Selasa 27 Feb 2018 08:48 WIB

Mencari Pemimpin Berkelimpahan Rahmat

Indonesia merindukan dipimpin oleh imam yang hafiz.

Andi Nur Aminah
Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Andi Nur Aminah, wartawan Republika

Punggung tangan Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi disentuh sekilas oleh AM Iqbal Parewangi, senator DPD-MPR RI asal Sulawesi Selatan. Keduanya duduk bersebelahan, dan sama-sama menjadi narasumber di acara 'Silaturahim Tokoh dan Alumni Al Azhar Lintas Generasi' yang berlangsung di Medan, Jumat (23/2) lalu. Suara Iqbal sebetulnya cukup lirih saat berucap pada TGB. "Saya merindukan negeri ini dipimpin oleh imam yang hafiz, pemimpin yang berkelimpahan rahmat," ujar Iqbal.

Namun tampaknya, ucapan lirih itu masih cukup terdengar oleh ratusan peserta yang mengikuti diskusi panel dengan menghadirkan kedua tokoh ini. Menyaksikan adegan itu, sontak ballroom Hotel Madani Syariah, Medan yang berkapasitas 700-an orang itu bergemuruh dengan suara takbir dan tepuk tangan meriah. Ratusan ulama, tokoh Islam dan pimpinan Ormas Islam se-Sumatra Utara sepertinya satu suara dengan Iqbal, yang menginisiasi roadshow nasional bertemakan 'Indonesia Mencari Presiden Baru'.

Bukan tanpa alasan, Iqbal menyentuh TGB dan membisikkan asa hatinya itu. Panitia mengundang Iqbal khusus untuk berbicara tentang "Kepemimpinan Ummat dan Ikhtiar Indonesia Mencari Presiden Baru". Saat menyampaikan pandangan-pandangannya terhadap kondisi saat ini, Iqbal mengatakan, Indonesia kaya dan raya tapi belum jaya. Namun demikian, menjaga Indonesia adalah sebuah keharusan.

Dengan sejumlah data dan fakta aktual serta analisa yang runtut, Iqbal menguraikan pemaparannya yang menyita perhatian audiens sejak awal. Dia menyebut banyak contoh yang membuatnya risau. Seperti peristiwa pembunuhan ulama di masjid, adanya murid menganiaya bahkan membunuh gurunya, runtuhnya sejumlah bangunan infrastruktur sebelum digunakan, lalu munculnya fenomena impor mengimpor. Mulai dari gula, garam, hingga makanan pokok yakni beras, kini serbuan impornya kian merajalela.

Yang tak kalah merisaukan, impor gila-gilaan barang haram yakni narkoba. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung. Bukan berkilo-kilo lagi, melainkan sudah berton-ton.

Berbagai contoh lainnya, di mata Iqbal merupakan penanda-penanda serius dari belum jayanya Indonesia. Dia menyebut, bahkan itu bisa jadi sebagai penanda kemunduran.

photo
Gubernur NTB TGB Zainul Majdi mengikuti pengajian rutin Kitab Tafsir Jalalain asuhan KH Maimoen Zubair di Ponpes Al Anwar, Sarang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Ahad (18/2).

"Penanda itu tidak berdiri sendiri, tetapi mewakili suatu realitas akbar di negeri ini. Juga penanda kemunduran itu. Dalam bahasa kredo manajemen, kepakan sayap seekor kupu-kupu di tepian Danau Toba dapat berakibat badai tornado di Amerika sana," jelas Iqbal.

Dia pun menyebutkan, penanda pembunuhan yang dilakukan oleh murid terhadap gurunya, menegaskan ada masalah serius pada akar moralitas generasi. "Coba tanya ustaz Google. Cuma di Indonesia, kini terjadi murid mempolisikan, mempengadilankan, bahkan membunuh gurunya. Naudzubillah," kata Iqbal.

Hubungan antara sejumlah penanda itu kemudian menjadi tolak ukur tuntutan kebutuhan hadirnya kepemimpinan nasional maupun daerah dengan kriteria khusus. Baginya, sederet penanda mengenaskan itu tidak bisa hanya ditangisi ataupun dikutuk. Perlu tafsir yang lebih jernih dan sedikit berani.

"Harapan tidak boleh mati. Indonesia butuh pemimpin yang berkelimpahan rahmat. Di tingkat nasional, Presiden yang berkelimpahan rahmat. Di daerah, gubernur atau bupati atau wali kota yang berkelimpahan rahmat. Di semua level dan semua lini," katanya.

Itulah sejumlah hal yang melatari sentuhan dan bisikan mengandung asa kepada TGB. Tapi bukan hanya Iqbal, harapan hadirnya pemimpin berkelimpahan rahmat juga diutarakan sejumlah alumni Al Azhar Mesir. Sosok Gubernur NTB dinilai figur yang tepat menjadi pemimpin Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement