REPUBLIKA.CO.ID, oleh Agung Sasongko*
Bencana dahsyat melanda Lombok lalu menyusul Palu, Donggala, dan Sigi. Perbincangan pun muncul. Saya pun berdoa agar saudara-saudara kita yang berada di sana diberikan kemudahan dan keikhlasan dalam menghadapi cobaan berat ini.
Penulis pahami, apapun yang berkembang di media sosial terkait bencana ini, kiranya menjadi momentum untuk mengingat. Sehebat apapun manusia pada akhirnya ia akan pasrah kepada pencipta-Nya. Berdoa dan memohon ampun, agar diberikan pertolongan. Sungguh luar biasanya, kasih sayang-Nya, namun terkadang kita lupa. Selalu saja lupa.
Ibnu Umar RA bertutur, “Suatu saat aku datang kepada Nabi SAW yang tengah berada di tengah-tengah jamaah yang jumlahnya 10 orang. Seseorang dari kalangan Anshar bertanya, ‘Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia, wahai Rasulullah?’
Beliau menjawab, ‘Orang yang paling rajin mengingat mati dan orang yang paling baik persiapannya dalam menghadapinya. Itulah orang yang paling cerdas, yang akan memperoleh kehormatan di dunia dan kemuliaan di akhirat kelak.”‘ (HR Ibnu Majah).
Pesona dunia telah menggelapkan kita. Menikmati setiap jengkal dosa tanpa berpikir kalau kehidupan dunia hanya sementara. Umar bin Khattab diriwayatkan pernah menemui Nabi SAW ketika beliau bangun dari pelepah kurma tempatnya berbaring. Umar melihat guratan pelepah kurma membekas di punggung Nabi SAW. Ia pun menangis.
Dengan lembut Nabi SAW bertanya: "Apa yang membuatmu menangis?" Umar menjawab: "Wahai Rasulullah, sungguh Raja Kisra dan Kaisar Romawi dalam keadaan (kafir). Mereka (bergelimang harta), sedang Engkau ialah Utusan Allah (tetapi tidak memiliki apa-apa)." Dengan bijak Nabi SAW bersabda: "Wahai Umar, tidakkah engkau ridho jika mereka mendapat dunia dan bagi kita akhirat?" Pelajaran ini tidak pernah dilupakan oleh Umar seumur hidupnya.
Islam mengajarkan, siapa yang mengutamakan akhirat dan mengesampingkan dunia, justru merekalah yang mendapatkan dunia dengan lebih baik. Orang-orang yang sibuk dengan dunia dan lupa dengan akhirat hanya mendapatkan rezeki "secukupnya" dari Allah SWT. Sementara, orang-orang saleh Allah jamin rezeki mereka dan datang dari arah yang tak diduga-duga.
Karenanya, penulis mengajak umat Islam agar selalu bermuhasabah. Apa yang lupa dari diri kita, lingkungan, dan negara. Sudah benarkah kita lebih mementingkan akhirat. Sudah luruskah niat kita mengabdi pada-Nya. Sudahkah kita berbagai dengan sesama.
Dalam Alquran Allah SWT berulang-ulang mengingatkan agar orang yang beriman hati-hati dan waspada, jangan tertipu kehidupan dunia yang penuh tipu daya. Utamakanlah kehidupan akhirat yang kekal dan tidak ada batas akhirnya. Carilah perbekalan sebanyak-banyaknya untuk kehidupan akhirat, namun jangan pula melupakan kehidupan yang wajar di dunia ini (QS al-Qashas [28] :77)
Dalam Alquran juga dikatakan bahwa manusia tidak mengetahui banyak hal tentang sesuatu, yang mereka ketahui hanyalah kenyataan yang tampak secara lahiriah, yaitu kehidupan dunia saja, sedangkan kehidupan akhirat mereka lalai (QS ar-Rum: 6-7).
Karena itu, agar hidup manusia mencapai predikat kemuliaan di hadapan Allah SWT dan memiliki manfaat bagi sesama, manusia membutuhkan nasihat kehidupan. Berikut nasihat Malaikat Jibril kepada nabi dalam hadis berikut ini.
Dari Sahl bin Sa'd bahwasanya Rasulullah bersabda, "Jibril mendatangiku lalu berkata, "Wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu karena sesungguhnya kamu akan mati, cintailah siapa yang kamu suka karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya dan berbuatlah sesukamu karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya."
Kemudian dia berkata, "Wahai Muhammad! Kemuliaan seorang mukmin adalah berdirinya dia pada malam hari (untuk shalat malam) dan keperkasaannya adalah ketidakbutuhannya terhadap manusia." (HR Ath-Thabarani, Abu Nu'aim, dan Al- Hakim).
Jadi masihkan kita lupa? Wallahu’alam
*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id