REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Febrian Fachri*
Berakhir sudah penantian Persija Jakarta dan The Jakmania untuk menjadi kampiun Liga 1. Persija mengakhiri puasa gelar juara liga selama 17 tahun. Terakhir Macan Kemayoran menjadi kampiun pada tahun 2001 lalu saat masih dengan format Liga Indonesia atau ISL.
Gelar juara yang dimenangkan anak-anak ibu kota tahun ini akan menyajikan perayaan luar biasa dari jutaan The Jak baik yang ada di Jakarta maupun dari luar Jakarta. Karena tim ini punya basik suporter fanatik dengan jumlah yang sangat banyak dan manajemen organisasi suporter yang teratur.
Perayaan gelar juara Persija akan berbeda dari tahun lalu saat Bhayangkara FC jadi kampiun. Bhayangkara merupakan tim baru dan tidak punya massa suporter yang banyak.
Saya tidak akan membahas panjang lebar mengenai perayaan gelar. Yang ingin penulis soroti dari keberhasilan Persija ini adalah mengenai peranan penting pelatih asal Brasil, Stefano Cugurra Teco.
Saat Liga 1 mulai bergulir lagi 2017 lalu pascavakumnya kompetisi nasional selama kurang lebih tig tahun, kening saya mengkerut saat mendengar Persija menunjuk Teco menjadi pelatih baru. Nama ini sangat asing di sepak bola Indonesia. Ia tidak punya catatan sebagai pemain atau pelatih di Indonesia sebelumnya.
Saat saya menjajaki internet, tidak ada data dan informasi yang menunjukkan dia pernah menjadi pemain sepak bola profesional. Paling tidak informasi tentang latar belakangnya ialah sebagai putra dari mantan pelatih Persebaya Surabaya tahun 2007 lalu Gildo Rodriguez.
Teco baru memulai karier pelatih di empat klub Thailand yakni Chiangrai United, Phuket, Osotspa Samut Prakan dan Royal Thai Navy. Keraguan saya mengenai cara kerja Teco pun seperti terbukti. Lima laga awal Persija di Liga 1 2017 sulit menang.
Bambang Pamungkas dan kawan-kawan kala itu mendekam di papan bawah. Persija di awal-awal bersama Teco pun tidak melakukan pembelian pemain besar-besaran di saat maraknya kedatangan marquee player di Liga 1.
Musuh Persija, Persib Bandung saja sampai mendatangkan mantan bintang Chelsea Michael Essien ke Bandung. Semen Padang mendatangkan Didier Zokora, dan Madura United punya Peter Odemwingie. Sementara pemain terkenal yang dipunyai Persija musim lalu masih nama lama seperti Bambang, Ismed Sofyan dan Andritany Ardhiyasa.
Hal ini pernah saya tanyakan kepada Teco saat konferensi pers di Solo pada November 2017 lalu. Saat itu saya menanyakan kenapa Persija sulit menang di lima laga awal dan kenapa tidak ikut-ikutan mendatangkan marquee player yang punya nama besar. Ia menjawab, kalau itu adalah masa-masa dirinya dan semua pemain beradaptasi.
Cukup lima laga tidak pernah menang, setelah itu, Persija tak terkalahkan sampai 10 laga beruntun. Soal materi pemain, Teco memang tidak ambil pusing dengan kualitas yang dimiliki Persija kala itu.
Baginya yang penting mengenali karakter masing-masing pemain yang ada dan menciptakan formula dan kombinasi yang pas supaya masing-masing pemain paham fungsi dan peranan yang ia rancang. Persija pun perlahan merangkak sampai papan atas sampai paruh pertama.
Pada paruh kedua, Teco meneruskan konsistensi dan membawa Persija finis di urutan enam klasemen akhir Liga 1 2017. Persija hanya kalah tujuh angka dari Bhayangkara kala itu.
Masih saat berbicara di Solo jelang Persija melawan Persib tahun lalu, Teco menjelaskan kepada saya bahwa dalam membangun sebuah tim juara, tidak bisa secara instan. Makanya pria 44 tahun itu tidak mempersoalkan Persija irit belanja. Teco hanya ingin mendapatkan chemistry dengan semua pemain dan suporter.
Walau pun punya kewarganegaraan Brasil, kemampuan Teco berbicara dengan Bahasa Indonesia sangatlah fasih. Padahal ia tidak pernah tercatat sebagai WNI. Hal itu kata dia termasuk dalam bagian upayanya untuk meleburkan diri dengan Persija dan Indonesia.
Saat itu saya bertanya, apakah dengan kestabilan grafik baik di Liga 1 2017 bisa terus dilanjutkan sampai menjadi juara tahun depan? dia menjawab, "Anda lihat saja tahun depan".
Sebenarnya Teco sudah menjawab trofi juara di awal 2018 ini dengan trofi Piala Presiden untuk pertama kalinya buat Persija. Hari ini, Teco benar-benar membuktikan perkataannya. Pria yang baru berumur 44 tahun itu benar-benar mengeluarkan kembali taring dan kuku panjang Macan Kemayoran yang seakan tumpul selama 17 tahun. Persija konsisten di papan atas klasemen Liga 1 tahun ini.
Saya berani mengatakan keberhasilan Persija menjadi juara tahun ini 80 persen karena faktor Teco. Kerja keras, kesabaran dan pemikirannya soal taktik permainan lah yang membuat Persija juara.
Adapun, 20 persennya adalah pekerjaan manajemen Persija yang mendatangkan pemain kunci seperti Marko Simic dan dan Riko Simanjuntak. Peranan suporter tentu juga termasuk faktor X yang menjaga semangat para penggawa Macan.
Keberhasilan Teco memberikan pelajaran bahwa membangun tim sepak bola harus seperti meracik makanan spesial yang membutuhkan bahan-bahan yang komplet dan memasakknya dalam waktu yang lama. Tidak seperi memasak mie instan 5 menit langsung jadi. Sepak bola membutuhkan kesabaran, ketekukan, kerja keras dan pemikiran mendalam untuk sebuah strategi.
Selamat Persija, selamat The Jakmania, Selamat Coach Teco!
*penulis adalah jurnalis Republika