REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Muhammad Iqbal
Bayangkan Anda sedang mengejar sebuah mobil berkecepatan tinggi. Anda cepat. Akan tetapi, mobil Lamborghini 12 silinder di belakang Anda jauh lebih cepat. Maka melaju mengikuti garis lurus hanya akan berujung kepada kekalahan.
Jadi, apa upaya terbaik untuk melarikan diri? Bukan berarti kami merekomendasikan Anda untuk mengejar mobil berkecepatan tinggi. Namun, katakanlah Anda menyetir, tidak terlalu cepat, dan saat mobil lain semakin mendekati Anda, berbeloklah secara tajam.
Itulah sebuah perumpamaan dari penelitian yang diterbitkan di jurnal ilmiah Nature, pekan lalu. Penelitian ini bukan tentang mobil berkecepatan tinggi, melainkan perihal relasi antara dua pasang predator dan mangsa, cheetah dan impala kontra singa dan zebra.
Penelitian yang dilakukan selama bertahun-tahun di Botswana dilakukan dengan cara sederhana. Menurut Profesor Biologi di Universitas Brown Thomas Roberts, penelitian diawali dengan pengumpulkan data terkait aktivitas berburu dan melarikan diri hewan-hewan tersebut di alam liar.
"Belum lama ini, seorang ahli biomekanis mengajukan pertanyaan, "Seberapa cepat cheetah bisa berlari?". Kemudian kita melihat bukti anekdot seseorang yang mengemudi di sebelah seekor cheetah di sebuah truk. Sekarang, kita bisa melacak langkah demi langkah cheetah saat mengejar impala dan apa yang impala lakukan untuk membodohi cheetah," kata Roberts seperti dilansir The New York Times, Rabu (31/1).
Dalam studi terbaru yang dipimpin Profesor bidang biomekanik dari Royal Veterinary College di London, peneliti merekam ribuan aktivitas berlari predator dan mangsa dengan memasang collar (alat untuk merekam aktivitas hewan) pada lima cheetah, tujuh impala, sembilan singa, dan tujuh zebra.
Collar itu merekam lokasi, kecepatan, akselerasi, deselerasi, dan gerakan berputar berkali-kali setiap detik. Peneliti juga mengambil otot kecil dari masing-masing hewan.
Meskipun cheetah dan impala secara universal lebih atletis ketimbang singa dan zebra, cheetah dan singa memiliki keuntungan yang sama dibandingkan mangsanya. Mereka 38 persen lebih cepat, 37 persen lebih baik dari sisi akselerasi, 72 persen lebaik dari aspek deselerasi, dan ototnya 20 persen lebih kuat.
Menurut Wilson, hal ini masuk akal karena predator selalu di belakang mangsa. Mereka juga harus berlari lebih cepat untuk mengejar ketertinggalan. Namun, mereka juga harus bisa melakukan deselerasi dengan cepat jika mangsa mereka memutuskan untuk melambat dan berbalik secara tiba-tiba.
Data tersebut juga menunjukkan impala dan zebra hanya bergerak separuh dari kecepatan maksimal saat berlari dari predator. Untuk mengonfirmasi hal ini, peneliti menciptakan sebuah model komputer yang mensimulasikan momen terakhir perburuan, terutama saat predator sangat dekat dengan mangsa dalam jarak sekitar dua langkah.
Model tersebut menunjukkan bahwa impala dan zebra memiliki kesempatan terbaik untuk melarikan diri jika berlari dengan kecepatan sedang. Sebab, hal tersebut memberikan mereka lebih banyak pilihan untuk melakukan manuver pada detik terakhir. "Jika Anda kehabisan tenaga, tidak banyak yang bisa Anda lakukan untuk menghentikan seekor singa," kata Wilson.
Berlari dengan kecepatan rendah membuat seekor hewan bisa mempercepat atau memperlambat lari mereka. Mereka juga bisa membuat putaran dan berbelok dengan tajam dibandingkan berlari dengan kecepatan tinggi. Perbedaan atletis antara predator dan mangsa membantu keseimbangan masing-masing kelompok di habitat. Menurut Wilson, umumnya cheetah dan singa berhasil menangkap mangsa mereka dari setiap tiga perburuan.
"Penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan predator-mangsa telah berkembang bersama dalam evolutionary arms race (sebuah kompetisi antara kumpulan spesies yang saling berkembang sehingga mengembangkan adaptasi antarmereka, serupa sebuah perlombaan senjata)," ujar mahasiswa postdoctoral biomekanik di Universitas Michigan Talia Yuki Moore. "Salah satu mencoba untuk makan, sedangkan yang satunya lagi mencoba untuk tidak termakan," lanjutnya.