Selasa 03 Jul 2018 00:02 WIB

Televisi Digugu lan Ditiru

Televisi lebih ramah rating yang kualitasnya dipertanyakan.

Red: Joko Sadewo
Yudha Manggala P Putra
Foto: Republika/Daan
Yudha Manggala P Putra

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yudha Manggala P Putra*

Digugu lan ditiru. Dalam bahasa Jawa digugu dapat dimaknai sebagai dipercaya, dituruti. Sementara ditiru adalah dicontoh atau diteladani. Dua kata ini umum dikenal sebagai akronim untuk guru. Namun, dengan tidak mengurangi rasa hormat pada pahlawan tanpa tanda jasa, istilah tersebut kali ini saya gunakan untuk 'tokoh' lain, yakni televisi.

Ya, televisi. Salah satu media yang rasanya paling banyak diakses oleh masyarakat abad 20. Berbeda dari radio dan majalah, perangkat elektronik ini mampu menyajikan konten bergerak yang bisa dilihat dan didengar. Dua keunggulan berdaya tarik tinggi sekaligus berefek kuat dalam mempengaruhi pola pikir dan perilaku penonton. Kelebihan radio adalah memancing imajinasi pendengar melalui suara, namun televisi lebih jauh lagi. Melalui mata dan telinga, tayangannya dapat menembus alam bawah sadar manusia hingga menggerakan ke aksi nyata.

Efek televisi tidak pandang bulu. Dapat mempengaruhi siapa saja yang menjangkaunya. Dari kakek-nenek, ayah-ibu, paman-bibi, kakak, sampai anak-anak. Kategori yang terakhir adalah yang terentan. Mereka generasi paling mudah terpengaruh.