Jumat 02 Nov 2018 01:27 WIB

Sangsi Sanksi Saudi untuk Khashoggi

Sanksi kasus Khashogg sepertinya dijatuhkan terhadap individu.

Ilustrasi Jamal Khashoggi
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Jamal Khashoggi

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nuraini*

Investigasi kasus pembunuhan jurnalis asal Arab Saudi, Jamal Khashoggi mengungkap kepastian bahwa kolomnis Washington Post itu tewas karena dibunuh di Konsulat Saudi yang berada di Istanbul, Turki. Pembunuhan itu pun telah diakui oleh pemerintah Arab Saudi yang sebelumnya memberikan keterangan berbeda-beda, terkait laporan hilangnya Khashoggi setelah masuk ke Konsulat pada 2 Oktober lalu. Fakta adanya pembunuhan tersebut menimbulkan reaksi internasional yang ternyata berbeda bila dibandingkan dengan kasus yang relatif serupa.

Bukti pembunuhan Khashoggi selama ini lebih banyak diklaim oleh pemerintah Turki. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan secara rutin mengungkap bukti pembunuhan Khashoggi. Sejak Khashoggi dilaporkan hilang di Konsulat Saudi, Turki telah menyatakan bahwa jurnalis tersebut tewas dibunuh. Turki memperkuat klaimnya dengan menyatakan memiliki rekaman suara saat Khashoggi dibunuh oleh 15 orang Saudi di dalam gedung Konsulat. Pembunuhan itu dituding telah direncanakan sebelumnya.

Akan tetapi, Arab Saudi membantah bukti awal pembunuhan Khashoggi yang diklaim oleh Turki. Pemerintah Arab Saudi sempat mengatakan tidak mengetahui apapun mengenai hilangnya Khashoggi di Konsulat. Akan tetapi bukti yang terus dipaparkan Turki membuat Saudi mengklaim bahwa Khashoggi terlibat perkelahian hingga meninggal di Konsulat. Selang sepekan kemudian, Saudi menyatakan Khashoggi dicekik oleh tim yang diduga membunuhnya setelah berusaha membujuk jurnalis tersebut kembali pulang ke Saudi secara sukarela.

Penjelasan Saudi atas apa yang terjadi pada Khashoggi direspons negara-negara di dunia dengan keraguan. Bahkan, Presiden AS, Donald Trump menuduh Arab Saudi berbohong menyusul adanya klaim yang berbeda-beda mengenai kasus Khashoggi. Prancis, Inggris, dan Jerman pun turut meminta Saudi untuk membeberkan fakta-fakta mengenai pembunuhan Khashoggi. Belakangan, Saudi mengakui bahwa pembunuhan terhadap Khashoggi direncanakan.

Dengan berbagai versi cerita tersebut, Saudi menyatakan telah menangkap 18 orang yang diduga terlibat pembunuhan. Mereka yang ditangkap tersebut di antaranya adalah Saud al-Qahtani dan Maher Mutreb. Keduanya diketahui merupakan tangan kanan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS). Hal itulah yang kemudian mengarahkan tudingan MBS di balik perintah pembunuhan Khashoggi. Akan tetapi, hingga kini, kejelasan siapa pihak yang bertanggungjawab atas pembunuhan Khashoggi dan motifnya masih terus menjadi perdebatan, tertutup tabir tanpa ada kejelasan.

Khashoggi memang bukan jurnalis biasa. Dia kerap menulis kritik keras dalam kolomnya di Washington Post. Khashoggi yang berpindah ke AS tersebut menulis kolom pertamanya di Washington Post pada September 2017 yang mengkritik arah kebijakan kerajaan dan Mohammed bin Salman. Sejak saat itu, Khashoggi terus mengkritik Saudi hingga tulisan terakhirnya yang dipublikasikan Washington Post pada 17 Oktober 2018. Tulisan itu berisi kritik kebebasan pers di Arab Saudi.

Atas kasus pembunuhan itu, reaksi internasional beragam. Sebagai sekutu terdekat Saudi, Amerika Serikat terlihat ragu-ragu dalam menanggapi kasus pembunuhan Khashoggi.  Donald Trump bahkan sempat mendukung klaim Arab Saudi bahwa pihak yang bertanggungjawab atas pembunuhan Khashoggi adalah "agen-agen jahat". Donald Trump juga secara tegas menolak untuk menangguhkan perjanjian pembelian senjata AS-Arab Saudi. Sikap paling keras yang ditunjukkan Saudi atas kasus tersebut adalah mencabut visa 18 orang yang diduga terlibat dalam pembunuhan Khashoggi.

Reaksi Eropa, yang sebagian merupakan sekutu AS, lebih menunjukkan tekanan terhadap Saudi. Kanselir Jerman, Angela Merkel berjanji akan menghentikan semua ekspor senjata negaranya ke Arab Saudi sampai kasus pembunuhan Khashoggi menjadi jelas. Merkel pun bersepakat dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk mendesak Uni Eropa kembali membahas penjualan senjata ke Arab Saudi.  Sementara, sikap Inggris masih menunggu klarifikasi Saudi atas kasus pembunuhan Khashoggi.

Sikap Eropa tersebut berbeda bila dibandingkan dengan upaya pembunuhan terhadap bekas intelijen Rusia, Sergei Skripal dan putrinya pada 4 Maret 2018 di Salisbury, Inggris. Kasus Khashoggi kerap dibandingkan dengan upaya pembunuhan Skripal karena kesamaan dugaan operasi intelijen di luar negeri. Skripal merupakan pensiunan kolonel yang sempat berdinas di badan intelijen militer luar negeri Rusia (GRU). Namun, ia kemudian dituduh membelot dan berkhianat dengan tudingan membocorkan identitas agen-agen Rusia kepada Dinas Intelijen Rahasia Inggris (MI6). Ia dituduh sebagai agen ganda, yang membuatnya dijatuhi hukuman oleh pengadilan militer Rusia dengan penjara 13 tahun. Empat tahun kemudian, pada Juli 2010, Skripal diampuni oleh mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev. Dia kemudian dibebaskan bersama tiga orang lainnya untuk ditukar dengan 10 mata-mata Rusia yang ditangkap FBI. Skripal kemudian diberi perlindungan di Inggris.

Rusia membantah terlibat upaya pembunuhan terhadap Skripal dan putrinya di Inggris. Akan tetapi, upaya pembunuhan dengan menggunakan racun syaraf Novichok itu direspons Inggris dengan mengusir 23 diplomat Rusia dari negaranya. Hal itu dibalas Rusia dengan mengusir 23 diplomat Inggris. Respons itu juga diikuti Amerika Serikat dengan mengusir 60 diplomat Rusia dari negaranya dan memerintahkan penutupan konsulat Rusia di Seattle. Langkah yang sama diambil Australia, Hongaria, dan Makedonia sebagai sikap solidaritas kepada Inggris. Hasil investigasi terbaru diumumkan pada September 2018 yakni dua orang yang merupakan anggota militer intelijen Rusia diselidiki dengan tuduhan menjadi pelaku upaya pembunuhan terhadap Skripal dan putrinya.

Respons negara-negara di dunia atas upaya pembunuhan Skripal tersebut memperlihatkan sanksi dilakukan di level diplomatik atau menyasar negara. Sementara, melihat respons negara-negara di dunia atas kasus Khashoggi yang melibatkan Saudi, sanksi dijatuhkan terhadap individu. Sanksi lainnya atas kasus pembunuhan Khashoggi menyasar pada perdagangan, tidak pada level diplomatik. Dengan sikap negara-negara itu, sanksi yang lebih untuk menekan Saudi membuka tabir pembunuhan Khashoggi bisa disangsikan akan dilakukan oleh negara-negara dunia. Padahal, adanya tekanan internasional telah terbukti membuat Arab Saudi mau mengakui adanya pembunuhan Khashoggi.

*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement