REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Israr Itah*
Ratusan juta pasang mata akan tertuju ke Stadion Etihad pada Sabtu (7/4) ini saat Manchester City menjamu Manchester United pada laga derbi bersejarah. Betapa tidak, laga ini berpotensi menciptakan sejarah baru di Liga Primer Inggris. Jika menang, City akan meruntuhkan rekor MU sebagai tim yang paling cepat memastikan gelar juara liga di Negeri Ratu Elizabeth.
Bayangkan Anda sebagai fan City. Momen bersejarah yang entah kapan bisa terulang kembali ini tak mungkin ingin dilepaskan begitu saja. Menjuarai liga di kandang sendiri dengan menaklukkan rival sekota. Alamak!
Pelatih City Pep Guardiola pasti sadar akan hal ini. Sebagai persona, ia tentu tak akan melepaskan momen menjadi bagian dari sejarah hebat City. Selain gelar, sederet rekor pribadi akan terukir atas namanya.
Saya merasa laga penting yang terhimpit dua partai besar perempat final Liga Champions tak akan menyurutkan Pep untuk menurunkan tim terbaik yang mungkin untuk memukul MU di Etihad. Kewajiban menutup defisit tiga gol dari kekalahan 0-3 kontra Liverpool pada leg pertama Liga Champions tampaknya hanya sedikit mengusik eks pelatih Bayern Muenchen dan Barcelona itu. Saya menduga, dia hanya akan mengganti satu dua pemain dari line-up terbaiknya dengan opsi menarik beberapa sosok kunci sebelum laga berakhir.
Guardiola membuat penyesuaian saat menghadapi Liverpool pada leg pertama perempat final Liga Champions. Demi meredam trisula gesit lini depan Liverpool, City bermain dengan tiga bek saat membangun serangan, tidak dua seperti biasa yang mereka lakukan yang selama ini sukses melibas lawan-lawannya mereka.
Alih-alih mendorong dua fullback untuk naik ke tengah membantu serangan, hanya Kyle Walker yang maju di sisi kanan untuk membuka ruang. Namun serangan City justru lebih banyak bertumpu ke Leroy Sane di sayap kiri karena Raheem Sterling yang biasanya menempati sisi kanan duduk di bangku cadangan. Posisi Sterling di sayap digantikan Kevin De Bruyne. Sementara peran De Bruyne diisi oleh Ilkay Guendogan.
Perubahan strategi ini gagal karena pada praktiknya, De Bruyne dan Guendogan lebih banyak beroperasi di tengah. Walker yang diharapkan membuka ruang di kanan kesulitan karena dia harus kembali bertahan mengadang serangan cepat Liverpool lewat Sadio Mane. Alhasil, Liverpool menghukum City tiga gol tanpa balas pada babak pertama.
Barulah pada babak kedua Guardioala kembali ke pakem awal City. Ia memasukkan Sterling, menarik kembali De Bruyne ke posisinya di tengah dan mendorong dua fullback membantu serangan ke tengah. Namun solidnya pertahanan Liverpool membuat gol yang dicari tak kunjung tercipta.
Guardiola sepertinya tak akan bereksperimen lagi melawan MU. Apalagi, trio lini depan MU yang diisi Marcus Rashford, Romelu Lukaku, dan Anthony Martial berbeda dengan yang dimiliki Liverpool. Walau sama-sama memiliki kecepatan, pada pertemuan pertama City mampu meredam penyerang MU dan menang 2-1 di Old Trafford.
Akan tetapi, walau kalah, sejatinya MU tidaklah inferior. Laga berjalan amat ketat dengan kedua tim sama-sama menciptakan sejumlah peluang. Iblis Merah hanya tak beruntung, dua kesalahan Lukaku saat bertahan dalam situasi bola mati berbuah dua gol City.
Jose Mourinho tak harus mengadopsi persis taktik Juergen Klopp saat Liverpool berhasil meredam City. Sebab permainan pressing tinggi MU saat menghadapi City pada pertemuan pertama lumayan berhasil. Kekurangan MU ketika itu adalah kurang solidnya dukungan dari lini tengah saat tiga pemain depan MU menekan bek City. Alhasil bola bisa dialirkan dari bawah ke tengah tanpa banyak kesulitan.
MU juga gagal memenangkan lini tengah. Para pemain City leluasa membangun serangan di sisi ini karena tercipta ruang di tengah hingga depan kotak penalti MU. Sebaliknya saat menyerang, para pemain MU kerap salah mengoper akibat pressing pemain City. Serangan balik tak bisa dieksekusi maksimal karena Lukaku terisolasi di depan. Sementara permainan bola panjang ke Lukaku juga tak berjalan karena buruknya kualitas operan dari belakang.
Akan sangat panjang untuk mengulas dan mereka-reka apa yang akan dilakukan MU pada laga nanti. Satu yang pasti, saya percaya MU tak akan membiarkan para pemain City berpesta di depan mata mereka. Pelatih dengan ego sebesar Mourinho tak akan membiarkan ini terjadi.
Menarik dinanti adalah cara Mourinho mengusik ego para pemain MU untuk bertarung habis-habisan di lapangan, seperti yang ditunjukkan Liverpool beberapa hari lalu. Sebab, pada dasarnya, semangat tak mau kalah dan keuletan para pemain the Reds yang membuat Firmino dkk dapat mengeksekusi game plan Juergen Klopp dengan sempurna. Tanpa itu, niscaya semua otak-atik Klopp di papan strategi akan sia-sia.
Para MU punya kapasitas untuk itu. Waktu istirahat yang panjang mendukung mereka mengekploitasi sisi lemah City yang pasti terkuras staminanya. Entah itu memainkan pressing tinggi atau menumpuk pemain di belakang sambil melihat peluang serangan balik, saya percaya MU dapat menunda pesta juara City. Bagaimana dengan Anda?