REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Erdy Nasrul, Jurnalis Republika Khusus Isu-Isu Agama dan Sosial
Wartawan surat kabar liberal Jerman Ullstein Arthur Kostler yang hidup pada permulaan abad ke-20 sangat menikmati kemapanan hidup di zamannya. Koestler mengerahkan potensi kewartawanannya di sana. Awalnya dia bekerja sebagai reporter. Kemudian naik jabatan menjadi redaktur bidang internasional. Ini adalah jabatan prestisius dan memiliki posisi tawar politik yang tinggi.
Dengan posisi itu, banyak tokoh masyarakat dan juga petinggi partai yang memohon kepadanya untuk mendapatkan penjelasan mengenai kondisi dunia dalam berbagai bidang. Analisis Koestler diperlukan untuk memprediksi perkembangan situasi sejumlah negara.
Pada 1930-an Koestler memperhatikan perkembangan zaman yang penuh dengan gejolak. Perang saudara antara Jerman Barat dan Timur tak terelakkan. Komunisme ketika itu banyak dielu-elukan, karena konsep kesetaraan mereka yang mengedepankan kebersamaan dalam meraih masa depan, menjadi daya tarik masyarakat luas, tak terkecuali Koestler, seperti yang tertulis dalam buku The God that Failed yang berisikan pengakuan sejumlah tokoh menjadi pengikut partai komunis.
Dunia ketika itu memaksa setiap orang untuk memihak kelompok tertentu, apakah itu partai komunis atau liberal. Koestler yang hidup dalam kemapanan ternyata diam-diam menyukai narasi proletariat yang digaungkan partai komunis Jerman.
Secara diam-diam dia mengirimkan surat ke komite sentral partai komunis di sana. Surat itu dibalas. Petinggi komite sentral bernama Herr Schneller meminta Koestler untuk bertatap muka di kantor penggilingan kertas Schneidemuhl pada waktu yang telah ditentukan.
Koestler yang muda dan penuh semangat memenuhi undangan itu. Ketika tiba di lobi bagian depan pabrik dia disambut resepsionis wanita berwajah datar. Pria itu menjelaskan kedatangannya ingin menemui Herr Schneller. Sang wanita terkejut.
Hatinya bertanya-tanya, siapa pria satu ini. Seorang pria tiba-tiba datang keluar menanyakan kepada Koestler ingin menemui siapa. Lagi-lagi sang wartawan menjelaskan dia sudah ditunggu Herr Schneller yang berbadan kurus pucat, pemimpin agitasi dan propaganda.
Akhirnya berhasil menemui pria si pengirim surat. Semula Koestler mengira Schneller adalah orang yang berwawasan luas dan membaca banyak buku. Ternyata, pria itu hanya membaca surat kabar resmi partai komunis, Rote Fahne. Media massa selain itu diabaikannya.