Senin 08 Oct 2018 00:22 WIB

Jalan Panjang Muslim Uighur

Muslim Uighur diperlakukan layaknya musuh negara

Wartawan Republika, Ani Nursalikah
Foto: dokpri
Wartawan Republika, Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ani Nursalikah*

Perjuangan Muslim Uighur untuk merdeka bermula pada abad ke-18 di saat Dinasti Qing menaklukkan Provinsi Xinjiang. Warga Uighur melakukan sejumlah perlawanan terhadap dinasti yang memerintah Cina hingga awal abad ke-20.

Bangsa Uighur adalah keturunan klan Turki yang hidup di Asia Tengah, terutama di Xinjiang. Namun, sejarah etnis Uighur menyebut daerahnya itu Uighuristan atau Turkestan Timur.

Negara Turkestan Timur dideklarasikan pada 1949. namun hanya seumur jagung. Di tahun itu juga, Xinjiang resmi menjadi bagian Komunis Cina. 

Menurut sejarah, bangsa Uighur merdeka telah tinggal di Uighuristan lebih dari 2.000 tahun. Tapi Cina mengklaim daerah itu warisan sejarahnya, dan oleh karenanya tak dapat dipisahkan dari Cina. Orang Uighur percaya, fakta sejarah menunjukkan klaim Cina tidak berdasar dan sengaja menginterpretasikan sejarah secara salah untuk kepentingan ekspansi wilayahnya.

Uighuristan merupakan tanah subur 1.500 mil dari Beijing, dengan luas 1,6 juta kilometer persegi atau hampir 1/6 wilayah Cina. Xinjiang adalah provinsi terbesar di Cina. Di utara, tanah Uighur berbatasan dengan Kazakhstan; Mongolia di timur laut; Kirgistan dan Tajikistan di barat laut; dan dengan Afghanistan-Pakistan di barat daya.

Ada dua kelompok etnis Muslim besar di Cina: Hui dan Uighur. Meski sama-sama Muslim, kedudukan kedua kelompok ini di masyarakat Cina sangat bertolak belakang.

Muslim Uighur yang aslinya berbicara bahasa turki dengan tulisan Arab mempunyai populasi sekitar delapan juta orang. Etnis Hui diperkirakan berjumlah 11 juta orang. Mereka tersebar di berbagai penjuru Cina. Namun, mereka paling banyak berada di Kawasan Otonomi Ningxia Hui.

Tidak seperti Hui, Uighur menghadapi sejumlah diskriminasi. Laporan Human Rights Watch 2013 tentang Cina mengatakan atas nama upaya kontraterorisme dan antiseparatisme, pemerintah mempertahankan sistem diskriminasi etnis terhadap Uighur dan secara tajam mengekang ekspresi agama dan budaya.

Muslim Hui lebih bisa berbaur dengan masyarakat Cina pada umumnya. Salah satunya karena faktor bahasa. Uighur tidak begitu menguasai bahasa Mandarin.. Berbeda dengan Hui yang berbicara dalam bahasa Mandarin sehingga memiliki kesempatan untuk memperbaiki kehidupan.

Perbedaan bahasa ini juga menyebabkan pandangan miring dari masyarakat. Mereka menganggap Muslim Uighur adalah golongan yang tidak berpendidikan.

Belum lagi bias dari pemberitaan media pemerintah. Adanya kejahatan atau kekerasan yang dilakukan Uighur dengan cepat diberi label aksi terorisme. Hui tidak mengalami hal ini. Pelabelan ini menjadi stereotip bagi publik. Pelabelan ini juga menjadi tantangan besar bagi Uighur.

Meski situasinya rumit, banyak yang mengatakan faktor ekonomi dan budaya menjadi akar penyebab kekerasan. Aktivis mengatakan aktivitas perdagangan dan kebudayaan Uighur maskin dikekang pemerintah Cina.  memang budaya Uighur lebih condong ke Asia Tengah ketimbang Cina.

Pada Juli 2014, sejumlah departemen pemerintah Xinjiang melarang pegawai negeri Muslim berpuasa selama Ramadhan. Pengawasan terhadap masjid dan sekolah Islam juga sangat ketat. Anak-anak Muslim yang bersekolah diminta menandatangani kontrak yang isinya mereka berjanji tidak shalat, berpuasa, dan pergi ke masjid.

Yang terbaru adalah adanya sebuah kamp penahanan dimana satu juta Muslim Uighur dipaksa menjalani indoktrinasi. Badan HAM PBB mengatakan etnis minoritas itu disekap dalam fasilitas rahasia. Laporan tersebut mengatakan sekitar dua juta etnis Uighur dan minoritas Muslim ditahan di sebuah kamp politik guna menjalani proses cuci otak.

Sejumlah kesaksian dari warga Uighur menyebut mereka hidup ketakutan di Cina. Mereka merasa diperlakukan layaknya musuh negara.

Sejarah bangsa Uighur sedemikian panjang jika diturut. Perjuangan mereka untuk hidup dan menjalankan keyakinannya ke depan pun masih panjang dan nampak tak berujung.

Kegigihan mereka mengingatkan saya pada sepotong ayat kitabullah, Al-Baqarah ayat 153. "Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar."

*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement