REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Rizky Jaramaya, Mutia Ramadhani, Muhammad Nursyamsi
Indonesia mempunyai potensi wisata halal sangat besar. Hal itu antara lain dibuktikan dengan keberhasilan Indonesia meraih tiga penghargaan pada World Halal Tourism Award (WHTA) 2015. Pada tahun 2016, Indonesia menyapu bersih 12 kategori yang diikuti dari total 16 kategori yang dilombakan dalam WHTA.
Potensi wisata halal Indonesia dimiliki oleh banyak provinsi. Selama ini yang sudah lebih dulu dikenal adalah Nusa Tenggara Barat (NTB), Sumatera Barat (Sumbar) dan Aceh. Di luar itu, banyak pula provinsi lain yang menyimpan potensi wisata halal yang sangat menarik dan berpeluang menjadi destinasi wisata halal global.
Melihat potensi wisata halal Indonesia yang sangat besar, tak heran kalau banyak invcestor asing tertarik untuk menanamkan investasinya di sektor pariwisata, khususnya wisata halal di Indonesia. Salah satunya adalah investor asal Malaysia.
Dalam The 1st North Maluku International Business Forum yang digelar di Ternate, Maluku Utara, 16-17 April 2017, Malaysia mengirimkan rombongan investor. Ketua Bahagian Internasional Dewan Perdagangan Melayu Putrajaya Malaysia, Datuk Jamal Asyahidan mengatakan dirinya membawa beberapa pengusaha Malaysia yang cocok dengan potensi di Maluku Utara.
Jamal mengaku menaruh perhatian khusus terhadap sektor wisata halal. Ia dan beberapa negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia membangun konsorsium Global Halal Travel. Dalam konsorsium ini, pengusaha asal Indonesia Riyanto Sofyan (chairman Sofyan Hotels Tbk) didapuk sebagai komisaris. "Kita ingin mengembangkan pasar terutama di Asia Tenggara. Kita ajak Thailand, Filipina, Brunei dan Singapura untuk mengembangkan Global Halal Travel," papar Jamal di Ternate, Ahad (16/4).
Jamal melihat Maluku Utara bisa menjadi destinasi wisata halal di Indonesia. Letaknya yang dekat dengan Filipina, Malaysia dan Brunei akan membuat wisatawan mudah menuju Maluku Utara.
Terlebih potensi alam Maluku Utara dinilai Jamal cukup mumpuni. "Maluku Utara itu masih natural masih banyak potensi yang bisa dikembangkan. Wisata halal akan sangat cocok terlebih mayoritas penduduknya Muslim," papar Jamal.
Sebelumnya, investor Arab Saudi juga ditengarai tertarik untuk berinvestasi wisata halal di Sumbar. Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, Arab Saudi tertarik untuk masuk di sektor pariwisata Sumatra Barat. Salah satu destinasi yang diunggulkan yakni Mandeh yang disebut sebagai Raja Ampat-nya Sumatra.
"Tadi diinstruksikan oleh Wapres untuk membuat proposal untuk Sumatra Barat, karena memang mereka sangat tertarik," ujar Arief usai rapat koordinasi pariwisata di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (3/3).
Arief menjelaskan, Sumatera Barat dipilih karena sudah menjadi pariwisata halal bersama dengan Lombok dan Aceh yang menawarkan pariwisata ramah. Selain itu, Arab Saudi juga tertarik di NTB dan Tanjung Kelayang Bangka Belitung.
Hal senada diungkapkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Trikasih Lembong. Ia mengatakan implementasi Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi (KLIK) untuk gelombang berikutnya akan lebih berfokus pada sektor jasa, salah satunya pariwisata.
Pemerintah berencana menawarkan pengembangan kawasan wisata syariah di Sumatra kepada investor yang tertarik, seperti Arab Saudi."Arab Saudi tertarik mengembangkan pariwisata di bagian barat Indonesia, seperti Sumatra Barat dan Belitong," kata Lembong dijumpai di Nusa Dua, Bali, Rabu (22/2).
Lembong mengatakan konsep pengembangan kawasan wisata syariah di Sumatra memanfaatkan kedekatan Indonesia secara geografis dengan Malaysia dan Singapura. Malaysia sukses menarik kunjungan tertinggi dari wisatawan mancanegara (wisman) asal negara Timur Tengah. "Jika kita bersinergi, kita bisa menawarkan destinasi tambahan, seperti di Belitong, Bukit Tinggi, dan Padang," kata Lembong.
Investor asal Timur Tengah dikabarkan tertarik mengembangkan wisata halal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Lombok Tengah. Beberapa duta besar dan investor dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Mesir sudah meninjau KEK Mandalika dan menyampaikan ketertarikannya untuk berinvestasi.
Presiden Direktur PT Indonesia Tourism Develompent Corporation (ITDC) Abdulbar Mansoer selaku pengelola KEK Mandalika, mengatakan, para duta besar dan investor tersebut telah menyampaikan beberapa persyarakat sebelum merealisasikan investasinya di KEK Mandalika. Ketiga syarat itu adalah adanya tempat ibadah yang nyaman, tersedianya makanan dan minuman yang halal, serta fasilitas untuk keluarga seperti ukuran kamar yang besar.
"Sudah ada yang datang. Kata mereka, syarat utamanya hanya ketiga itu saja," kata ujarnya di Praya, Lombok Tengah, Selasa (6/12).
Dia mengatakan, ITDC akan menyiapkan lahan seluas 300 hektare di area timur KEK Mandalika untuk dikembangkan sebagai klaster wisata halal dari total luas lahan 1.175,23 hektare. Dia berharap, klaster halal tersebut dapat menarik wisatawan Muslim dari Malaysia dan negara-negara Timur Tengah.
Pada kesempatan sebelumnya, sejumlah delegasi investor dari Australia menyampaikan ketertarikannya akan potensi kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sekitar 15 delegasi investor dari negeri Kangguru tersebut meninjau langsung sejumlah titik di kawasan seluas 1.200 hektar seperti di Bukit Merese dan Pantai Tanjung Aan bersama sejumlah direksi PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) pada Rabu (7/8).
Perwakilan Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia Chris Bandy mengatakan, sejumlah investor dan konsultan yang ikut dalam rombongan mengaku tertarik akan keindahan dan potensi KEK Mandalika. "Mereka bilang ini lokasi yang indah dan sangat bagus untuk investasi," ujar dia di Pantai Tanjung Aan, Lombok Tengah, NTB, Rabu (8/3).
Chris menambahkan, kunjungannya ke Bukit Marese dan Pantai Tanjung Aan dimaksudkan agar para delegasi bisa melihat secara langsung tentang potensi di kawasan yang digadang akan menjadi "the Next Nusa Dua" tersebut. Dia melanjutkan, ke depan rencananya juga akan ada pembicaraan lebih lanjut dengan ITDC terkait investasi yang akan ditanamkan di sini.