REPUBLIKA.CO.ID, oleh Esthi Maharani*
Momentum Idul Fitri 2019 punya banyak cerita. Termasuk di tempat kelahiran saya di Serang, Banten. Jujur saja, saya tidak menyadari bahwa ada cerita tentang toleransi yang begitu kuat terjadi ketika shalat id digelar di alun-alun Kota Serang.
Jadi, ceritanya, alun-alun kota Serang selalu menjadi pusat Shalat Id warga. Lokasinya memang strategis karena berada di tengah kota. Alun-alun Kota Serang dikelilingi kantor pemerintahan, pusat perbelanjaan, sekolah, dan tempat ibadah. Salah satu yang paling mencolok adalah Gereja Kristen Indonesia (GKI).
Ternyata, jamaah dari GKI Serang ikut ‘merayakan’ Idul Fitri. Mereka membagikan kantong sandal bertuliskan "Selamat Hari Raya Idul Fitri 1440 H". Selain itu, mereka juga membagikan koran untuk alas sajadah, dan mereka juga memberikan makanan. Cerita ini dibagikan oleh akun twitter @sangjuwita. Cuitannya telah di-retweet sebanyak 18 ribu kali dan disukai 19 ribu kali.
Saya cukup terharu karena di kota kelahiran saya ada momentum berharga seperti itu. Sayangnya, saya tidak melihat secara langsung dan tidak menyadarinya karena terburu-buru nge-tag tempat shalat. Tapi cerita itu berhasil membuat saya penasaran. Lalu, saya pun mencari tahu apakah ada cerita serupa di kota lain?
Beberapa hari kemudian, ketika agenda silaturahim ke keluarga dan kerabat selesai, saya mulai bermain ponsel untuk mencari tahu cerita toleransi saat Idul Fitri dari kota lain sambil ngemil nastar lebaran, Hasilnya, banyak kota yang memperlihatkan wajah toleransi antar umat beragama. Saya pun semakin semangat makan nastar dan mulai membaca cerita dari berbagai kota itu.
Ada cerita dari Jember, Jawa Timur yang dibagikan oleh akun @maharanialiyyie. Sebelum shalat Id, di depan Gereja Santo Yusuf, jemaat Kristen membagikan Koran untuk alas shalat. Tak cuma itu, mereka juga berjajar untuk menyalami umat muslim setelah selesai Shalat Id. Tak jarang, mereka melakukan swafoto untuk mengabadikan momentum tersebut.
Ada cerita dari Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kali ini, umat Hindu yang berasal dari Dusun Gandari, Desa Narmada, Kecamatan Narmada, Lombok Barat ikut meramaikan malam takbiran.
Dengan memgenakan pakaian adat Bali, umat Hindu tampak antusias mengikuti pawai takbiran. Mereka membawakan musik tradisional Bali, Peleganjur, lengkap dengan iringan vendera Tunggul, Payung, dan spanduk.
"Pengalaman ini luar biasa banget karena bisa ikut serta memeriahkan acara takbiran. Ini juga baru pertama kali untuk warga Dusun Gandari ikut. Jadi semua anak dan remaja, bahkan ibu-ibu pun ada yang berpartisipasi untuk ikut," ujar Tokoh Pemuda Dusun Gandari I Ketut Suweca.
I Ketut Suweca mengaku partisipasi umat Hindu dalam acara ini disambut baik panitia. Mereka bahkan diberikan barisan depan iring-iringan pawai. "Pertama datang kami langsung disambut baik banget sama panitia. Langsung diarahkan untuk baris di urutan kedua," kata Ketut.
Ada juga cerita dari Purwokerto, Jawa Tengah. Kali ini, Komunitas Lintas Iman Purwokerto ikut mengamankan Shalat Id. Komunitas itu terdiri dari jamaat Katolik, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dan Penghayat. Tak hanya mengamankan Shalat Id mereka juga ikut membersihkan sampah usai Shalat Id. Begitu pula di Samarinda, Kalimantan Timur. Gerakan Pemuda GPIB Eben Heazer Samarinda membantu pelaksanaan Shalat Id dengan menjaga parkir motor di Masjid Al Ma’ruf.
Saya yakin masih banyak cerita toleransi yang terjadi ketika perayaan Idul Fitri. Saya juga yakin umat muslim akan melakukan hal yang sama ketika umat agama lain melakukan perayaan agamanya. Kalau semua umat beragama seperti ini kan adem rasanya.
*) Penulis adalah redaktur republika.co.id