REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Agung Sasongko*
Sedih dan marah. Dua kata ini mewakili apa yang terjadi pada seorang suporter sepakbola yang meninggal usai menyaksikan pertandingan tim kesayanganya. Nahasnya, almarhum meninggal karena perilaku suporter pendukung tim lawan.
Peristiwa ini lagi-lagi mengingatkan penulis dan tentunya pembaca agar menjaga diri dari fanatisme berlebihan. Cinta dan kagum pada hal tertentu merupakan fitrah manusia. Tapi ada kadarnya. Bahasa agamanya, kalau sudah berlebihan itu yang gawat.
Penulis tentu berharap, ada solusi masalah ini. Olahraga hadir untuk menyehatkan jiwa dan raga. Olahraga bukan untuk saling memaki apalagi menghilangkan nyawa. Sungguh hal yang mencemaskan kalau hal ini tidak juga menemukan ujung pangkalnya.
Belum lama ini, Islam Digest Republika mengulas soal keberadaan komunitas Palestina di Cile. Di negeri latin, warga Palestina yang mengungsi mendirikan klub sepakbola yang diberinama Deportivo Palestino. Klub ini dibangun dengan perjuangan.
Awalnya, orang-orang Palestina awalnya harus berjuang mati-matian. Namun, pada dekade berikutnya mereka sudah bisa hidup lebih baik hingga membangun klub sepak bola. Palestino didirikan lebih dari satu abad lalu di Kota Santiago dan menjadi anggota Liga Premier Cile sejak 1952.
Klub ini menjadi pemersatu dalam kehidupan warga Palestina di Cile. Tak heran, dalam sebuah spanduk, mereka menuliskan, "Palestino-Mas Que PBB equi po" yang artinya, "Palestino-lebih dari sebuah tim''.
Tim ini menyatukan orang-orang Palestina dan mereka membawa keluarga mereka ke stadion bersama-sama dalam lingkungan olahraga yang sehat. Deportivo Palestino selanjutnya menjadi penyemangat bagi orang-orang Palestina di Cile sehingga bendera Palestina bisa berkibar dalam kompetisi internasional di Amerika Selatan. Hebat.
Penulis memahami, masih banyak hal yang harus dipelajari dalam persepakbolaan nasional. Segala hal masih berkembang. Masih ada jalan menuju perbaikan. Tidak pernah salah tentu mustahil. Namun, janganlah berputus asa.
Islam memberikan rambu-rambu kehidupan kepada umatnya untuk mencegah sikap fanatik dan mau menang sendiri, di antaranya adalah tasamuh (toleransi) dan sayang-menyayangi terhadap sesama manusia dengan cinta kasih.
Sesuatu yang baik apabila berlebihan maka dapat berujung pada keburukan dan tercela. Makan minum, tidur, mencintai seseorang, menikmati hobi, bekerja, hingga perkara ibadah sejatinya memiliki proporsi.
Kesimpulannya Islam tidak memperbolehkan fanatik, Hendaklah kita sebagai muslim berpikiran terbuka, mengutamakan persamaan daripada perbedaan, dengan ber-tasamuh dan saling sayang menyayangi.
Tugas klub meracik tim terbaik. Tugas pemain memberikan gol dengan talentanta. Tugas penonton menikmati pertandingan meski beda kostum. Semua harus berjalan dengan garis edarnya.
Mari, penikmat sepakbola Tanah Air introspeksi diri, sudahkah kita menjadi penikmat sepakbola yang cerdas dan santun. Sudahkah Anda memahami, sepakbola telah melahirkan banyak kebaikan. Jagalah kebaikan itu untuk kita nikmati bersama. wuallahualam bisawab
*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id