Senin 16 Jan 2017 16:16 WIB

Membedah Debat Pertama Gubernur Jakarta

Paslon Cagub dan Cawagub DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno saat mengikuti debat publik perdana di Jakarta, Jumat (13/1) malam
Foto: Republika/Prayogi
Paslon Cagub dan Cawagub DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno saat mengikuti debat publik perdana di Jakarta, Jumat (13/1) malam

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Abdullah Sammy

Para calon gubernur DKI Jakarta telah usai melaksanakan debat perdananya. Dalam debat perdana ini, ada sejumlah catatan yang patut kita simak.

Catatan tentu bukan soal si pembawa acara Ira Koesno yang mendadak paling mencuri perhatian di ranah sosial media usai debat pertama. Sebab, pada bahasan kali ini, sisi yang akan dibahas adalah soal relevansi debat sebagai cara mengukur gaya kepemimpinan masing-masing calon.

Dari debat pertama, kita bisa menganalisis gaya kepemimpinan masing-masing calon dari ucapan maupun latar belakangnya.

Calon pertama Agus Yudhoyono (AHY) dan Slylviana Murni tampak jelas karakter yang melekat lazim dimiliki tentara dan birokrat.

Sepanjang debat, terlihat gaya normatif dan aman dari kedua pasangan ini. Dalam berargumentasi, pasangan ini tampak lebih fokus pada janji-janji yang umum kepada masyarakat.

Jualannya adalah janji bantuan langsung sementara tunai serta bantuan dana bergulir.

Sedangkan dalam berdebat, pasangan nomor satu tampak mencoba menghindari 'konflik' dengan pasangan lain. Kalaupun ada serangan, dikemas dalam bahasa yang normatif dan tak langsung menyasar kepada kandidat lain.

Ini tercermin dari ucapan AHY saat ditanya soal pendidikan moral. Dalam retorikanya, AHY menyoroti karakter si pemimpin harus menjadi contoh. Di sisi ini, AHY tak langsung menyerang karakter si pejawat yang tak patut dicontoh karena kerap berkata kasar di depan publik.

Sebaliknya, pasangan calon nomor dua Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot memiliki karakter yang menyerupai seorang CEO perusahaan atau pengusaha.

Bahasa yang dikeluarkan lebih frontal. Ahok secara terbuka berani 'berkonflik' dengan calon lain. Sebagai pejawat, dia pun tampak percaya diri memperlihatkan data kemajuan di era pemerintahannya.

Ini seperti penutupan diskotek dan pembangunan Kalijodo. Jualan utama Ahok adalah program yang dianggapnya berhasil dan mesti dilanjutkan lima tahun kemudian.

Sedangkan padangan nomor urut tiga, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno lebih menonjolkan karakter yang taktis, runut, dan rasional. Karakter yang khas dimiliki seorang ilmuan.

Dalam berdebat, Anies tampak begitu dialektis. Dengan sejumlah antitesisnya yang mampu mematahkan sejumlah argumentasi pasangan lawan.

Salah satu contoh nyata bagaiamana Anies mampu menangkis serangan Ahok tentang ekspoitasi penggusuran yang dijadikan janji yang memanipulasi rakyat.

Anies malah membongkar janji politik Ahok lima tahun lalu soal kampung deret yang juga pernah disampaikan saat forum debat. Bahkan saat itu, eksperimen kampung deret tepi sungai disampaikan pasangan Ahok-Jokowi dengan membawa alat peraga lengkap dengan gambarnya.

Anies mampu membuktikan secara terukur bahwa konsep tidak menggusur di pinggiran kali sebenarnya ada tesisnya. Tapi malah tesis yang pernah disampaikan Ahok bersama pasangannya Jokowi pada 2012, dilanggar sang pejawat sendiri.

Secara tak langsung Anies membuktikan ucapan Ahok saat debat tak sesuai kenyataan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement