REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Febrian Fachri
Baru saja sedikit memberi harapan bangkit lewat timnas U-16 di Piala AFF dan timnas U-23 di Asian Games, kini sepak bola Indonesia kembali diterpa isu buruk. Ini gara-gara perilaku oknum suporter.
El Clasico Indonesia antara Persib Bandung melawan Persija Jakarta di Stadion GBLA menelan satu korban nyawa bernama Haringga Sirila. Haringga tewas kena keroyok oleh beberapa oknum bobotoh Persib karena ketahuan hendak menyusup ke markas Maung Bandung.
Kabar ini langsung viral di media massa dan media sosial. Bahkan diskusi Indonesia Lawyers Club pun langsung mengangkat ulah suporter ini sebagai tema dengan melibatkan berbagai stakeholder dan pelaku sepak bola sebagai pembicara.
Kita tentu prihatin dengan kejadian korban nyawa akibat olahraga sepak bola terus menerus terjadi di tanah air. Di saat negara lain sibuk berbenah meningkatkan kualitas pemain dan mengejar prestasi, pengurus sepak bola kita masih belum bisa keluar dari kubangan akibat penonton yang tidak cerdas.
Ketua PSSI Edy Rahmayadi mengerutkan kening ketika menyimak berbagai paparan pengurus Persib Umuh Muchtar dan pengurus Persija Gede Widiade. Keduanya masih saja saling melempar kesalahan dan menunjukan sikap paling benar terkait kejadian ini.
Publik pun menyalahkan PSSI karena dianggap tidak becus mengurus sepak bola Indonesia. Adalagi, salah satu stasiun televisi swasta yang mewawancara Edy mengaitkan persoalan ini dengan jabatan baru sang jenderal sebagai gubernur Sumatra Utara.
Video wawancara ini juga menjadi viral karena Edy sedikit emosional menjawab dengan kalimat 'Anda Tidak Berhak menanyakan itu' dan '#SiapPak Edy' kemudian menjadi salah satu tagar favorit beberapa hari belakangan
Dalam hal ini saya sepakat dengan Ketum PSSI karena persoalan perilaku biadap oknum suporter pembunuh ini sudah di luar domainnya federasi. Karena job description PSSI itu adalah mengatur sepak bola, membina pemain, klub, tim nasional, mengatur kompetisi, bersinergi dengan FIFA, AFC dan lainnya.
Edy mengatakan domain PSSI tidak sampai kepada mengawasi detail perilaku suporter. Apa harus PSSI mengawasi suporter yang menenggak air keras atau memakai obat-obatan terus langsung punya naluri jahat bertemu suporter lawan? Itu sudah dalam domain polisi setempat dan pejabat daerah menertibkan dan mencerdaskan penduduknya.
Saya sendiri pernah menyaksikan dua pertandingan Persib dan Persija ini tahun lalu di Bandung dan di Solo. Memang tensi pertandingan ini sangat berbeda dibandingkan laga-laga lainnya di Indonesia.
Tidak peduli tim ini sedang di papan atas atau tidak, the Jak dan Viking selalu membuat aroma laga ini sarat dengan dendam kesumat. Sehingga panpel selalu kewalahan untuk mengatur pertandingan Persib vs Persija.
Ketika di Bandung, ada teriakan the Jak sedikit saja terhadap Anda, mungkin itu akan jadi hari terakhir Anda hidup. Karena gerombolan Viking akan menyerbu seperti hendak membunuh anjing gila.
Begitu juga kalau di Solo, giliran Persija yang menjadi tuan rumah, hal-hal berbau Viking atau bobotoh sangat haram tercium oleh the Jak. Andai ada penyusup atau diduga oknum Viking, mungkin akan bernasib seperti Haringga.
Sanksi berkali-kali sudah tidak mempan. Denda, laga usiran, skorsing tanpa penonton sudah pernah diberlakukan federasi.
Tapi tetap saja belum cukup untuk menyudahi rivalitas The Jak dan Viking. Damai Tahayul kalau kata oknum The Jak lewat spanduk yang mereka pasang di Stadion Manahan tahu lalu.