REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Gilang Akbar Prambadi (Wartawan Republika)
Dahaga pecinta sepak bola tanah air akan rasa haus menyaksikan tim nasional (timnas) berlaga di lapangan hijau akhirnya tuntas. Selasa (6/9) lalu, pasukan Garuda Merah Putih kembali ke arena untuk bertarung membawa nama bangsa dan negara.
Satu setengah tahun lamanya, masyarakat pecinta sepak bola mesti menderita karena tak bisa menikmati Timnas Indonesia bertanding. Ini karena pembekuan PSSI oleh induk organisasi sepak bola dunia, FIFA, yang otomatis mencabut hak Timnas Indonesia untuk bisa merumput di lapangan.
Mungkin berlebihan untuk berperasaan nelangsa hanya karena tak bisa menyaksikan Timnas sepak bola berlaga. Toh, obat rindu masih tersedia dengan ragam turnamen level klub yang saban tahun digelar oleh sejumlah pihak.
Namun, arti dari penampilan Timnas Indonesia sangatlah dalam. Khususnya bagi mereka yang klub idolanya tak diajak berpartisipasi dalam ajang-ajang tak resmi selama ini.
Bahkan para pendukung klub-klub mapan yang jadi langganan diundang untuk mengikuti ragam turnamen lokal selama ini pun merasakan hal setali tiga uang. Seperti apapun raihan tinggi yang dicapai oleh klub di ajang-ajang tak resmi selama ini belum terobati tanpa penampilan Timnas.
Siapa tak sakit melihat negara-negara lain dengan gempitanya merayakan keikutsertaan Timnasnya di ajang Piala Eropa 2016 dan Olimpiade 2016? Memandang orang-orang negara lain dengan sukacita merayakan penampilan Timnasnya di lapangan tentu sangat mengiris kita, rakyat Indonesia penggila sepak bola.
Terlebih, rasa iri pasti pula menjalar ketika melihat Timnas negara tetangga, Thailand, sanggup melenggang jauh di fase kualifikasi Piala DUnia 2018. Semua itu, membuat arti dari laga Timnas Indonesia Selasa lalu semakin bernilai bagi masyarakat nusantara.
Kebahagiaan begitu terpancar baik pra maupun pasca laga. Sebelum laga, tak ada yang peduli dengan pemilihan Malaysia sebagai lawan tanding. Siapa pula yang sibuk berpikir, laga tersebut hanyalah uji coba sehingga tak terlalu bersubtansi dari kaca mata gengsi.
Masyarakat hanya peduli, Timnas kembali ada di lapangan, berkeringat mengejar bola untuk rakyat Indonesia. Kita pun semakin bahagia dengan kemenangan 3-0 yang mampu diraih atas pasukan Harimau Malaya.
Kembali, tak ada satupun yang sibuk beropini mengenai belum padunya penampilan Timnas. Tidak pula ada yang repot terganggu karena pemain-pemain debutan tak maksimal menjalankan peran. Masyarakat hanya peduli, sang Garuda sudah bisa kembali ke angkasa.
Sangat bijak untuk menganggap kemenangan tiga gol tanpas balas atas tim tamu sebagai sebuah hadiah. Pun demikian, tak kalah bijak jika memaklumi performa Timnas yang pada laga tersebut terbilang biasa-biasa saja.
Wajar jika permainan Irfan Bachdim dan kawan-kawan masih belum eksplosif. Setahun setengah terkurung, otot-otot Garuda tentu masih kaku. Terpenting, Garuda sudah kembali mengangkasa. Kepakan pada laga pertama berjalan cukup baik, selanjutnya semua masih bisa dibenahi.
Jika berbicara soal gelaran resmi perdana pasca lama absen, yakni Piala AFF di Myanmar November nanti, tentu masih cukup waktu untuk mengembakan kemampuan. Andaipun tak optimal meraih prestasi, itu masih bisa dinilai normal karena tentu saja, sang Garuda masih perlu waktu untuk kembali fasih mengangkasa.