Jumat 31 Mar 2017 05:48 WIB

Minimnya Keterpilihan Perempuan

Wartawan Senior - Nurul Hamami
Foto: Republika/ Wihdan
Wartawan Senior - Nurul Hamami

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nurul S Hamami, Wartawan Senior Republika

Pilkada serentak 2017, ternyata masih belum berpihak kepada kaum perempuan. Ini bisa dilihat dari kandidat perempuan terpilih yang jumlahnya sangat minim. Dari 45 perempuan yang ikut mencalonkan diri sebagai kepala daerah maupun wakil kepala daerah, hanya 15 yang terpilih atau sekitar 33,3 persen saja.

Bila dikerucutkan lagi ke dalam 202 kursi kepala daerah dan wakil kepala daerah, tersedia di 101 daerah yang melaksanakan pilkada, maka keterpilihan perempuan di 15 daerah itu hanya 7,4 persen. Persentase perempuan terpilih tersebut menjadi lebih kecil lagi bila dibandingkan dengan keseluruhan kontestan yang berjumlah 620 orang (310 pasangan calon), yakni 2,4 persen.

Jumlah keterpilihan perempuan itu berada sedikit di bawah Pilkada 2015. Kala itu, dari 528 kursi kepala daerah dan wakil kepala daerah di 264 daerah yang menggelar pilkada, jumlah perempuan terpilih sebanyak 46 orang (8,7 persen) yang tersebar di 46 daerah.

Sedangkan, jumlah perempuan yang maju ke pilkada tahun 2015 sebanyak 124 orang. Ini artinya, ada 37 persen yang terpilih sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. Angka ini masih lebih tinggi dibandingkan di 2017.

Dominasi politikus

Jumlah perempuan terpilih di Pilkada 2017 masih didominasi oleh politikus (kader partai) dan juga pejawat. Dari 15 yang terpilih, di antaranya sebanyak sepuluh orang adalah politikus dan empat pejawat kepala daerah dan wakil kepala daerah.  Dari kesepuluh kader partai tersebut, lima orang anggota DPRD dan tiga anggota DPR.

Fakta tersebut tidak jauh berbeda dengan keterpilihan perempuan di Pilkada 2015 yang didominasi oleh kader partai dan pejawat. Terdapat 12 dari 24  perempuan yang terpilih sebagai kepala daerah berlatar belakang pejawat dan kader partai. Sedangkan, sembilan dari 22 perempuan yang terpilih sebagai wakil kepala daerah adalah anggota DPR/DPRD/DPD, serta enam orang merupakan kader partai.

Mendominasinya perempuan kader partai yang sekaligus juga anggota legislatif, menunjukkan bahwasannya mesin partai bekerja dengan baik di daerah pencalonan perempuan. Hal ini juga tidak terlepas dari ketokohan perempuan tersebut di daerah masing-masing yang dikenal luas oleh masyarakat setempat sebagai pekerja partai.

Sebagai contoh, ketokohan tersebut ditunjukkan oleh terpilihnya Masnah Busro sebagai kepala daerah di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Awalnya, dia adalah politikus Partai Amanat Nasional, kemudian pindah ke Partai Golkar dan terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019. Pencalonannya di Pilkada 2017 justru melalui partai lain lantaran Golkar memilih figur yang lain.

Masnah nyaris tidak bisa berkontestasi sebelum akhirnya di saat-saat terakhir PKB dan PAN mengusungnya maju bersama kader PAN Bambang Bayu Suseno sebagai wakilnya. Namun, karena ketokohannya di masyarakat, Masnah-Bambang akhirnya memenangi pilkada. Perolehan suaranya jauh di atas jagonya Golkar di pemilihan tersebut.

Contoh lainnya adalah Winarti yang memenangi Pilkada Kabupaten Tulang Bawang. Lampung. Berpasangan dengan tokoh PAN setempat, Hendriwansyah, perolehan suaranya mengalahkan bupati pejawat Hanan A Rozak yang berpasangan dengan Heri Wardoyo. Sebagai kader PDI Perjuangan dan ketua DPRD Tulang Bawang, ketokohan dan kualitas Winarti diakui masyarakat lewat suara yang diberikan kepadanya.

Fakta yang memperlihatkan tingginya angka keterpilihan perempuan kader partai politik pada dua pilkada serentak tersebut, semestinya mendapat respons positif dari para elite partai. Ini membuktikan perempuan kader partai yang  berkualitas dan mengakar di masyarakat, layak dikedepankan dalam pencalonan di pilkada. Jangan lagi hanya terpaku pada calon-calon dengan popularitas tinggi, tapi mulailah berani menampilkan yang berkualitas.

Tingkat keterpilihan perempuan berlatar belakang kekerabatan politik yakni memiliki hubungan keluarga dengan kepala daerah/wakil kepala daerah yang masih menjabat, juga lumayan tinggi. Dari 15 perempuan terpilih di Pilkada 2017, sebanyak empat orang merupakan istri kepala daerah sebelumnya dan satu orang adalah anak kepala daerah yang saat ini sedang menjabat.

Dari empat perempuan terpilih yang merupakan istri kepala daerah sebelumnya, masing-masing dua orang akan menjadi kepala daerah menggantikan suaminya dan dua orang lagi akan menjadi wakil kepala daerah.

Mereka yang akan menggantikan suaminya adalah Dewanti Rumpoko yang akan mengambil alih posisi Eddy Rumpoko sebagai wali kota Batu, Jawa Timur. Satu lagi yakni Noormiliyani yang akan menggantikan Hasanuddin Murad sebagai bupati Barito Kuala, Kalsel. Yang menarik, Noormilyani yang sebelumnya adalah Ketua DPRD Kalsel, berpasangan dengan keponakannya yakni Rahmadian Noor sebagai wakil bupati.

Sedangkan, yang akan menjadi wakil kepala daerah masing-masing Enny Anggraeni Anwar yang akan menjadi wakil gubernur Sulawesi Barat dan Afridawati yang akan menjabat sebaga wakil bupati Simeulue, Aceh. Enny yang sebelumnya anggota DPR adalah isteri Gubernur Sulbar saat ini Adnan Anwar Saleh, sementara Afridawati adalah isteri bupati Simeulue dua periode, 2002-2007 dan 2007-2012, Darmili.

Kekerabatan politik juga terlihat dari terpilihnya Karolin Margret Natasa sebagai bupati Landak, Kalimantan Barat. Di adalah anak dari Gubernur Kalbar saat ini Cornelis yang pernah menjadi bupati Landak pada 2001-2006 dan 2006-2008. Karolin yang anggota DPR dari PDIP berpasangan dengan wakil bupati sebelumnya, Herculanus Heriadi. Mereka adalah pasangan calon tunggal di kabupaten tersebut.

Meski mendapat kritikan tajam dari berbagai kalangan, namun kekerabatan politik dalam pilkada tetap eksis. Masyarakat tampaknya masih bisa menerima dan tetap memilih kandidat yang memiliki ikatan kekerabatan dengan kepala daerah/wakil kepala daerah terdahulu. Ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi pegiat demokrasi yang menginginkan sirkulasi elite berjalan baik dan tidak hanya berputar dalam satu keturunan saja.

Keterpilihan perempuan di Pilkada 2017 juga diwarnai oleh masih terpilihnya pejabat kepala daerah/wakil kepala daerah yang masih menjabat (pejawat). Ada dua pejawat kepala daerah dan dua pejawat wakil kepala daerah yang kembali terpilih. Dua pejawat kepala daerah yang kembali terpilih adalah Neneng Hasanah Yasin di Kabupaten Bekasi dan Bupati Brebes Idza Priyanti. Sedangkan dua pejawat wakil kepala daerah yang kembali terpilih adalah Pahima Iskandar (Kota Sorong) dan Satya Titiek Atyani Joedir (Kabupaten Barito Selatan).

Secara keseluruhan, keterpilihan perempuan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di Pilkada 2017 dapat dikatakan sangat minim. Angka 7,4 persen tentu saja masih jauh dari harapan keterlibatan perempuan di ranah politik sebagai penentu kebijakan daerah, minimal sebesar 30 persen. Kontestasi pilkada masih terlihat maskulin. Saatnyalah partai politik sebagai pintu masuk pencalonan, lebih serius lagi dalam mengusung dan memenangkan perempuan di pilkada.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement