Selasa 27 Nov 2018 02:55 WIB

Menghukum Saudi Lewat Kasus Khashoggi

Penghentian ekspor senjata ke Saudi belum cukup menyetop peperangan di Yaman.

Anak Yaman Kelaparan
Foto: Republika
Anak Yaman Kelaparan

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nuraini*

Kematian jurnalis dan kolomnis Washington Post, Jamal Khashoggi tidak hanya membuka mata dunia atas kasus pembunuhan yang dilakukan pejabat Arab Saudi. Perhatian dunia kini turut tertuju pada keterlibatan koalisi pimpinan Arab Saudi dalam perang Yaman.

Sejumlah negara mengambil tindakan atas pembunuhan Khashoggi dengan mengaitkannya pada perang di Yaman. Finlandia, Denmark, dan Jerman mengambil langkah serupa yakni menghentikan ekspor senjata ke Arab Saudi sebagai protes atas kasus pembunuhan Khashoggi. Langkah ketiga negara itu mempertimbangkan situasi kemanusiaan yang semakin mengkhawatirkan di Yaman. Bahkan, Jerman mendesak negara-negara Eropa lainnya untuk menghentikan ekspor senjata ke Arab Saudi.

Arab Saudi merupakan salah satu pengimpor senjata terbesar di dunia. Sementara, Saudi terlibat perang saudara di Yaman sejak 2015 atau setahun setelah militan Houthi menyerang dan menguasai ibu kota Yaman, Sanaa. Arab Saudi mengintervensi perang Yaman untuk mendukung pemerintahan Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi. Intervensi militer tersebut dilakukan juga karena koalisi Saudi menilai Houthi sebagai ancaman, dengan menuding kelompok tersebut didukung Iran.

Perang di Yaman telah menewaskan hampir 10 ribu orang dan menyebabkan bencana kelaparan. Koalisi pimpinan Saudi telah memberlakukan blokade parsial perlabuhan Hodeida yang menargetkan penghentian senjata Iran ke Houthi. Akan tetapi, blokade pelabuhan Hodeida itu justru berimbas pada terhambatnya penyaluran barang hingga bantuan kemanusiaan ke Yaman. Akibatnya, berdasarkan laporan Save the Children, 85 ribu anak balita di Yaman meninggal dunia karena kelaparan atau penyakit sejak perang meletus di Yaman. Berdasarkan laporan PBB, 400 ribu anak menderita kekurangan gizi sepanjang tahun ini, meningkat 15 ribu anak dibandingkan 2017. Selain itu, 14 juta orang di Yaman terancam kelaparan.

Penghentian ekspor senjata ke Saudi tentu belum cukup untuk menyetop peperangan di Yaman. Utusan PBB Martin Griffiths sebelumnya telah gagal mendorong negosiasi damai antara pihak yang berkonflik di Yaman. Namun, dorongan negosiasi damai antara Houthi dan Pemerintah Republik Yaman masih dilakukan dengan pertemuan di Swedia. Hal itu juga telah menjadi perhatian pemerintah AS yang mendukung utusan khusus PBB untuk Yaman mempertemukan pihak berkonflik. AS pun menyerukan agar semua pihak mengakhiri konflik di Yaman.

Akan tetapi, seruan AS tersebut tidak secara nyata menyasar Arab Saudi yang terlibat langsung dalam perang Yaman. Presiden AS Donald Trump justru menyatakan Arab Saudi merupakan mitra setia AS saat menanggapi keterlibatan Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman terlibat dalam pembunuhan Khashoggi. Trump justru menyerang Iran yang bertanggungjawab atas peperangan di Yaman. Iran dan Arab Saudi  memang merupakan saingan regional dan keduanya mendukung pihak yang berseberangan dalam konflik Suriah dan Yaman serta faksi politik berbeda di Irak dan Lebanon.

Kasus pembunuhan Khashoggi seharusnya dapat menjadi pintu masuk untuk menekan Arab Saudi menghentikan peperangan di Yaman, atau setidaknya mendukung perundingan damai antara para pihak yang berkonflik. Akan tetapi, hal itu tentu membutuhkan niat serius dari sejumlah negara khususnya AS untuk ikut andil dalam mendorong perdamaian di Yaman.

*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement