REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Indira Rezkisari*
JAKARTA – Kiprah Menteri Susi Pudjiastuti dalam urusan memajukan kelautan Indonesia sudah tidak diragukan. Prestasinya bahkan membuat Menteri Susi dipuji aktor sekaligus aktivis Leonardo DiCaprio.
Tahun lalu di ajang konferensi PBB tentang kelautan di New York, Leonardo menyanjung tindakan pemberantasan illegal fishing Susi. Katanya, Menteri Susi memberi contoh era baru transparansi manajemen perikanan dengan membuat system pemantauan kapal perikanan dengan satelit atau vessel monitoring system atau VMS lewat platform Global Fishing Watch.
Bukan cuma itu yang sudah dilakukan Susi. Ia juga terkenal berani menenggelamkan kapal asing yang masuk ke perairan Indonesia dan mengambil ikan dari sana. Jargon ‘tenggelamkan’ bahkan menjadi populer di publik. Terutama juga setelah Susi ‘mengancam’ mereka yang tidak makan ikan dengan akan menenggelamkannya.
Tak salah kalau Menteri Susi begitu mencintai laut dan isinya. Semua orang Indonesia sudah seharusnya memiliki kecintaan yang sama, bahkan lebih besar.
“Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang nomor dua di dunia setelah Kanada,” kata Susi, beberapa waktu lalu, di peresmian Jakarta Aquarium di mal Neo Soho, Jakarta Barat. Garis pantai Indonesia merentang sepanjang 99 ribu kilometer.
Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan juga membuat merah putih berdaulat di atas 70 persen wilayah perairan. Fakta tersebut membuat Indonesia sebagai pemilik Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) nomor tujuh terbesar dunia.
Sekadar mengingatkan, ZEE merupakan salah satu hak berdaulat bangsa. ZEE adalah kawasan laut yang berjarak 200 mil dari pulau terluar sebuah negara. Di kawasan ZEE miliknya semua negara berhak memanfaatkan seluruh potensi sumber daya alam, termasuk ikan di dalamnya. Di atas perairan itu pula negara bisa mengeksplorasi dan mengeksploitasi isi laut hingga kedalaman 200 meter atau lebih.
Ingat kasus kapal-kapal asing yang diusir atau bahkan ditenggelamkan oleh Susi? Artinya kapal asing sudah tanpa izin melakukan eksplorasi hasil laut di zona perairan yang berdaulat milik Indonesia. Sebab, di luar ZEE perairan yang eksis merupakan laut lepas atau laut internasional tanpa bisa diklaim oleh negara mana pun.
Lautan yang luas namun tidak akan berarti tanpa kecintaan masyarakat terhadapnya. Menteri Susi menekankan betul itu. “Saya ingatkan terus kondisi laut Indonesia. Tingga tersisa 40 persen terumbu karang baik. Sisanya, rusak,” terang Susi.
Destructive fishing atau pola penangkapan ikan dengan cara merusak, misalnya menggunakan bom, dipastikan Susi masih bisa ditemukan di Indonesia. Ia masih menemukan impor pupuk illegal sebagai bahan baku bom illegal. Termasuk impor illegal untuk dinamit.
Padahal laut yang sehat dan terawatt merupakan kunci kelanjutan Indonesia sebagai negara kepulauan. Susi mengatakan Presiden Joko Widodo sudah menegaskan keinginannya menjadikan laut Indonesia laut yang sehat.
“Itu artinya, ikan harus banyak. Tidak cuma untuk dimakan rakyat, tapi juga cukup untuk kebutuhan industri,” sambungnya.
Susi menekankan lagi, pentingnya menjaga supaya laut Indonesia terus sehat. “Apalagi ikan itu sumber protein baik dan murah,” kata Susi. Masyarakat yang tercukupi kebutuhan proteinnya bisa tumbuh sebagai manusia yang lebih berkualitas.
Karena itu Susi tanpa bosan mengajak mencintai laut. Caranya, dimulai dari mendidik anak untuk mencintai laut dan menyukai produk kelautan.
Belum lama ini Susi membuat kampanye membagikan kacamata menyelam ke anak-anak di pesisir pantai. Kampanye tersebut bukan tanpa pesan. Saat mengunjungi pantai atau laut di Indonesia, Susi kerap melihat anak-anak pesisir yang secara rutin bertemu dengan turis yang ingin menyelam.
Wisatawan seperti di Raja Ampat bolak-balik datang ke sana, menyelam, lalu bercerita soal indahnya kedalaman laut di sana. Tapi anak-anak pesisir di sana, justru mereka tidak pernah melihat isi lautnya yang membuat turis terus berdatangan. “Saya tidak mau anak-anak cuma bisa lihat turis menyelam, tapi mereka sendiri tidak pernah melihatnya langsung. Tidak tahu indahnya,” katanya.
Pemberian kacamata renang atau goggles disertai pesan dari sang menteri. “Saya bilang, jaga laut. Kalau ada yang mengebom, laporkan!”
Bagi Susi, tidak adil rasanya menyuruh anak-anak pesisir pantai menjaga pantai jika mereka tidak pernah tahu betapa indahnya isi laut. Karena Susi yakin, anak-anak itu hanya bisa tumbuh mencintai pantainya kalau mereka juga tahu apa yang harus dicintai.
Termasuk juga jika anak melihat sampah plastik di dalam laut. Tanpa kesadaran untuk menggunakan lebih sedikit kantung kresek, sedotan plastik, wadah sekali pakai, hingga air minum kemasan, Susi yakin laut Indonesia tidak akan bisa sehat.
Ia mengharapkan Indonesia berani mengambil keputusan melarang penggunaan kantung kresek di supermarket. Sebuah langkah yang berani diambil bahkan oleh negara-negara Afrika, tapi belum juga dilakukan di Tanah Air. Tanpa kebijakan itu, katanya, diprediksi di tahun 2030 akan ada lebih banyak limbah di laut dibandingkan ikan.
Mencintai laut sangat bisa dilakukan dengan berbagai cara. Dari dini cara mengajak anak mencintai laut bisa dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dari mengajaknya bermain ke pantai, mengajaknya melihat isi laut di akuarium edukasi, atau mengenalkannya dengan beragam nama-nama ikan hingga mengedukasi anak untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Laut yang sehat akan memiliki pasokan isi laut yang berlimpah. Pasokan yang pada akhirnya tidak sekadar memberi gizi bangsa, tapi juga menambah ekonomi negara.
Tahun lalu, angka PDB (Produk Domestik Bruto) perikanan sudah melampaui PDB nasional. Kementerian KKP mencatat hingga triwulan ketiga angkanya mencapai Rp 169,5 miliar.
Ekspor ikan dikatakan Susi juga naik. Jika tahun lalu ekspor ikan ditargetkan kenaikannya 11-12 persen, tahun ini Susi meyakini targetnya bisa tembus naik hingga 15 persen.
Keberlanjutan atau sustainability kelautan Indonesia tidak bisa dikerjakan Susi sendirian. Adalah tugas seluruh rakyat untuk mendukung itu.
Susi mengingatkan, 70 persen wilayah Indonesia adalah laut. Jika yang 70 persen itu tidak dijaga, maka bencana pemanasan global dipastikan akan terjadi.
“Seluruh dunia ini, 60 persen sampai 70 persennya laut. Hutan itu tidak sampai sebesar itu. Inilah potensi ancaman global warming terbesar kalau tidak dijaga,” terang Menteri Susi.
Masih berani tidak makan ikan? Berani buang sampah sembarangan? Berani merusak terumbu karang? Saran saya, tenggelamkan diri Anda saja ke laut jika jawabannya iya.
*penulis adalah redaktur di Republika.co.id