Kamis 15 Feb 2018 15:33 WIB

Penculikan Anak yang Bikin Parno Emak-Emak

Penculikan anak membuat para ibu lebih waspada mengawasi anak-anaknya.

Gita Amanda, Jurnalis Republika
Foto: gita
Gita Amanda, Jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Gita Amanda, wartawan Republika.co.id

Suatu pagi sejumlah grup Whatsapp yang mayoritas berisi ibu-ibu muda heboh. Bagaimana tidak? Dalam satu pekan terakhir, ada tiga modus penculikan anak yang ramai beredar di broadcast aplikasi pesan Whatsapp. Hal ini kontan menjadi perbincangan penting para ibu muda ini di pagi buta.

"Sekarang gue sih puji-puji anak gue kalau ketemu orang yang nggak kenal, terus dia nggak mau ngomong. Digendong nggak mau," ujar Kinanti salah satu ibu muda.

Anak balitanya yang super ramah, sekarang memang diajarkannya lebih memilih berbicara dengan orang asing. Bukan mengajarkan tak baik, tetapi Kinanti sangat khawatir dengan broadcast yang seliweran beberapa waktu terakhir terkait modus baru penculikan anak.

Apa yang dikhawatirkan Kinanti, disambut baik rekan-rekannya sesama ibu-ibu. Masing-masing mereka saling sharing jika mereka kini mulai menjaga lebih ketat anak-anak mereka. Bahkan, bermain di halaman rumah pun kini tak luput dari pengawasan.

Dalam sepekan ini memang beredar ramai sejumlah broadcast terkait modus penculikan anak. Pertama yang paling ramai dibagikan adalah kisah seorang ibu di kereta yang berbincang hangat dengan seorang nenek. Tanpa disadari ibu tua tersebut sedang mengorek informasi terkait anak sang ibu muda.

Benar saja, sesampainya di stasiun ibu muda itu kaget bukan kepalang saat nenek itu bersama beberapa orang lain yang tiba-tiba datang mengaku-ngakui anaknya. Si ibu muda yang panik sempat merasa tertekan karena dia justru diposisikan seperti pencuri, padahal yang dibawa anaknya sendiri.

Broadcast kedua yang juga ramai beredar adalah sebuah video mengenai ibu yang bepergian dengan mobil bersama anaknya. Saat parkir dan turun dari mobil, tiba-tiba ada pria bermotor menghampirinya dan memberi tahu ada masalah pada ban mobil sang ibu.

Tanpa sadar saat mengecek ban, pria bermotor lain mengambil buah hati si ibu yang berada di mobil. Si ibu memang tampaknya tak mengunci pintu saat turun. Namun, siapa yang terpikir penculikan itu bisa terjadi dalam tempo waktu sangat singkat?

Kasus terakhir yang ramai juga di broadcast adalah kasus anak Sekolah Dasar (SD) yang juga diculik. Ayah anak perempuan tersebut dihipnotis. Kemudian pelaku membawa kabur motor sang ayah berikut putrinya yang baru dijemput dari sekolah.

Perlindungan hukum terkait penculikan anak pada dasarnya sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pada Pasal 83 UU nomor 35 tersebut disebutkan sebagai berikut:

"Setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun. Dengan denda paling banyak Rp 300 juta (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60 juta (enam puluh juta rupiah)."

Meski sudah diancam dengan undang-undang, entah mengapa kasus penculikan anak masih marak, malah kian marak terjadi. Menurut catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak, jumlah kasus penculikan anak memiliki tren semakin meningkat setiap tahunnya.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait pernah mengatakan, di salah satu media nasional, kasus penculikan anak dari 2014 hingga 2017 terus mengalami peningkatan. Pada 2014, kasus penculikan anak yang masuk ke Komnas sebanyak 51 kasus. Dari 51 kasus itu, enam kasus di antaranya penculikan bayi.

Sementara, pada 2015 ada 87 kasus. Perinciannya adopsi ilegal 21 kasus, dipekerjakan paksa 25 kasus, seksual komersial ada 24 kasus. Kemudian, ada balas dendam atau tebusan 17 kasus. Pada 2016 penculikan anak malah melonjak tajam, ada 112 kasus tercatat. Sedangkan, di 2017 angkanya lebih mencengangkan, yakni 196 kasus.

Arist pun mengimbau para orang tua untuk membekali anak agar mampu menyelamatkan diri dari bujuk rayu, tipu muslihat atau ancaman orang lain. "Berani menolak terhadap pemberian dan bujuk rayu orang yang tidak dikenal dan berani berteriak dan minta tolong," kata Arist.

Hal senada disampaikan Asriyati Nadjamuddin dari Sahabat Anak, Keluarga, dan Perempuan (Salam Puan). Menurutnya, anak harus diajarkan berani menolak ajakan orang asing. "Ajari mereka untuk berteriak tolong saya, telepon polisi, saya diculik. Jika anak hanya berteriak-teriak biasa, orang di sekitarnya bisa menduga anak hanya sedang mengalami tantrum," ujarnya.

Untuk anak yang lebih kecil, Menurut Asri, pastikan dia mengetahui nama lengkap dirinya, alamat, atau nomor telepon. Lalu, minta anak untuk tidak sembarang menumpang kendaraan, terutama bila yang menawari orang yang tidak dikenalnya. Jika anak cukup besar untuk ditinggal sendirian di rumah, pastikan ia selalu mengunci pintu dan tidak membukakan pintu atau mengatakan pada siapa pun yang menelepon bahwa dirinya sedang sendirian di rumah.

Menjaga anak dari upaya penculikan memang bukan pekerjaan orang tua semata. Perlu kolaborasi dengan banyak pihak, termasuk lingkungan masyarakat, sekolah dan juga pemerintah.

Masyarakat diharapkan tak apatis dengan apa yang terjadi di sekitar. Jika ada kejadian janggal yang tampak, jangan cuek. Beranilah bersuara. Namun, jangan juga main hakim sendiri. Hubungi segera pihak berwenang terdekat.

Sekolah juga selayaknya lebih ketat dalam melakukan pengawasan. Beberapa sekolah sudah menerapkan peraturan bahwa anak harus dijemput dan diantar hingga ke dalam kelas. Guru atau pihak sekolah tak akan menyerahkan anak untuk dijemput orang tak dikenal. Sayangnya, aturan semacam ini belum berlaku di semua sekolah.

Sementara, orang tua harus lebih waspada. Waspada bukan berarti parno dan menelan bulat-bulat semua broadcast yang beredar. Tapi, ada baiknya untuk lebih memperhatikan anak terlebih di tempat umum dan keramaian.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement