REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nur Hasan Murtiaji, Wakil Pemred Republika, Laporan dari Shaanxi, Cina
Masyarakat Muslim di Provinsi Shaanxi, Cina, hidup damai berdampingan dengan beragam komunitas yang ada di sana. Mereka juga beraktivitas normal ketika ada perayaan hari besar agama Islam.
Menurut Ketua Asosiasi Agama Islam Provinsi Shaanxi, Ding Ji Ping, masyarakat Muslim di wilayahnya memiliki kebebasan dalam menjalankan shalat berjamaah di masjid maupun ibadah lainnya. Pemerintah Cina, katanya, menjamin kebebasan beragama tersebut sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku.
"Tiap hari, kami bisa shalat lima waktu berjamaah. Tiap tahun, bisa berpuasa Ramadhan. Banyak juga Muslim di sini yang mau berangkat haji setiap tahunnya," kata Ding Ji Ping saat ditemui di Masjid Agung Xi'an, Kota Xi'an, Cina, Rabu (25/10) petang. Ding Ji Ping memiliki nama Islam, yakni Ismail ad-Din.
Pemerintah Cina, katanya, tidak menghalangi warga mereka untuk beribadah. Saat ini, di Provinsi Shaanxi terdapat sekitar 150 ribu Muslim. Sebanyak 90 ribu di antaranya tinggal di Kota Xi'an, ibu kota Provinsi Shaanxi.
Imam Masjid Agung Xi'an ini mengungkapkan, terdapat sekitar 150 masjid beragam ukuran, kecil maupun besar, berusia tua maupun muda, di seluruh wilayah Shaanxi. Adapun di Xi'an, ada 26 masjid. Masjid tertua dan terbesar adalah Masjid Agung Xi'an atau the Great Mosque of Xi'an.
Ismail menjelaskan, masjid yang berasitektur unik ini dibangun pada 1275 di masa Dinasti Ming yang dilanjutkan pada masa Dinasti Qing. Bangunan utama masjid ini berdinding bagian dalamnya berupa kaligrafi ukiran kayu tulisan Alquran. Masjid ini menempati lahan seluas 12 ribu meter persegi.
Masa panjang hingga 1.400 tahun keberadaan Masjid Huajeu--nama populer masjid ini di kalangan Muslim Xi'an karena lokasinya berada di Jalan Huajue nomor 30--menunjukkan bahwa masyarakat Muslim di Cina bisa berbaur dengan komunitas lainnya.
"Kami berharap, semua Muslim bisa memberikan sumbangan pada perdamaian dunia. Dan, kami menyampaikan salam perdamaian untuk seluruh masyarakat Indonesia," kata Ismail.
Menurutnya, Muslim Cina telah menyumbang bagi terciptanya perdamaian. Mereka juga dituntut untuk bekerja rajin demi menunjang bergeraknya perekonomian. "Kami memberikan kontribusi pada pembangunan masyarakat dan untuk perdamaian dan keamanan masyarakat kita," kata Ismail.
Muslim Cina, lanjut Ismail, juga ikut menjaga keamanan dan ketertiban negara. "Kita harus disiplin, tidak boleh mengganggu disiplin masyarakat."
Wakil Kepala Dinas Agama Provinsi Shaanxi, Lei Ximing, mengatakan, kebijakan Pemerintah Cina mengharuskan semua pemeluk agama dilindungi, termasuk Muslim. "Kami harus melindungi secara keseluruhan, tidak boleh sebagian. Dalam konstitusi ada harus melindungi kebebasan beragama," kata Lei yang menemani Ismail saat berbincang dengan sejumlah wartawan asal Indonesia di Masjid Huajue.
Adapun mengenai administrasi beragama, kata Lei, harus mengikuti aturan negara. Pemerintah, ungkapnya, ada biro agama yang setiap tahun memiliki anggaran khusus. Dana tersebut dikucurkan untuk melindungi bangunan bersejarah umat beragama.
Di Cina, ada lima agama yang diakui negara. Namun, kata Lei, pemerintah berharap, umat beragama bisa mandiri dalam hal pengelolaan keuangannya.
Baik Lei maupun Ismail mengakui, Muslim sudah membaur dalam hal profesi ataupun pekerjaan. Ada yang menjadi pegawai, maupun menjadi anggota legislatif. "Banyak tokoh agama yang menjadi anggota MPR atau DPR di sini. Melalui jalur ini, mereka menyampaikan aspirasi warga Muslim," kata Lei.
Lei mengklaim, sebagai anggota partai komunis yang tidak beragama, mereka bisa lebih baik dalam melindungi setiap agama. "Mereka semua adil dan mereka semua bisa ada di Cina hidup damai," kata Lei.
Provinsi Shaanxi terletak di wilayah Cina barat laut. data yang dihimpun laman Population.City menunjukkan, populasi Shaanxi pada 2017 diperkirakan sebanyak 38.060.905 jiwa. Lebih dari 99 persen warganya beretnis Han dan sisanya etnis Hui.