Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika
Apakah Ba'asyir akan bebas hari ini? Pertanyaan ini sampai semalam masih menggantung. Namun, keluarga terpidana kasus terorisme Ustaz Abu Bakar Ba'asyir pun telah menyatakan bila dia akan segera bebas.
Bagi pihak keluarga, mereka sudah pula memperkirakan Ba'asyir akan tiba di Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Kabupaten Sukoharjo, Rabu sore (23/1) sekitar pukul 17.00 WIB. Ponpes Al Mukmin pun telah mempersiapkan penyambutan dan persiapan keamanan.
"Ini sesuai dengan perkembangan informasi yang kami terima dari Ustaz Iim (Putra Abu Bakar Ba'asyir, Abdul Rochim Ba'asyir)," kata Pejabat Humas Pondok Pesantren Al Mukmin Muchson di Sukoharjo, Selasa (22/1).
Sejauh ini, kata dia, sudah melakukan sejumlah persiapan, di antaranya dari sisi kesiapan tempat penyambutan dan persiapan keamanan. Mengenai keamanan, pihaknya sudah bekerja sama dengan Polres Sukoharjo.
Menurutnya, ada sekitar 1.000 santri yang akan menyambut kedatangan pria berusia 81 tahun tersebut. Meski ada acara ini, lanjut dia, kegiatan belajar akan berjalan normal. "Kegiatan belajar mengajar berjalan seperti biasa, tidak dikosongkan karena KBM kan pagi hari. Selain itu, kami juga akan mengundang MUI Surakarta dan MUI Kabupaten Sukoharjo pada penyambutan tersebut," katanya.
Jika sesuai dengan jadwal awal, katanya lagi, sesampainya di pondok Ustaz Ba'asyir akan masuk masjid untuk melakukan salat dua rakaat. "Setelah itu, masuk ke tempat tinggal beliau untuk bertemu dengan keluarga. Mengenai sambutan, kalau memungkinkan, beliau akan memberikan sambutan," katanya.
Selain itu, sambutan juga akan diberikan oleh wakil keluarga, Tim Pengacara Muslim (TPM), dan pihak pesantren. "Kalau Pak Yusril datang, ya, beliau juga akan memberikan sambutan," ucapnya.
Untuk prosesi penyambutan, menurutnya, akan dilakukan selama 1 jam, atau tepatnya setelah salat Isya. Rencananya Abu Bakar Ba'asyir akan menempuh jalur darat pada perjalanan dari Gunung Sindur, Bogor ke Sukoharjo. Diperkirakan waktu tempuh sekitar 8 jam sampai dengan 9 jam.
Dan terkait soal pembebasan tersebut memang menjadi kontroversi. Politisi, ahli hukum hingga pejabat negara terlihat tak satu arah. Soal pembebasan ini pun belum jelas benar. Menko Polhukam Wiranto menyatakan masih mengkaji mendalam usulan pembebasan Ba'asyir. Mantan Menpangab ini malah mengisyaratkan pembebasan bisa dilakukan bila Ba'asyir sudah mengakui dan setia kepada Pancasila sebagai dasar negara.
Jadi semua hal ini makin membuat lebih menarik lagi, kalau benar Ba'asyir memang dibebaskan. Apakah dengan pembebasan Ba'asyir akan melunak dengan mengakui bersalah dan Pancasila?
Dan semua hal itu bagi publik sampai hari ini jelas memicu pertanyaan. Semua tahu pertanyaan tersebut 'super sensitif'. Apalagi kebetulan, Senin malam lalu (21/1), ketika pertanyaan soal ini diajukan kepada salah seorang alumni Pondok Pesantren Ngruki ada jawaban menarik. Sosok ini 'diam-diam' selama ini malang-melintang dalam dunia politik. Tak aneh untuk menjawab soal ini, dia menjawabnya secara ringan sembari tertawa-tawa gembira.
''Harap tahu ya, Bagi Ustaz pertanyaan itu sudah selesai. Bagi orang seperti beliau 'penjara dan istana; sama saja. Cuma beda kamar?,'' katanya dengan cuek,
Tak hanya itu dan dengan sembari masih tertawa-taswa, dia kemudian mengkritisi polemik soal pembesan Ba'asyir. Katanya, jelas kebijakan yang tidak bermanfaat bagi posisi dan elektabilitas Presiden Jokowi bila ingin Ba'asyir mengubah sikapnya dengan tak lagi mempersoalkan atau menyandingkan soal Islam dan Pancasila. Sebab, bagi dia dan para pengikutnya tidak akan mengubah sikapnya.
''Saya tetap yakin kalau ustaz Ba'asyir malah pilih masuk penjara lagi kalau harus mengubah keyakinannya. Dan itu sudah dia buktikan dengan tak mau menandatangani syarat apa pun meski dapat kompensasi bebas dari penjara. Dalam darah Ustaz Ba'asyir hanya ada Allah dan Rasulullah saja. Tak akan ada atau terjadi negoisasi soal ini,'' tegasnya lagi.
Pada soal tersebut, lanjutnya, dia mempersoalkan manuver pembebasan Ba'asyir. Apa yang dibuat Yusril Ihza Mahendra tak bisa teraba maksudnya karena berimplikasi multidimensi, mulai dari soal politik pilpres, hukum, hingga soal praktis biasa lainnya.
''Ustaz Ba'asyir tahu itu. Dia sekarang pegang kendali malah. Justru yang repot ada pada sisi Pak Jokowi sendiri, antara pendukungnya malah saling berantem. Ustaz tenang-tenang saja.''
''Di sini saya tak bisa paham apa yang dipandang dan dikaji dari tim Pak Jokowi. Apakah mereka tahu secara detail soal Islam politik di Indonesia beserta cabangnya dengan baik? Kalau tidak masuk akal bila tampak menabrak-nabrak dan bingung menghadapi sikap Abu Bakar Ba'asyir,'' tambahnya.
Dia pun paham, bila ustaznya memang mempunya arti yang tinggi dalam politik pilpres. Dan ini pun sudah dibuktikan sejak era Presiden Megawati. Bahkan, Ba'asyir oleh sebagian pihak dijadikan kunci sebagai penentu dari kemenangan dan kekalahan Megawati dalam Pilpres 2004 silam.
''Ente masih ingat kan, waktu itu Presiden Amerika Serikat sampai telepon dua kali Presiden Megawati agar tangkap Ustaz Ba'asyir. Tapi permintaan itu selalu Megawati tolak dengan mengatakan apa jadinya umat Islam kalau Ba'asyir sampai ditangkap? semua tahulah isu ini apa kemudian akibatnya. Megawati tidak bisa memenangkan Pilpres dan penggantinya kemudian menangkap Abu Bakar Ba'asyir. Ini bukti sejarah soal betapa pentingnya sosok ustaz saya itu,'' katanya.
Belakangan ini soal pembebasan Ba'asyir yang tanpa syarat apa-apa memang menimbulkan polemik. Praktisi hukum Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pembebasan Ustaz Abu Bakar Ba'asyir memang sudah dipersiapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Menurutnya, kajian itu sudah selesai dilakukan hari ini.
"Kajiannya sudah dipersiapkan oleh Kemenkumham yang menangani pembinaan narapidana. Hari ini kajian itu boleh dikatakan sudah rampung," kata Yusril pada Republika.co.id, Senin (21/1).
Yusril menjelaskan, pada prinisipnya pembebasan Ustaz Ba'asyir didasarkan pada Undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang Permasyarakatan dan PP nomor 28 tahun 2006. PP 99 Tahun 2012 yang memperberat syarat-syarat pembebasan bagi napi terorisme, korupsi, dan lainnya tidak berlaku bagi Ba'asyir. "Sebab beliau divonis inkracht tahun 1999," kata Yusril menjelaskan.
Terkait ketidaksediaan Ustaz Ba'asyir menandatangani pernyataan kesetiaan pada Pancasila, Yusril menuturkan, hal itu tidak ada dalam PP 28 Tahun 2006. Oleh karena itu, tidak ada norma hukum yang dilanggar dalam pembebasan Ustaz Ba'asyir.
"Sedangkan Permenkumham Nomor 12 Tahun 2018, tidak ada hubungannya dengan PP 26 Tahun 2008 karena Permenkumham itu merupakan pelaksanaan PP 99 Tahun 2012," kata dia.
Sementara, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu pun sudah bereaksi soal pembebasan Baasyir. Dia menegaskan, terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir harus mengakui ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yakni Pancasila, jika ingin bebas. Menurut Ryamizard, setiap negara memiliki pandangan hidup dan dasar negara atau ideologi.
Ideologi negara Indonesia adalah Pancasila. "Iya dong (harus mengakui Pancasila). Kalau tidak numpang aja. Kalau lama bisa diusir," kata Menhan usai acara "Coffee Morning" dengan para Atase Pertahanan (Athan) sejumlah negara sahabat di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (22/1).
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini berharap Ba'asyir bisa menerima ideologi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Menurut Ryamizard, tidak mungkin seorang warga negara Indonesia (WNI) seperti Ba'asyir bisa hidup di negara ini jika tidak mengakui Pancasila.
Jika masih ada orang yang tidak mengakui Pancasila berarti orang itu hanya numpang sementara. Kalau sudah tinggal lama, selayaknya dikeluarkan dari negara ini.
"Kalau tidak akui Pancasila, namanya numpang. Kalau numpang itu sebentar aja. Jangan lama-lama. Rugi negara kalau terlalu lama," tuturnya.
Dalam pertemuannya dengan sejumlah atase pertahanan negara sahabat, tambah Ryamizard, tidak ada protes ataupun dukungan dari para Athan terkait wacana pembebasan Ba'asyir. "Mereka hanya mendukung setiap upaya pemberantasan teroris di Indonesia," tuturnya.
Senin petang kemarin (21/1), Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih dalam terkait pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir.
Menurut Wiranto dalam konferensi pers di Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan di Jakarta, itu menyatakan, pihak keluarga memang telah meminta pembebasan sejak 2017 karena usia lanjut dan kesehatan yang terus menurun.
Atas dasar itu dan alasan kemanusiaan, Presiden Jokowi memahami permintaan keluarga Ustaz Abu Bakar Ba'asyir. Kendati demikian, menurut Wiranto, pembebasan Ustad Abu Bakar Ba'asyir juga mempertimbangkan aspek-aspek lainnya, seperti kesetiaan kepada Pancasila, hukum dan lain sebagainya.
"Presiden tidak grusa-grusu, serta merta, tapi perlu mempertimbangkan aspek lainnya. Karena itu Presiden memerintahkan pejabat terkait melakukan kajian mendalam dan komprehensif merespons permintaan itu," katanya.
Presiden Joko Widodo sebelumnya pun telah menyebutkan pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir dilakukan demi dan atas dasar pertimbangan alasan kemanusiaan.
"Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya, beliau kan sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah meninjau Rusun Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah di Desa Nglampangsari, Cilawu, Garut, Jabar, Jumat (18/1).
Alhasil, kepastian ini juga masih tanda tanya. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga telah mengakui perlunya pemerintah mengkaji kembali pembebasan narapidana terorisme Abu Bakar Baasyir dari aspek hukum, ideologi Pancasila, NKRI, dan lainnya. Menurut JK, pembebasan Baasyir akan sulit jika ia tidak memenuhi aspek-aspek tersebut.
"Kalau tidak memenuhi aspek aspek hukum, tentu ya minimal itu agak sulit, juga nanti di belakang hari orang gugat," ujarnya kepada wartawan di Kantor wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (22/1).
JK menilai aspek-aspek yang harus dipenuhi Baasyir seperti kesediaan untuk setia pada NKRI tidaklah sulit. Sebab, syarat-syarat itu juga berlaku bagi pemberian grasi kepada semua pihak. Karenanya, selain alasan kemanusiaan dan kondisi kesehatan, Pemerintah tidak menyesampingkan syarat-syarat lainnya.
"Itu syarat-syarat yang biasa saja sebetulnya. Itu kan syarat begitu juga orang grasi begitu," kata JK.
Namun JK tidak mengetahui apakah hingga saat ini Baasyir masih enggan memenuhi syarat-syarat tersebut. Karena sebelumnya, Ba'asyir menolak untuk menandatangani dokumen yang menyatakan ia akan setia pada NKRI. Karenanya, ia belum dapat memastikan kapan pengkajian pembebasan terhadap Baasyir selesai, diikuti pembebasan Ba'asyir.
"Bisa saja dikaji ulang, kapan kapan bisa, besok bisa, lusa bisa," kata JK
Nah, menyadari semua itu tinggal di lihat saja hasilnya pada hari ini? Yang pasti baik bebas atau tidak semua ada impilakasinya. Namun, situasi yang abu-abu ini sebaiknya segera di akhiri demi kebaikan bangsa dan negara ke depan.