Selasa 28 Aug 2018 02:07 WIB

Selamat Jalan Sang Pengelamun yang Parah, Hamsad Rangkuti

Sastrawan Hamsad Rangkuti meninggal dunia pada Ahad, 26 Agustus 2018.

Maspril Aries, wartawan Republika
Foto: Dokumen Pribadi
Maspril Aries, wartawan Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Maspril Aries, wartawan Republika

Kabar duka itu datang Ahad siang (26/8) di laman media sosial dan layar Whatsapp terbaca kabar, sastrawan Hamsad Rangkuti telah meninggal dunia sekitar pukul 06.00 WIB di kediamannya, Depok, Jawa Barat. Menjelang wafatnya, Hamsad Rangkuti sudah lebih dari tiga bulan koma dan sebelumnya sempat mendapat perawatan di rumah sakit. Innalillahi Wainailahi Rojiun.

Siapa Hamsad Rangkuti? Banyak orang menyebutnya "Maestro Cerpen Indonesia" juga ada yang menyebutnya sebagai "Begawan Cerita Pendek Indonesia". Lantas bagaimana Hamsad Rangkuti menyebut dirinya?

"Saya adalah pengelamun yang parah. Saya suka duduk berjam-jam di atas pohon; membiarkan pikiran saya pergi ke mana dia suka, tanpa saya mengontrolnya, dan saya merasa nikmat. Saya merasa berada di dunia lain, dunia imajinasi; sebuah dunia ciptaan," demikian Hamsad Rangkuti menyebut dirinya dalam kata pengantar pada buku kumpulan cerpennya 'Bibir dalam Pispot' yang terbit tahun 2003.

Saya suka dengan lamunan sastrawan yang lahir di Titi Kuning, Medan, Sumatra Utara (Sumut), 7 Mei 194 yang diwujudkannya dalam sebuah cerita pendek (cerpen). Saya mulai mengenal dan menyukai cerpen-cerpen Hamsad Rangkuti saat menjadi mahasiswa di Universitas Lampung (Unila) pada 1980-an. Saya membaca cerpennya saat terbit pada edisi minggu surat kabar ibu kota yang menjadi langganan unit kegiatan mahasiswa (UKM) Surat Kabar Mahasiswa Teknokra.

Kemudian suatu saat beruntung saya bisa mendapatkan buku kumpulan cerpennya berjudul "Cemara" yang terbit November 1982 di sebuah toko buku yang waktu jumlahnya sedikit sekali. Masa itu adalah masa yang sulit mendapat buku sastra bermutu di tengah maraknya buku-buku novel remaja era 80-an.

Saya tidak mengenalnya secara langsung, tapi mengenalnya lewat cerpen-cerpennya yang bertebaran di media massa berformat surat kabar. Masa itu belum ada media daring yang bisa memproduksi puluhan cerpen dalam satu hari. Selain di media cetak, cerpen Hamsad Rangkuti bisa dibaca melalui majalah sastra Horison. Majalah ini terbit edisi bulan, di sini Hamsad Rangkuti bekerja sekaligus sebagai penulis dengan jabatan dari staf redaksi sampai menjadi pemimpin redaksi majalah yang kini sudah tidak terbit tersebut.

Hamsad Rangkuti adalah sastrawan senior sekaligus cerpenis Indonesia yang sangat produktif. Sebagian besar cerpennya mengusung tema yang bercerita tentang kehidupan masyarakat sehari-hari. Terutama masyarakat kecil. Melalui cerpennya Hamsad Rangkuti menyampaikan kritik sosial terhadap problema kehidupan yang terjadi tengah masyarakat. Dengan kemampuannya merangkai kata, mengolahnya menjadi cerita menarik, Hamsad Rangkuti mempertanyakan berbagai ketimpangan yang ada.

Cerpen-cerpen Hamsad Rangkuti banyak menghadirkan nada-nada satire yang mempertanyakan tentang ketimpangan dan ironi yang ada di tengah masyarakat yang langsung terlihat matanya. Karya sastra Hamsad Rangkuti merupakan sebuah bentuk kritik sosial. Kritik sosial terefleksi melalui permasalahan sosial yang diceritakan kepada pembacanya.

Menurut kritikus sastra Yakob Sumarjo, cerpen Hamsad Rangkuti adalah dunia rata-rata pengarang Indonesia, yakni kaum menengah bawah. Suasana kehidupan yang digambarkannya adalah dunia kelabu, penuh kesulitan ekonomi dan penderitaan batin.

Jika kita tarik ke tataran akademik, Sapardi Djoko Damono dalam buku "Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas" menyatakan, kritik sosial dalam karya sastra (dewasa ini) tidak lagi hanya menyangkut hubungan antara orang miskin dan orang kaya, kemiskinan dan kemewahan. Kritik sosial mencakup segala macam masalah sosial yang ada di masyarakat, hubungan manusia dengan lingkungan, kelompok sosial, penguasa, dan institusi-institusi yang ada.

Salah satu contoh kritik sosial bisa dibaca dalam cerpen berjudul “Wanita Muda di Sebuah Hotel Mewah". Cerpen ini menyampaikan kritik sosial terhadap kemiskinan dan moral. Dalam cerpen tersebut tokoh wanita yang berusia 16 tahun rela untuk menjual keperawanan demi membantu ibunya berobat.

Melalui karya sastra yang dituangkan dalam bentuk cerpen Hamsad Rangkuti juga menyampaikan nilai-nilai kehidupan yang dapat dijadikan refleksi atau cerminan dari setiap kondisi sosial yang ada di lingkungan masyarakat. Melalui cerpennya ia menyampaikan setiap pandangan tentang kehidupan yang ada di sekitarnya. Cerpen karya Hamsad Rangkuti dapat disebut terinspirasi dari realitas yang ada yang ada di masyarakat lalu dituangkan menjadi imajinasi yang menghasilkan karya.

Dalam teori sastra, karya sastra memiliki bentuk prosa, puisi, dan drama. Dalam prosa ada dua bagian yaitu cerpen dan novel. Cerpen sebagai bentuk karya sastra sering mengangkat tema kehidupan.

Kehadiran cerpen di tengah peradaban manusia tidak dapat ditolak, bahkan kehadirannya diterima sebagai realitas sosial-budaya. Cerpen adalah bentuk karya sastra yang sering menyajikan kehidupan nyata.

Guru besar sastra Indonesia Riris K Toha Sarumpaet menyatakan, cerpen tidak saja menghadirkan realitas tetapi juga menggambarkan nilai-nilai kehidupan. Para penulis mewacanakan masalah sosial masyarakatnya dalam kemasan bahasa baik langsung maupun tidak langsung.

Hamsad Rangkuti adalah salah satu cerpenis Indonesia yang piawai untuk menuangkan segala ide dan gagasan yang ada di sekitarnya ke dalam cerpen. Hamsad Rangkuti tergolong penulis berbakat alam yang tidak mendapatkan pendidikan khusus menjadi pengarang. Hamsad Rangkuti mengaku hanya mendapat teori dari buku "Teknik Mengarang" karya Mochtar Lubis.

Sebagai pengarang dengan bakat alam bukan berarti Hamsad Rangkuti abai dengan teknik mengarang. Tahun 1975 Hamsad Rangkuti berkesempatan mengikuti workshop penulisan skenario di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ). Cerpen pertama Hamsad Rangkuti setelah menguasai ilmu teknik mengarang skenario lahirlah cerpen berjudul "Sebuah Sajak".

"Mengarang adalah berpikir. Menimbang-nimbang komposisi, menyeleksi informasi, membangun unsur dramatik, dan memasukan unsur keindahan. Pengetahuan teknik menolong saya. Saya ingat ucapan Sherwood Anderson kepada muridnya, tulis apa yang mereka pikirkan, bukan apa yang mereka katakan," tulis Hamsad Rangkuti dalam buku kumpulan cerpen "Bibir dalam Pispot".

Dari melamun Hamsad Rangkuti melahirkan cerpen yang menarik, dengan teknik mengarang Hamsad Rangkuti mampu menggambarkan manusia masa kini dengan berbagai masalah yang mereka hadapi, yang tertindas, yang terasing, yang kesepian, sehingga harapan mereka selalu terombang-ambing oleh kegelisahan kehidupannya.

Selamat Jalan Sang Pengelamun.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement