-masing diraih Susi Susanti dan pasangan ganda putra Anthonius Ariantho/Denny Kartono.

Pada Olimpiade 2000, Indonesia meraih medali paling banyak hingga saat ini yaitu dengan enam medali terdiri dari satu medali emas, tiga perak dan dua perunggu dari dua cabang yaitu bulu tangkis dan angkat besi. Pasangan Candra Wijaya/Tony Gunawan melanjutkan tradisi emas bagi Indonesia.

Giliran Taufik Hidayat yang melanjutkan tradisi emas Indonesia di Olimpiade 2004 di sektor tunggal putra. Dua perunggu juga didapat dari bulu tangkis melalui Sony Dwi Kuncoro dan pasangan Eng Hian/Flandy Limpele. Satu medali perak dipersembahkan lifter Raema Lisa Rumbewas di kelas 53 kg putri.

Tradisi emas Indonesia terus dilanjutkan di Olimpiade 2008 saat pasangan Markis Kido/Hendra Setiawan berhasil meraih emas di sektor ganda putra. Pasangan ganda campuran Nova Widianto/Liliyana Natsir harus puas meraih perak dan Maria Kristin Yulianti secara mengejutkan mampu meraih medali perunggu sekaligus menggagalkan Cina untuk sapu bersih medali di sektor tunggal putri.

Sedangkan dua medali perunggu lainnya disumbangkan dari cabang angkat besi melalui lifter Eko Yuli Irawan di kelas 56 kg putra dan Triyatno di kelas 62 kg putra. Nyatanya dua lifter ini yang menyelamatkan muka Indonesia di Olimpiade 2012 di London, Inggris.

Di Olimpiade 2012, tradisi emas Indonesia harus terputus. Bahkan tidak ada satu pun medali yang diraih para atlet bulu tangkis saat itu. Indonesia hanya mampu meraih satu medali perak melalui Triyatno di kelas 69 kg putra serta Eko Yuli Irawan meraih medali perunggu di kelas 62 kg putra.

Masa kelam prestasi Indonesia di Olimpiade 2012 lalu, harus segera disudahi di Olimpiade 2016 ini. Paling tidak, kini satu medali perak sudah disumbangkan untuk Indonesia dari cabang angkat besi melalui Sri Wahyuni Agustiani di kelas 48 kg putri pada Sabtu (6/8) malam waktu setempat

Sri mampu mensejajarkan diri dengan seniornya, Raema Lisa Rumbewas yang juga meraih medali perak di kelas yang sama di Olimpiade 2000. Sri juga tercatat menjadi lifter keempat yang meraih medali perak di cabang angkat besi dalam Olimpiade.

Prestasi Sri harus menjadi ‘pelecut’ bagi atlet lainnya yang menjadi wakil Indonesia di Olimpiade Rio. Apalagi Indonesia mengirimkan wakil paling banyak sepanjang penyelenggaraan Olimpiade dengan 28 wakil dari tujuh cabang olahraga. Sebelumnya di Olimpiade 2012, Indonesia mengirimkan 22 wakil serta 24 wakil di Olimpiade 2008.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga menjanjikan tingginya bonus untuk para peraih medali di Olimpiade Rio. Bonus Rp 5 miliar untuk peraih medali emas, Rp 2 miliar untuk peraih medali perak dan Rp 1 miliar untuk peraih medali perunggu. Bonus ini tentu jauh lebih besar dibandingkan Olimpiade sebelumnya yang sebesar Rp 1 miliar untuk peraih medali emas.

Target pemerintah untuk meraih tiga medali emas di Olimpiade Rio memang sangat masuk akal. Tentunya target emas ini untuk cabang bulu tangkis. Bukannya mengecilkan cabang olahraga lainnya. Memang selama ini yang selalu menyumbangkan medali emas merupakan atlet bulu tangkis. Jika atlet dari cabang olahraga lain mampu meraih emas tentu akan menjadi catatan sejarah bagi olahraga tersebut.

Tiga emas ini dibebankan untuk sektor ganda Indonesia yang merupakan pasangan top dunia. Di ganda putra, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan merupakan Juara Dunia 2015 dan kini menempati peringkat dua dunia.

Di ganda putri, Indonesia memiliki pasangan Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari yang merupakan peraih medali emas Asian Games 2014. Kini Greysia/Nitya menempati peringkat tiga dunia.

Sedangkan di ganda campuran, Indonesia mengirimkan dua pasangannya ke Olimpiade Rio melalui Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang menorehkan rekor menjadi juara All England tiga kali beruntun pada 2012-2014 dan menjadi Juara Dunia 2013. Tontowi/Liliyana akan ditemani junior mereka, Praveen Jordan/Debby Susanto yang merupakan juara All England 2016.

Empat pasangan ganda ini sangat berpeluang untuk meraih medali di Olimpiade Rio, khususnya untuk meraih medali emas. Namun mereka harus melakoni babak grup dengan lawan-lawan yang tidak bisa dibilang mudah yang akan dipertandingkan pada 11 Agustus 2016 mendatang.

Hendra/Ahsan sudah harus menghadapi lawan berat di fase grup melawan Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa dari Jepang dan Chai Biao/Hong Wei dari Cina di Grup D. Meski rekor pertemuan Hendra/Ahsan lebih baik melawan dua pasangan ini, namun jalannya pertandingan diperkirakan akan sangat ketat. Satu pasangan lagi dalam grup yaitu Manu Atri/Reddy B Sumeth dari India, Hendra/Ahsan diperkirakan akan mudah melewatinya.

Hendra/Ahsan juga diperkirakan akan menghadapi lawan yang berat di babak semifinal dan final. Dalam dua tahun terakhir, Hendra/Ahsan kerap diganjal dua pasangan lain yaitu pasangan peringkat satu dunia, Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong dari Korea Selatan dan pasangan peringkat tiga dunia, Zhang Nan/Fu Haifeng dari Cina.

Laga berat juga akan dihadapi Greysia/Nitya di fase grup karena berada bersama pasangan Malaysia, Vivian Kah Mun Hoo/Won Khe Wei di Grup C. Pasangan ini kerap merepotkan barisan pertahanan Greysia/Nitya. Terbukti di turnamen Indonesia Open 2016 lalu, Greysia/Nitya harus bertekuk lutut melawan pasangan ini di babak kedua.

Namun secara keseluruhan, jika melihat rekor pertemuan dengan pasangan ganda putri dunia lainnya, Greysia/Nitya sangat berpeluang. Apalagi dengan tidak turunnya juara bertahan medali emas Olimpiade dari Cina, Tian Qing/Zhao Yunlei.

Dengan pasangan dunia lainnya seperti Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi dari Jepang atau Tang Yuanting/Yu Yang dari Cina, Greysia/Nitya juga memiliki rekor pertemuan yang berimbang, pernah kalah dan juga menang. Mental bertanding Greysia/Nitya akan menentukan terhadap hasil laga nanti.

Laga fase grup tak kalah berat juga akan dihadapi dua pasangan ganda campuran Indonesia. Tontowi/Liliyana diperkirakan akan menjalani pertandingan sengit di fase grup saat melawan pasangan Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying di Grup C.

Sedangkan Praveen/Debby harus menghuni ‘Grup Neraka’ yaitu Grup A. Dalam grup itu, Praveen/Debby berada bersama pasangan peringkat satu dunia dari Cina sekaligus juara bertahan Olimpiade Zhang Nan/Zhao Yunlei, Juara Asia 2014 dan Juara Australia Open 2015 dari Hong Kong Lee Chun Hei Reginald/Chau Hoi Wah serta pasangan ulet dari Jerman, Michael Fuchs/Birgit Michels.

Dengan ketentuan juara grup akan melawan runner up grup di babak perempat final, maka baik Tontowi/Liliyana dan Praveen/Debby bisa saling ‘bunuh’. Hal ini bisa terjadi jika Tontowi/Liliyana menjadi juara grup, sedangkan Praveen/Debby menjadi runner up grup.

Kemungkinan saling ‘bunuh’ antara sesama wakil Indonesia bisa dihindari jika kedua pasangan Indonesia bisa melaju ke babak perempat final sebagai juara grup atau sama-sama runner up grup. Namun tentunya akan sangat tidak mudah jika Tontowi/Liliyana akan melawan Zhang/Zhao sebagai juara grup, di perempat final yang akan menjadi final yang terlalu dini bagi kedua pasangan yang kerap menjadi rival di setiap turnamen dunia.

Pemain tunggal putra, Tommy Sugiarto yang berada di Grup J bersama Howard Shu dari Amerika Serikat dan Osleni Guerrero dari Kuba. Tommy diperkirakan akan mudah untuk lolos sebagai juara grup.

Di babak perdelapan final, Tommy diperkirakan akan melawan Rajiv Ouseph dari Inggris. Jika menang lagi, Tommy akan menghadapi Viktor Axelsen dari Denmark di perempat final. Tommy dikalahkan Viktor di laga final Piala Thomas 2016 sebagai tunggal pertama. Denmark meraih Piala Thomas 2016 dengan menundukkan Indonesia, 3-2.

Jika Tommy mampu lolos ke babak semifinal, kemungkinan akan melawan pemain peringkat satu dunia asal Cina, Chen Long. Sedangkan semifinalis lainnya kemungkinan akan diisi juara bertahan medali emas Olimpiade, Lin Dan melawan pemain peringkat dua dunia dari Malaysia, Lee Chong Wei.

Peta persaingan di tunggal putra diperkirakan akan berputar di tiga pemain yaitu Chen Long dan Lin Dan dari Cina serta Lee Chong Wei dari Malaysia. Lin Dan berambisi untuk meraih tiga medali emas Olimpiade secara beruntun. Sebelumnya Lin Dan berhasil meraih medali emas di Olimpiade 1998 dan 2012.

Begitu pun dengan Lee Chong Wei yang sangat berambisi untuk meraih medali emas Olimpiade pertamanya sebelumnya ia ‘gantung raket’. Lee memang pantas membalaskan dendamnya karena selalu dikandaskan Lin Dan di dua kali final Olimpiade 1998 dan 2012 dan harus puas meraih dua medali perak.

Sedangkan bagi Chen Long, Olimpiade Rio ini bisa menjadi puncak karirnya selama ini. Pada Olimpiade 2012 lalu, ia harus puas meraih medali perunggu. Meraih medali emas pertamanya ini, bisa menjadi momen untuknya keluar dari ‘bayang-bayang’ Lin Dan yang menjadi legenda di Cina.

Wakil terakhir Indonesia yaitu Linda Wenifanetri di tunggal putri. Hasil undian kurang menguntungkan karena Linda berada di Grup J bersama juara All England 2016 dari Jepang, Nozomi Okuhara dan pemain dari Vietnam, Vu Thi Trang.

Linda akan sangat berat memenangkan laga melawan Nozomi. Sedangkan Linda juga pernah kalah melawan Vu di SEA Games 2015 lalu. Linda butuh semangat yang tinggi serta keajaiban untuk lolos karena hanya juara grup yang lolos ke babak selanjutnya di sektor tunggal.

Peta persaingan di tunggal putri pun sangat merata. Dua pemain Cina yang turun ke Olimpiade Rio yaitu Li Xuerui dan Wang Yihan juga tidak mendominasi turnamen-turnamen dunia dalam satu tahun terakhir.

Juara Dunia 2014 dan 2015 dari Spanyol, Carolina Marin tentu tidak akan membiarkan pemain Cina berjaya lagi di Olimpiade Rio. Belum lagi, hadangan dari pemain Thailand, Ratchanok Inthanon dan pemain India, Saina Nehwal yang juga cukup tangguh dalam beberapa turnamen terakhir. Serta tidak lupa dua pemain Jepang yaitu Nozomi Okuhara dan Akane Yamaguchi yang kerap menjadi ‘kuda hitam’ dalam setiap turnamen, bisa membuat kejutan di Olimpiade Rio.

Dengan peta persaingan yang merata di sektor tunggal putri, semoga Linda mampu  membuat kejutan di Olimpiade Rio sama halnya saat ia secara mengejutkan mampu meraih medali perunggu di Kejuaraan Dunia BWF 2015 lalu sebagai pemain non-unggulan.

Sebagai warga negara Indonesia, tentunya kita akan sangat berharap lagu kebangsaan Indonesia Raya akan berkumandang di Olimpiade Rio, tak hanya satu kali, tetapi juga tiga kali yang menandakan masing-masing untuk peraih medali emas.

Tiga medali emas itu akan menjadi kado yang sangat indah untuk perayaan Hari Kemerdekaan Republika Indonesia ke 71 tahun yang jatuh pada 17 Agustus 2016 mendatang. Raihan tiga medali emas akan memecahkan rekor Olimpiade 1992 dengan dua medali emasnya.

Bismillah...

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement