REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Wartawan Republika, Arif Supriyono
Di antara 13 anggota kabinet yang diganti oleh Presiden Joko Widodo, ada dua menteri yang paling banyak menjadi perbincangan. Mereka adalah Anies Baswedan dan Rizal Ramli. Sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan, Anies dianggap sesuai menempati posisi tersebut.
Latar belakang Anies yang pernah menjadi rektor sebuah perguruan tinggi swasta juga dianggap mendukung jabatannya sebagai menteri. Cara atau pendekatan yang dilakukan Anies juga sangat humanis dan banyak mendapat simpati. Ia antara lain pernah mengecam perilaku bawahannya yang tak mempedulikan tatkala ada seorang guru sepuh dari daerah yang ingin mengurus kepangkatannya.
Padahal, guru itu jauh-jauh datang dari Semarang. Sudah lebih dari 20 tahun guru itu mengabdi sebagai pendidik di taman kanak-kanak. Sesampai di Jakarta, pejabat yang ditemui tak ada di tempat. Ia harus naik-turun pindah ruangan untuk mencari pejabat tersebut. Secara kebetulan, Anies bertemu guru itu dan sempat menanyakan keperluannya.
Ketika Anies berada di lantai yang berbeda, ternyata bertemu dengan ibu itu lagi. Saat Anies menanyakan urusannya, ibu itu menjawab bahwa pejabat yang dicainya tak ada di tempat dan ia terpaksa harus pulang lagi ke Semarang. Anies lalu mengirim pesan ke grup WA (WhatsApp) pejabat eselon I Kemendikbud. Kiriman pesan itu berisi kecaman atas sikap pejabat yang sulit ditemui. Anies meminta hal seperti itu tak boleh lagi terjadi.
Pesan Anies itu pun tak pelak menyebar luas ke mana-mana dan terbaca khalayak. Bisa jadi, ini memang bagian dari upaya Anies untuk menyebarkan pikiran dan kebijakannya. Mantan mendikbud itu juga menegaskan larangan perpeloncoan yang disertai hukuman fisik maupun kekerasan dalam masa orientasi murid atau mahasiswa baru.
Sejauh ini, perintah tersebut cukup efektif dan belum terdengar jatuhnya korban kekerasan di kalangan siswa/mahasiswa baru. Meski perubahan besar belum dirasakan di dunia pendidikan, misalnya kritik Anies soal kurikulum 2013 yang ternyata masih juga dipakai, namun cara dan pendekatan dia dianggap mengena. Ia juga berpromosi agar para orang tua bersedia mengantar anaknya ke sekolah di hari pertama.
Lain lagi soal penggantian Rizal Ramli. Menko kemaritiman itu pun dinilai tak memiliki masalah serius dengan presiden. Ia baru setahun menduduki posisi itu, menggantikan pejabat lama Indroyono Susilo. Kinerjanya pun dianggap tak mengecewakan.
Selain dikenal berani, Rizal juga tak mau kompromi terhadap prinsip- prinsip penyimpangan program atau kebijakan. Tatkala awal menjabat, Rizal juga bersikap keras atas beberapa bisnis yang melibatkan pejabat. Bahkan kemudian ada yang menganalisis, bahwa masuknya Rizal memang disengaja oleh presiden untuk mengerem laju kelompok bisnis milik keluarga Kalla.
Memang, beberapa kali Rizal terlihat beda pandangan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yakni soal pembangunan pembangkit listrik dan pengembangan rute internasional serta armada pesawat Garuda, Persoalan itu kemudian menguap tanpa ada kabar lagi. Justru masalah hangat yang belum terlalu lama terjadi adalah beda pendapat antara Rizal dan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ini terkait dengan reklamasi Pulau G di perairan Jakarta.
Rizal minta agar rencana reklamasi itu dihentikan. Ada tiga menteri yang mendukungnya, yakni Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya; Menteri Kelautan dan Perikanan, Sri Pudjiastuti; serta Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Sofyan Djalil. Keempat menteri itu sepakat agar reklamasi di Pulau G yang sudah berjalan tersebut dihentikan.
Alasan penghentian itu karena reklamasi tersebut menghambat lalu lintas nelayan tradisional sehingga membahayakan masyarakat nelayan. Di samping itu, di lokasi pembangunan Pulau G sangat dekat dengan jaringan pipa gas. Sesuai ketentuan internasional dan pemerintah, 500 m dari jaringan pipa gas harus bersih dari hal apa pun. Atas larangan ini, Ahok lalu berkirim surat ke presiden.
Ini yang membuat Rizal heran dan tak habis pikir. "Saya juga bingung kenapa dia (Basuki) ngotot. Ahok itu gubernur DKI atau karyawan pengembang?" ujar Rizal di Istana Presiden kala itu. Menurut Rizal, satu menteri saja sebenarnya sudah cukup untuk menghentikan reklamasi itu. Ini bahkan ada empat menteri dan semuanya menolak.
Anehnya, kekuatan empat menteri terkait tersebut tak juga mempan mengurungkan niat Ahok untuk meneruskan proyek yang didanai Grup Agung Podomoro. Tak berapa lama, setelah silang pendapat soal reklamasi Pulau G, presiden melakukan perombakan kabinet. Anehnya, Rizal pun terpental dari kursi yang baru satu tahun didudukinya.
Banyak pihak yang kemudian menganalisis, apa yang jadi penyebab tersingkirnya Rizal yang dianggap tak punya dosa berat itu. Beberapa kalangan pun lalu mengaitkan ‘perseteruan’ antara Rizal dengan Ahok. Namun, Ahok menolak untuk mengaitkan perseteruannya dengan Rizal Ramli dan perombangan kabinet. Dalam kasus ini, presiden dinilai pengamat lebih memilih Ahok ketimbang mempertahankan Rizal.
Maka, tetap muluslah rencana reklamasi dan pembangunan di Pulau G. Selama ini Joko Widodo memang memberikan dukungan sepenuhnya atas semua kebijakan dan langkah Ahok untuk menata Jakarta, sehingga tak pernah mempersoalkan. Presiden sepertinya merasa tak ada masalah dengan kebijakan dan banyaknya kontroversi Ahok dalam pelbagai hal. Bahkan, presiden juga memberi peluang besar pada Ahok untuk menatap masa depannya.
Pernyataan pakar hukum pidana Prof Romli Atmasasmita yang menganggap soal Rumah Sakit Sumber Waras merupakan bukti nyata pelanggaran hukum yang dilakukan Ahok, tak juga punya pengaruh di mata presiden. Malahan ada yang memprediksi, Ahok memang sengaja dijaga agar tetap dapat maju sebagai calon gubernur Jakarta pada pemilihan tahun 2017 nanti.
Tak hanya itu, seberkas sinar sebagai sinyal, bahwa Ahok juga akan menjadi salah satu calon pendamping yang dipertimbangkan Joko Widodo --untuk pemilihan presiden 2019-- kini mulai terlihat. Popularitas Ahok saat menjabat gubernur Jakarta mungkin menjadi salah satu pertimbangan.
Sangat boleh jadi, skenario ini lantaran juga adanya keterlibatan pihak lain/luar yang memberi alternatif agar Ahok termasuk salah satu sosok yang diperhitungkan sebagai bakal calon wakil presiden bagi Joko Widodo. Kalau prediksi itu benar, maka jelaslah mengapa Ahok punya daya tawar dan posisi yang kuat bagi pihak lain, meski menghadapi menteri sekalipun. Pantaslah bila Rizal akhirnya terpental.