REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalau Anda seorang perempuan, besar kemungkinan Anda punya kekhawatiran terkait kesehatan rambut, perawatan wajah, hingga urusan gigi yang sempurna. Perempuan zaman sekarang juga tidak pernah mudah memutuskan membeli produk kecantikan atau kosmetik tanpa menelusurinya dulu di dunia maya. Membaca ulasannya dari blogger atau mencari tagar terkaitnya di Instagram.
Setidaknya, saya begitu. Dan, saya cukup yakin banyak perempuan di luar sana yang tidak mau membuang uangnya untuk produk yang akhirnya tidak cocok.
Bisnis kosmetik di dunia maya pun kian menarik. Sekali lagi, kalau Anda perempuan mungkin Anda punya tempat langganan di toko daring untuk berbelanja produk perawatan dan kosmetik. Sekaligus punya beauty guru yang jadi patokan mencoba produk baru.
Sebagai jurnalis, saya merasakan betul makin banyaknya undangan liputan dari produk kecantikan milik artis. Kalau dulu merek besar seperti L'Oreal misalnya menggandeng selebritas sebagai brand ambassador produknya, kini makin banyak artis yang berani meluncurkan merek kosmetik atas namanya sendiri. Termasuk di dalam negeri. Kesuksesan Kylie Jenner dengan merek kosmetiknya mungkin menggoda artis atau blogger dalam negeri untuk memiliki produk dengan namanya sendiri di bidang kosmetik atau perawatan kulit.
Olla Ramlan, Rossa, Bunga Citra Lestari, merupakan sebagian sosok pesohor Indonesia yang berbisnis kosmetik. Kemudian ada Wardah, Avoskin, SkinDewi, atau Sensatia Botanicals. Yang belakangan saya sebut adalah merek-merek perawatan kulit dari Indonesia yang sedang naik daun.
Cukup senang rasanya melihat di tengah gempuran produk kecantikan Korea dan Jepang, ada merek-merek lokal yang bisa mengimbangi. Kebangkitan produk lokal ini namun rasanya perlu dirangkul lebih luas oleh Pemerintah.
Dalam data yang dibagikan oleh L'Oreal Indonesia, tercatat pada tahun 2017 pasar kecantikan global mengalami peningkatan lima persen. Belanja produk kecantikan itu, didominasi produk perawatan sebesar 36 persen, kemudian produk perawatan rambut 23 persen, dan kosmetik 18 persen.
Sementara itu, data dari Statista menunjukkan bahwa selama tahun 2017, sebanyak 2,466 juta dolar AS atau sekitar Rp 34,5 miliar dibelanjakan secara daring untuk produk kecantikan dan fesyen di Indonesia. Jumlah itu baru nilai penjualan transaksi daring. Artinya, bisnis kosmetik cukup menggiurkan bukan.
Affi Assegaf, salah satu pendiri Female Daily, forum perempuan yang kini berkembang menjadi platform destinasi kecantikan di Indonesia, melihat perkembangan produk lokal yang kian menarik. Dari segi variasi Affi yang juga populer sebagai seorang beauty influencer, mengatakan produk lokal tersebut berkembang di segmen yang berbeda-beda. Diantaranya remaja, natural, dewasa, tak ketinggalan riasan panggung.
"Yang belum adalah menyediakan produk yang memberi solusi," kata Affi, ditemui di sela-sela JakartaXBeauty beberapa waktu lalu. Affi kemudian memberi contoh, bedak misalnya, pernah menjadi bahan survei bagi para anggota forumnya. Hasilnya 70 persen perempuan merasa tidak puas dengan varian warna dari produk bedak lokal. Umumnya, kata Affi, perempuan merasa pilihannya terlalu putih untuk kulit wanita Indonesia.
Sedang dari sisi produsen, diakui memang ada keterbatasan. "Tapi permintaan warna bedak yang lebih putih juga tinggi, artinya edukasi penting agar wanita nyaman dengan warna kulitnya sendiri," kata Affi.
Lizzie Parra, seorang beauty blogger/vlogger yang juga pemilik usaha kosmetik dengan merek BLP atau By Lizzie Parra, mengatakan urusan riset dan pengembangan di perusahaan kosmetik memang masih menjadi kendala di Indonesia. Ia menilai belum banyak produsen kosmetik atau perawatan dalam negeri yang mau bereksplorasi seperti merek luar negeri. "Keterbatasan, itu kita banget," katanya.
Padahal Lizzie melihat potensi industri kecantikan dalam negeri bisa sangat besar. Bermunculannya banyak nama baru di merek kosmetik dan perawatan diibaratkannya seperti industri mode Indonesia 10 tahun lalu yang sedang giat untuk menampilkan dirinya.
"Di Asia Tenggara, Indonesia tergolong maju untuk urusan kosmetik dan perawatan. Hampir mirip dengan Thailand. Bahkan banyak kosmetik merek Thailand yang sebenarnya dibuat di Indonesia. Salah satu yang baik kualitasnya itu produk bulu mata di Indonesia," ujar Lizzie, yang kini juga merambah produk bedak selain pewarna bibir.
Managing Director Beauty Box Indonesia, Ina Balasong, mengatakan sudah waktunya merek lokal besar di rumah sendiri. Ina yang juga menggagas produk lipstik lokal Urban Lips, mengatakan dalam waktu lima hingga enam tahun ke depan merek lokal harus mampu tampil di pasar luar negeri. "Jangan jadi jago kandang," katanya.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakui industri kosmetik dalam negeri punya prospek yang menjanjikan. Pertumbuhannya bahkan sampai 20 persen di tahun 2017.
Angka 20 persen berarti tumbuh dua digit atau empat kali lipat pertumbuhan ekonomi nasional. Tak heran bila Pemerintah menempatkan industri kosmetik sebagai sektor andalan.
Data kementerian mencatat ekspor produk kosmetik lokal berskala besar sudah terjadi ke Asia Tenggara, Timur Tengah, hingga Afrika. Nilainya di sepanjang 2017 mencapai 516,99 juta dolar AS atau naik 9,9 persen dari ekspor produk kosmetik lokal di 2016.
Bagi pengguna, bangga mengenakan produk lokal harus merambah pula ke sektor kosmetik dan perawatan buatan Indonesia. Untuk pemilik merek, riset dan pengembangan harus menjadi tulang punggung yang sanggup membawa merek-merek Indonesia keluar negeri. Jangan lupa memanfaatkan generasi milenial yang gemar melihat tutorial daring serta belanja di toko daring.
Apalagi Indonesia sudah lama mengenal banyak bahan herbal sebagai sumber perawatan alami. Memanfaatkannya juga bisa dicoba agar memiliki nilai yang berbeda dengan produk luar negeri.