REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Reiny Dwinanda*
Kasus prostitusi di kompleks apartemen Kalibata City terus berulang. Apartemen lain juga tak imun dengan kasus serupa.
Di Depok, Jawa Barat, contohnya, akhir Agustus lalu polisi mengungkap praktik prostitusi di Apartemen Margonda Residence. Praktik prostitusi terselubung di apartemen menjadi lebih sulit dibongkar lantaran lokasi kejadiannya berada di ruang privat.
Meski begitu, bukan berarti prostitusi di apartemen tak bisa dibasmi. Di Jakarta, warga Kalibata City terus berjuang untuk membuat lingkungan rumahnya terbebas dari citra lokalisasi terselubung.
Dalam suatu pertemuan warga beberapa tahun lalu, saya pernah mendengar langsung kesaksian salah seorang penghuni yang merasa miris dengan pemandangan yang dijumpainya saban hari. Betapa tidak, menyusul kumandang azan Subuh, ketika turun ke Masjid Nurullah di Tower Cendana, ia acap kali “bersaing” dengan perempuan-perempuan berpakaian minim yang bergegas meninggalkan unit-unit apartemen sewaannya. Pemandangan serupa, menurutnya, semakin intens di akhir pekan.
Selama ini, kecurigaan wargalah yang membuat praktik prostitusi di Kalibata City terungkap. Polisi pun mengapresiasi peran mereka.
Warga menuding salah satu celah masuknya bisnis haram itu ke areal perumahan vertikal di Jakarta Selatan ini ialah sistem sewa harian. Sebetulnya, pengelola sudah pernah menindak broker nakal, memasang kamera pengintai CCTV di sejumlah titik, dan memampangkan larangan prostitusi, tetapi itu pun ternyata belum cukup ampuh.
Prostitusi masih terus membuat gerah warga. Kemelut ini kemudian sampai juga ke kuping Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Akhir pekan lalu, Anies menemui perwakilan warga dan menyerap aspirasi mereka.
Anies setuju dengan rekomendasi yang diberikan para penghuni apartemen Kalibata City, di antaranya dengan memasang CCTV dan mempertimbangkan untuk memajang foto konsumen prostitusi sebagai sanksi sosial yang diharapkan membawa efek jera. Anies lantas memerintahkan pengelola Kalibata City untuk mengikuti saran warga dalam mengatasi kasus prostitusi. Menurut Anies, wargalah yang paling tahu solusi pencegahan praktik prostitusi di lingkungannya.
Kalibata City memang ibarat kota kecil. Di lahan seluas 12 hektare itu berdiri 17 menara dengan jumlah total 12.500 unit apartemen. Lebih dari 30.000 jiwa penduduk berjejal di sana.
Seperti ramai diberitakan, warga di sana terbelah dan kerap berseteru dengan pengelola yang disebut-sebut masih sebagai perpanjangan tangan pengembang (developer). Ini merupakan konflik klasik penghuni apartemen yang menarik untuk dibahas secara terpisah.
Konflik terkini terjadi Kamis (20/9), seperti dikabarkan warga melalui akun Instagram rt_kalcit. Petugas RT mengaku dipersulit oleh badan pengelola apartemen ketika mereka hendak melakukan pendataan penghuni. Padahal, pendataan juga merupakan bagian dari upaya penertiban penghuni.
Perangkat RT/RW itu berasal dari bentukan warga. Merekalah yang Anies jumpai.
Warga juga telah memilih koordinator penghuni untuk setiap lantai apartemen. Harapannya, kondisi ideal bisa tercapai: Warga saling kenal dan peka terhadap lingkungan sekitarnya sehingga praktik prostitusi lebih mudah diantisipasi dan dilaporkan ke aparat.
Di tengah kecenderungan sikap individualistik yang menjadi stereotipe warga Ibu Kota, kekompakan warga seperti di Kalibata City patut diacungi jempol. Akan tetapi, sebetulnya itu sikap yang wajar dan sudah semestinya ditunjukkan oleh setiap warga, di mana pun mereka tinggal, baik di rumah tapak maupun hunian vertikal.
Di luar negeri
Sekarang, mari kita tengok kasus prostitusi di apartemen di luar negeri dan bagaimana cara warga menghadapinya. Di Manhattan, Amerika Serikat, seorang pemilik apartemen yang menyewakan unitnya melalui AirBnB pernah kecolongan. Seperti dilaporkan New York Post, sang pemilik kaget luar biasa begitu mendapati setidaknya sepuluh alat kontrasepsi pria dan tisu basah mendominasi tempat sampah di unitnya.
Dia murka dan kemudian mendapatkan “ganti rugi” dari AirBnB. Home-sharing web itu pun membuka diri untuk bekerja sama dengan polisi dalam kasus dugaan prostitusi tersebut.
Insiden seperti itu dapat menjadi lampu kuning bagi pemilik apartemen yang menyewakan unitnya secara harian. Anda tentu tak mau properti Anda menjadi tempat mesum bukan?
Apartemen memang kawasan privat, tetapi itu juga yang menjadi celah bagi masuknya pelaku bisnis prostitusi. Business Insider pernah menerbitkan artikel tentang “Cara Termudah Mengusir Muncikari dari Unit di Sebelah Apartemen Anda”.
Seorang pengacara real estate di Manhattan, Dean Roberts, menyarankan agar penghuni apartemen membuat komplain tertulis ke manajemen apartemen untuk meminta mereka menyelidiki dan mengatasi masalahnya. Penghuni yang keberatan dengan adanya praktik prostitusi juga bisa berpatroli di lorong unit apartemennya lalu memotret orang yang masuk dan keluar. Roberts bilang, itu saja sudah bisa membuat gerah muncikari dan dapat membuat mereka enyah dari apartemen yang warganya siaga.
Menurut Roberts, taktik lainnya yang terbilang sukses adalah memasang pengumuman di lobi berisikan keterangan gedung ini dipasangi CCTV. Petugas juga harus diinstruksikan untuk mendapatkan fotokopi kartu identitas semua tamu yang berkunjung.
Kalau serangkaian upaya itu tak juga berhasil. Warga mungkin bisa menempuh jalur yang sudah lebih dulu terbukti berhasil memenangkan penghuni salah satu kondominium di Burnaby, Kanada.
Januari lalu, Mahkamah Agung setempat memerintahkan pengelola Burnaby condominum untuk menghentikan penggunaan unit apartemen untuk seluruh kegiatan bisnis, termasuk prostitusi. Pengelola juga diwajibkan mengendalikan suara bising, seperti yang berasal dari teriakan, makian, dan musik yang diputar terlampau keras. Hal-hal itu erat kaitannya dengan dampak praktik prostitusi.
Di Burnaby pun jerih payah wargalah yang kemudian mampu membersihkan lingkungannya dari praktik prostitusi. Laman CBC menceritakan, para detektif amatir itu berpura-pura mencari penjaja seks demi mengonfirmasikan unit yang dijadikan tempat prostitusi.
Warga lainnya mengumpulkan foto-foto dari daftar real estate untuk dibandingkan dengan iklan prostitusi online. Dari foto tersebut, pengadilan bisa melihat adanya kesamaan fisik bangunan dan interior.
Dari kasus-kasus tersebut, kita bisa lihat orang-orang luar negeri yang konon lebih permisif dan bebas pun tak sudi unit tetangganya menjadi tempat prostitusi. Apa yang mereka perjuangkan sama dengan warga Kalibata City dan apartemen lainnya.
Harus diingat, di mana-mana, praktik prostitusi selalu setali tiga uang dengan miras, narkoba, dan perdagangan orang. Dampaknya terhadap keamanan dan kenyamanan tempat tinggal tak bisa diremehkan.
Demi hunian yang nyaman bagi mereka yang sungguh-sungguh ingin mendapatkan tempat tinggal di jantung Ibu Kota dan demi tegaknya hukum, sudah seharusnya para pihak menjalankan tugasnya untuk membasmi prostitusi. Bukankah kita semua di Jakarta terikat dengan Pasal 42 Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum yang secara spesifik mengatur larangan prostitusi?
*) Penulis adalah redaktur republika.co.id