REPUBLIKA.CO.ID, oleh Gita Amanda*
Beberapa waktu belakangan air mata kerap kali tak terasa menitik saat membaca cerita-cerita di balik gempa bumi yang melanda Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Ahad (5/8) lalu. Mulai dari ayah yang di temukan tewas sambil memeluk putrinya di bawah reruntuhan bangunan, hingga kisah bayi mungil yang menanti donor Air Susu Ibu (ASI) karena ibunya meninggal.
Gempa dengan magnitudo 7,0 Skala Richter (SR) yang menimpa Lombok memakan korban tak sedikit. Hingga Senin (13/8) saja, tercatat 436 jiwa meninggal dunia akibat gempa. Ribuan warga kehilangan tempat tinggal mereka, dan terpaksa berjejalan di tenda pengungsian. Menanggalkan kenyamanan yang biasa mereka dapat di rumah sendiri.
Namun para korban ini tak sendiri. Ibarat tubuh manusia, saat satu bagian terasa sakit bagian lain akan ikut merasakannya. Itu yang terlihat saat ini.
Berbagai lembaga filantropi, kampus, masyarakat semua bahu membahu mengumpulkan bantuan untuk Lombok. Bukan hanya dana, tapi juga pikiran dan tenaga. Masyarakat negeri ini tak berdiam diri.
Pemerintah pun menyiapkan bantuan untuk para korban. Terakhir Kementerian Sosial RI menyatakan akan menggelontorkan dana hingga Rp.6 miliar untuk santunan para korban gempa. Sekolah-sekolah dan layanan kesehatan darurat dibangun. Rumah-rumah rusak juga rencananya akan dibangun kembali.
Jika berbicara bencana gempa bumi, ingatan kita tentu akan kembali ke gempa dan tsunami yang melanda Aceh pada 2004 silam. Peristiwa tersebut tercatat sebagai salah satu gempa terdahsyat yang melanda Indonesia, bahkan dunia.
Gempa dengan kekuatan 9,3 SR menewaskan 160 ribu jiwa. Meninggalkan trauma mendalam bagi para korban selamat. Namun hampir 14 tahun setelah kejadian tersebut berbagai kisah sukses para korban selamat tsunami banyak kita temui di laman-laman berita daring.
Mereka yang menyelesaikan pendidikan di luar negeri, mereka yang memiliki bisnis hingga mereka yang berhasil menjadi pemimpin perusahaan rintisan. Tsunami Aceh memang pernah "meluluhlantakan" mereka baik fisik maupun psikis. Namun mereka mampu bangkit, melawan trauma dan bukan hanya kembali menjalani kehidupan tapi juga mencapai kesuksesan.
Tentu kita berharap dan berdoa, kelak para korban bencana gempa Lombok juga dapat bangkit dan kembali menjalani kehidupan mereka. "Negeri Seribu Masjid" akan kembali hidup. Keindahan Lombok yang selama ini termasyur akan kembali menarik minat wisatawan dalam dan luar negeri.
Mungkin terlalu dini berbicara soal ini, tapi prasangka baik harus dipelihara sedini mungkin. Terlebih prasangka baik kepada Sang Maha Pencipta.
"Inna ma'al 'usri yusran, sesungguhnya dibalik setiap kesulitan ada kemudahan".
*) Penulis adalah redaktur republika.