REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Firkah Fansuri
Para pekerja Cina dalam beberapa bulan terakhir mudah ditemukan di Indonesia. Wajah bermata sipit tersebut gampang dijumpai di proyek-proyek yang sumber pendanaannya dari negara Tirai Bambu. Para pekerja Cina tak hanya ditemukan di kota-kota besar. Namun mereka tidak sedikit bekerja di pelosok daerah seperti di Sulawesi Tenggara.
Kita memahami sebenarnya bukan hal yang baru pekerja asing mencari nafkah di negeri ini. Sejak puluhan tahun silam berbagai negara yang menanamkan investasinya di Indonesia juga mengirim tenaga kerjanya ke sini. Para pekerja asing tersebut berasal dari Jepang, Korea, Amerika Serikat, Singapura dan negara-negara Eropa.
Dari para pekerja asing yang sudah datang silih brganti ke negeri kita tidak ada yang menyita begitu banyak perhatian selain Cina. Tenaga kerja Jepang sudah sejak Orde Lama malang-melintang di Indonesia. Tenaga kerja asal Amerika Serikat dan Eropa juga sudah datang ke Jakarta dan wilayah lainnya sebelum Presiden Soeharto tahun 1965 berkuasa.
Lantas ada apa dengan tenaga kerja asal Cina? Pertanyaan itu menarik untuk dijawab karena satu tahun terakhir isu membanjirnya pekerja Cina terus mengemuka ke permukaan. Setidaknya kita bisa melihat tiga faktor ramainya pembicaraan soal tenaga kerja Cina. Pertama, meningkatnya investasi Cina di Indonesia. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), kuartal pertama tahun 2016, Cina akhirnya masuk ke dalam lima negara dengan investasi terbesar ke Indonesia. Cina berada di urutan keempat dengan investasi 500 juta dolar AS atau naik 400 persen untuk periode yang sama tahun lalu di bawah Singapura, Jepang, dan Hongkong. Meningkatnya investasi Cina membawa konsekuensi akan semakin banyak tenaga kerja Cina masuk untuk mengerjakan proyek-proyek asal investor negara mereka.
Faktor kedua, pekerja Cina sampai ke level bawah. Dibandingkan dengan pekerja asing dari negera lain, pekerja Cina mengisi posisi-posisi sampai ke level bawah. Wakil Ketua Kadin Shinta W Kamdani mengatakan, investor Cina menjadi negara yang paling banyak mendatangkan tenaga kerja dari negerinya. "Kalau dari Cina jumlah (tenaga kerja) besar. Mereka bahkan isi mulai dari level menengah hingga bawah juga," ujar Shinta Senin (31/10). Padahal negara-negara seperti Jepang biasanya hanya mengirimkan tenaga-tenaga ahli di proyek-proyek mereka. Sedangkan untuk level bawah diisi oleh pekerja lokal. Kebijakan Cina seperti itu membuat pekerja level bawah tidak nyaman. Apalagi pekerjaan level bawah sesungguhnya bisa dikerjakan oleh tenaga kerja dari Indonesia.
Faktor ketiga yang membuat pekerja Cina menjadi ramai dibicarakan karena kebijakaan bebas Visa Cina ke Indonesia. Kita memahami tujuan utama pemerintah menerapkan bebas Visa Cina ke Indonesia adalah untuk meningkatkan jumlah kunjungan mereka ke negara kita. Dengan masuknya wisatawan Cina ke Indonesia maka devisa juga akan meningkat. Pariwisata nasional juga diyakini akan berkembang. Sebab, Cina sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia memiliki potensi untuk beramai-ramai mengunjungi negara kita.
Namun dalam perjalanan, kebijakan bebas visa tersebut ternyata tidak sedikit yang disalahgunakan. Warga Cina yang berkunjung ke Indonesia kemudian bekerja di sini dengan melanggar batas waktu kunjungan. Aparat kepolisian dan Imigrasi kita sudah beberapa kali menangkap dan membongkar kasus ini. Pelanggaran izin kunjungan warga Cina ini membuat pandangan negatif terhadap pekerja Cina juga menjadi berkembang.
Pemerintah tentu saja tidak bisa tinggal diam. Harus melakukan langkah-langkah agar isu negatif pekerja Cina tidak terus terjadi. Apalagi menurut Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri Indonesia tidak kebanjiran tenaga kerja asal Cina. Jumlah pekerja asal Cina setara dengan jumlah pekerja asing dari negara lainnya yang bekerja di Indonesia. Pekerja asal Cina jumlahnya fluktuatif, sekitar 14 ribu orang-16 ribu orang dalam periode satu tahun sebagaimana pekerja asing lain di Indonesia yang totalnya 70 ribuan orang.
Kita banyak berharap kepada pemerintah. Karena pemerintah sebenarnya telah memiliki peraturan yang meliputi jumlah pekerja asing dalam suatu investasi. Seperti UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Di dalam beleid tersebut juga tercantum level-level yang dapat ditempati tenaga kerja asing. Sekarang tinggal pemerintah memberlakukan ketentuan itu dan tentu saja mengawasinya secara ketat.