Senin 06 May 2019 04:04 WIB

Apa Untungnya Pindah Ibu Kota?

Biaya pindah ibu kota sangat besar

Ichsan Emrald Alamsyah
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ichsan Emrald Alamsyah*

Sapa Suru Datang Jakarta, Sapa Suru Datang Jakarta,

Sandiri Suka Sendiri Rasa, Eh Doe Sayang

Penggalan reff lagu milik Melky Goeslaw, di atas menggambarkan betapa masyarakat luar Ibu Kota mendambakan hidup makmur di Jakarta. Hanya saja gambaran itu musnah ketika mengetahui betapa sulitnya hidup di Jakarta. Apalagi bila benar pemerintah akan memindahkan Ibu Kota dari DKI Jakarta ke daerah luar Jawa.

Bicara soal wacana pindah, sebenarnya bukanlah gagasan kemarin sore. Wacana pindah Ibu Kota, sudah berapakali pemerintahan dan Presiden Republik ini mengucapkan hal itu. Mulai dari Sang Pendiri Republik, Ir Soekarno hingga yang terakhir adalah Presiden Joko Widodo. Bahkan pada masa kolonial khususnya era di bawah kekuasaan Belanda juga telah berencana melakukan hal serupa.

Mungkin orang Belanda kala itu ingat belajar dari kekaguman para pendahulunya kepada 'Ratu dari Timur' ini yang kemudian akibat wabah penyakit di daerah lembab membuatnya menjadi 'Kuburan orang Belanda'. Hingga kemudian setelah kemerdekaan tepatnya 1957, Indonesia memiliki kota baru yang dibangun dengan jerih payah sendiri yaitu Palangkaraya.

Awalnya Presiden Soekarno berencana memindahkan Ibu Kota ke Palangkaraya karena luas dan masih banyak lahan kosong. Hanya saja gagasan itu kemudian tersapu oleh proyek 'Mercusuar' Bung Karno di DKI Jakarta.

Kajian tentang pemindahan Ibukota juga berlanjut di Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sampailah wacana pemindahan dikatakan Presiden Joko Widodo di tahun 2017.

Wacana yang awalnya dinilai hanya wacana, tampaknya diseriusi benar oleh Presiden Jokowi. Dalam rapat terbatas beberapa hari lalu, Presiden mengundang sejumlah menteri untuk rapat terbatas di Istana Kepresidenan. Jokowi kala itu membahas soal rencana pemindahan Ibu Kota.

Bahkan Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika menegaskan, wacana pemindahan Ibu Kota bukanlah rencana dadakan. Kajian pemindahan Ibu Kota bahkan sudah dilakukan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas  sejak 1,5 tahun lalu.

"Presiden memberikan tugas kepada Bappenas untuk melakukan kajian terkait pemindahan Ibu Kota kurang lebih sudah 1,5 tahun. Jadi ini bukan rencana dadakan. Setelah kurang lebih 1,5 tahun Bappenas sekarang sudah memiliki kajian yang memadai," katanya dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (4/5).

Lebih lanjut ia menjelaskan dalam rencananya hanya pusat pemerintahan dan negara saja yang pindah. Sedangkan, untuk pusat bisnis dan keuangan bakal tetap berada di Jakarta.

Erani mengatakan, pembangunan ibu kota baru nantinya akan difokuskan untuk kantor-kantor pemerintahan, perumahan aparatur negara, sarana pelayanan sosial dasar, dan sarana pelayanan publik.

"Dalam kajian Bappenas untuk keperluan pemindahan ibu kota yg isinya kantor-kantor, perumahan aparatur pemerintah, sarana pelayanan sosial dasar maupun publik, dan beberapa hal pokok lainnya itu dibutuhkan sekitar 40 ribu hektare," tutur Erani.

Erani juga menyebutkan bahwa proses pemindahan ini tidak menggunakan dana APBD. Hal ini menurut dia sesuai dengan harapan Presiden sehingga tidak bakal menganggu alokasi anggaran apapun. Sementara total kebutuhan dana pembangunan ibu kota baru mencapai Rp 466 triliun.

Lalu apa untungnya?. Sebenarnya alasan pemerintah dari berbagai periode berencana memindahkan ibu kota sangat masuk akal? DKI Jakarta penuh dengan kemacetan, banjir, dan pada penduduk. Artinya pemindahan ibu kota akan menguntungkan semua khususnya daerah, yang artinya akan ada pemerataan ekonomi.

Pola pembangunan pun akan berubah bila benar Ibu Kota tak lagi di Jawa. Pola pembangunan tak lagi Jawa sentris, meski patut diakui dalam lima tahun ini pembangunan juga menyasar Sumatra dan Indonesia Timur.

Memang biaya pemindahan cukup besar namun apakah kita ingin terus bertahan bila Jakarta terus dibebani arus urbanisasi besar maka kualitas kotanya semakin menurun.

Akan terjadi migrasi besar-besaran aparatur sipil negara di ibu kota baru. Sektor properti pun diyakini akan tumbuh seiring perpindahan tersebut.

Lagipula, pusat bisnis sesuai janji Presiden juga tetap berada di Jakarta. Begitu juga dengan lembaga yang terkait ekonomi bisnis seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Jadi tenang saja, Mal-mal yang anda cintai takkan ikut dipindah ke ibu kota baru.

Mencontoh tetangga

Tidak usah jauh-jauh mencari contoh, tetangga kita yang serumpun yaitu Malaysia punya cerita sukses memindahkan ibu kota. Malaysia memindahkan ibu kota pemerintahan ke Putra Jaya. Akan tetapi bisa menjaga pusat ekonominya di Kuala Lumpur.

Sama seperti Jokowi saat ini, perdana menteri Malaysia kala itu, Mahathir Muhammad mendapat kritikan keras ketika ingin memindahkan ibu kota dari pihak oposisi. Pemindahan yang sia-sia dan hambur-hambur uang menjadi kritikan utama dari oposisi.

Akan tetapi Mahathir tak bergeming, ia setia pada pilihan politik dan pertimbangan masa depan negaranya. Tepat tahun 1993, atau tujuh tahun Mahathir memproklamirkan akan membangun ibu kota baru, Pemerintah Malaysia akhirnya membangun lahan kosong bekas kebun kelapa sawit seluas 5.000 hektare. Proses pembangunan terus berlanjut hingga selesai di tahun 1999.

Bila berkaca pada Malaysia maka dalam pembangunan Ibu Kota baru yang terpenting adalah kemauan politik yang kuat dan tak sekadar berwacana. Selain dukungan dari elite politik, pemerintah Indonesia bila ingin seperti Malaysia harus mendapat dukungan masyarakat.

Hanya saja yang patut diingat sejak melontarkan wacana hingga Putra Jaya selesai dibangun Mahathir masih duduk sebagai perdana menteri. Lalu bagaimana jika rencana Presiden Jokowi bila penggantinya di 2024 menilai tak perlu dibangun ibu kota baru?

Semua berpulang pada segelintir elite politik di Senayan yang bisa mengesahkan undang-undang dan ratusan juta rakyat Indonesia. Bila tetap didukung keputusan tersebut, maka bukan tak mungkin Indonesia akan memiliki Ibu Kota baru yang menawan seperti Putra Jaya.

*) Penulis adalah redaktur republika.co.id

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement