REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Endro Yuwanto *)
Lionel Messi mengawali comeback ke timnas Argentina dengan mengecewakan. Menghadapi Venezuela dalam laga persahabatan di Wanda Metropolitano, Madrid, Spanyol, Sabtu (23/3), skuat Tango kalah 1-3.
Ini untuk kali pertama Messi kembali mengenakan kostum timnas Argentina setelah absen selama delapan bulan sejak kegagalan Argentina di babak 16 besar Piala Dunia 2018 Rusia. Namun, kehadiran pemain berjuluk La Pulga justru ditandai dengan kekalahan.
Saat Messi memilih menepi usai Piala Dunia 2018, Argentina yang kini diarsiteki pelatih sementara Lionel Scaloni, menjalani enam laga uji coba. Tanpa Messi, tim Tango meraih empat kemenangan, satu imbang, dan satu kekalahan saat melawan Brasil.
Setelah delapan bulan tanpa Messi, Scaloni akhirnya kembali memanggil La Pulga. Bintang Barcelona itu diharapkan bisa membawa pengaruh positif terhadap sebagian besar muka-muka baru.
Hanya saja, kehadiran Messi belum membuat permainan Argentina menawan. Menghadapi Venezeuela yang dalam rekor pertemuan kerap dikalahkan, Argentina justru menyerah. Ini menjadi kekalahan kedua Argentina dari Venezuela dalam sejarah pertemuan.
Beberapa hari kemudian atau pada Rabu (27/3), Argentina kembali menjalani laga persahabatan menghadapi tuan rumah Maroko. Messi yang mengalami cedera ringan dipulangkan Scaloni ke Barcelona sehingga tak ikut ambil bagian kontra Maroko. Tanpa Messi, La Albiceleste bisa menumbangkan Maroko 1-0 di Grand Stade de Tanger.
Reputasi menterang Messi di Barcelona sejauh ini belum berimbas di timnas Argentina. Ia hanya mempersembahkan gelar di level junior dengan mengantar Argentina meraih trofi Piala Dunia U-20 2005 dan medali emas Olimpiade 2008 Beijing.
Bersama timnas Argentina senior, Messi tak pernah mencicipi trofi juara. Ia hanya mampu membawa skuat Argentina sampai ke tiga final Copa America pada 2007, 2015, dan 2016, serta final Piala Dunia 2014 Brasil.
Padahal, siapa yang berani meragukan kualitas Lionel Messi? Messi adalah megabintang Barcelona dan sampai saat ini masih dianggap pemain terbaik dunia bersama Cristiano Ronaldo. Kalimat ini tentu tak akan ada yang membantahnya.
Berbeda dengan di Argentina, sekitar 14 tahun bersama Barcelona atau sejak 2005, Messi sudah memenangi sebanyak 32 trofi. Antara lain sembilan gelar juara La Liga Spanyol dan empat gelar Liga Champions plus lima gelar Ballon d'Or (pemain terbaik dunia). Ini bukti Messi adalah Barcelona dan dalam satu dekade ini Barcelona adalah Messi.
Lantas apa yang salah? Salahkah Messi?
Sudah banyak ahli dan pengamat yang menganalisa Messi lebih nyaman dan tenang saat merumput bersama para pemain Barcelona dibandingkan Argentina. Sejak usia belia, Messi memang sudah menjadi bagian Barca.
Lionel Messi
Messi lebih mudah memahami dan dipahami oleh para pemain Barcelona, terutama para teman kecilnya lulusan Akademi La Masia, seperti Xavi Hernandez, Pedro Rodriguez, dan Andres Iniesta (ketiganya kini sudah tak membela Barca).
Jika pun datang pemain baru, seperti dulu Jordi Alba dan Ivan Rakitic, para pemain itu harus tampil sesuai keinginan dan karakter Messi di lapangan. Ingat, kisah bintang asal Swedia Zlatan Ibrahimovic yang membela Barca pada 2009. Dua bakat besar dan dua ego besar bertemu dalam satu jalur yang membuat keduanya 'berbenturan'.
Ibrahimovic yang kerap mengkritik Messi dan bermain di posisi Messi di lini depan akhirnya harus tersingkir. Pelatih Barca kala itu Pep Guardiola lebih memilih Messi dan mendepak Ibra yang hanya semusim membela La Blaugrana.
Agaknya, siapa pun pelatih Barca, Messi akan selalu mendapatkan tempat istimewa. Ini semua bukan tanpa alasan, Barcelona yang 'merawat' Messi sejak kecil sangat memahami karakter dan kondisi pemain bintangnya ini.
Messi yang lahir di Rosario, Argentina, pada 24 Juni 1987, dari kecil didiagnosa punya kelainan pada hormon pertumbuhannya. Barcelona sejak 2001 pun membiayai seluruh perawatan medis Messi.
Tak hanya kelainan hormon, Messi pun dikabarkan mengidap sindrom Asperger karena kecanggungannya dalam bersosialisasi, punya kebiasaan repetitif, dan kejeniusannya dalam satu bidang tertentu. Tentang hal ini, pada 2013 lalu, legenda sepak bola asal Brasil, Romario, pernah menyatakan Messi menyandang sindrom Asperger. Sindrom ini adalah salah satu gejala autisme di mana para penyandangnya memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan.
Sindrom ini adalah gangguan neurologis atau saraf yang tergolong dalam gangguan spektrum autisme (autism spectrum disorder). Sindrom Asperger memiliki sedikit perbedaan dengan gangguan spektrum autisme lainnya, misalnya gangguan autistik.
Pada penderita gangguan autistik, terjadi kemunduran kecerdasan (kognitif) dan penguasaan bahasa. Sedangkan, pada penderita sindrom Asperger biasanya cerdas dan mahir dalam bahasa, namun tampak canggung saat berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.
"Ini (sindrom Asperger) adalah bentuk ringan dari autisme yang memungkinkan penderitanya untuk fokus dan berkonsentrasi lebih baik daripada yang lain," ujar Romario, pemain terbaik dunia 1994, melalui akun Twitternya.
Tentang kepastian Messi menyandang sindrom Asperger sampai saat ini belum pernah diiyakan oleh Messi atau pun Barcelona. Namun gejala Messi menyandang sindrom Asperger bisa dilihat dengan sulitnya ia berinteraksi dengan lingkungan baru, misalnya di timnas Argentina, dibanding di Barcelona yang notabenenya adalah teman-teman masa kecilnya atau orang-orang yang paham dirinya sejak kecil.
Besar kemungkinan lantaran sindrom ini, seumur kariernya Messi hanya akan membela satu klub, Barcelona. Ia berbeda dengan rivalnya, Cristiano Ronaldo, yang tak kesulitan berpindah klub karena mudah beradaptasi dan berinteraksi dengan orang lain.
Messi butuh sejumlah sosok yang selalu memahami dirinya baik di luar apalagi di dalam lapangan saat bermain. Sosok seperti itu sulit ditemukan di timnas Argentina.
Memang, ada satu nama Argentina yang sama-sama pernah membela Barcelona bersama Messi, yakni Javier Mascherano. Mascherano membela Barca pada 2010 hingga 2018.
Messi dan Mascherano mampu mengantar Argentina menembus final Piala Dunia 2014. Namun jarak permainan keduanya terlalu jauh karena Mascherano memang lebih sering tampil di lini belakang sehingga keduanya tak bisa bekerja maksimal. Argentina pun gagal juara setelah ditekuk Jerman.
Usai Piala Dunia 2018 lalu, Masherano sudah memutuskan pensiun dari timnas Argentina. Masih ada lagi satu nama, Sergio Aguero, yang sejak junior sudah akrab dengan Messi meski tak membela Barcelona. Keduanya berjasa mengantar skuat Tango junior meraih juara Olimpiade 2008. Sayangnya, di timnas Argentina, Aguero yang kini merupakan striker Manchester City lebih sering cedera dan kerap hanya tampil sebagai pemain pengganti.
Namun, satu atau dua pamain yang paham karakter Messi belum cukup. Messi butuh beberapa sosok yang sangat kenal dan memahaminya di atas lapangan hijau. Meski memiliki bakat dan skill sangat hebat, ia tak bisa berjuang sendirian.
Usai kalah dari Venezuela, Scaloni mengungkapkan akan banyak belajar dan menyatukan Messi dengan pemain-pemain Argentina lainnya. Namun langkah itu agaknya tak akan mudah.
Argentina kemungkinan masih akan kesulitan menggapai prestasi tertinggi bersama Messi. Kecuali, ada keajaiban atau jika ada empat atau lima pemain timnas Argentina yang bisa masuk skuat Barcelona dan sering bermain bersama Messi.
*) Jurnalis Republika.co.id
Blog: www.menulisindonesia.id