REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ichsan Emraled Alamsyah*
Film Gundala Putra Petir adalah pelepas dahaga dan pintu gerbang era baru di tanah Indonesia. Pelepas dahaga bagi mereka yang selama ini bermimpi memiliki adiwira lokal yang tak kalah hebat dari film-film Hollywood.
Sementara era baru dalam artian adalah Era Patriot di Jagat Semesta Bumilangit. Semesta Bumilangit dimulai sejak Letusan Toba ribuan tahun lalu. Jagat itu terbagi atas empat era, yaitu Era Legenda, Era Jawara, Era Patriot, dan Era Revolusi. Era Jawara adalah eranya para pendekar di masa kerajaan nusantara. Jagat Jawara memiliki 500 karakter dengan 50 judul komiknya yang telah diterbitkan, di antaranya Si Buta Dari Gua Hantu dan Mandala.
Sedangkan, Era Patriot adalah eranya para jagoan. Atau dengan kata lain masa kini ketika para jagoan dunia baru lahir. Tak heran usai Gundala, berturut-turut akan lahir pula film Sri Asih (karakter adiwira pertama di Indonesia), Godam, Mandala, dan beberapa film lainnya.
Sampai di sini kita patut berbangga dan berharap banyak dari lahirnya Era Patriot. Namun, dalam sebuah obrolan di aplikasi pesan instan, ada pernyataan menarik dari karib penulis mengenai beragam karakter Bumilangit.
Ia menyatakan di dunia Marvel ada dua karakter yang kentara sebagai Muslimah, yaitu Ms Marvel (Kamala Khan) dan Dust (Sooraya Qadir) yang jelas-jelas mengenakan burqa. Selain itu, di dunia Marvel ada pula Muslimah lainnya, M (Monet St Croix) dan di semesta DC salah satu Green Lantern, yaitu Simon Baz pun juga seorang Muslim. Lalu perlukah ada penggambaran jagoan muslim atau bahkan berhijab di Semesta Bumilangit?
Bila kita perhatikan sejenak karakter yang ada di poster Bumilangit tidak ada yang bercirikan seorang Muslim. Padahal, sebagian besar masyarakat di Indonesia adalah muslim, dimana bila kita perhatikan sekitar kita, khususnya di perkotaan tempat penulis tinggal Muslimah rata-rata berhijab.
Namun, kita perlu menilik latar belakang kelahiran berbagai karakter Muslim dan Muslimah di dunia komik Amerika Serikat. Kelahiran karakter Muslim tidak lepas dari kecenderungan mengangkat isu keberagaman di Amerika Serikat.
Seperti halnya kisah para mutan dalam X Men disamakan dengan isu diskriminasi kepada warga Afro-Amerika. Begitu juga dengan Profesor X yang cinta damai diasosiasikan dengan Marthin Luther King Jr sementara Magneto kadang disamakan dengan pemimpin Muslim kulit hitam yang keras yaitu Malcolm X.
Begitu juga dengan isu minoritas seperti Muslim. Karakter Muslim di dunia Marvel, seperti M, bahkan melawan kelompok pendemo anti-Muslim. Kelompok ini menyamakan Muslim seperti halnya mutan.
Tak hanya di dunia komik sebenarnya keberagaman dan keterbukaan juga begitu mudah kita saksikan di beragam acara karya negeri Paman Sam. Seperti karakter Zari Tomaz di CW Legends of Tomorrow atau bahkan serial Grey's Anatomy kini memiliki karakter dokter muslim dan berhijab bernama Dahlia Qadri setelah 13 musim berjalan (kini memasuki musim ke 15). Walau mungkin bagi penonton asal Indonesia bisa jadi karakter Qadri cukup kontroversial karena pernah dalam satu episode mengejar dan menggendong anjing yang berkeliaran di rumah sakit.
Lalu bila bicara soal keberagaman, perlukah jagoan berkarakter Muslim ada di Bumilangit? Atau jangan-jangan sedari awal karakter-karakter tersebut memanglah seorang Muslim.Tampaknya para pencipta komik lokal tidak terlalu memusingkan agama dari karakternya.
Penulis amat yakin bagi para pencipta komik kita bertahun-tahun lampau, apapun agamanya selama di buat dengan cerita yang menarik pasti akan dicari oleh penggemar. Sementara untuk saat ini, mencari pembaca atau penikmat komik dari dalam negeri saja amat sulit, belum lagi menemukan penerbit ceritanya.
Untungnya saat ini teknologi begitu memudahkan komikus untuk menampilkan karyanya. Kemudian, seperti halnya Gundala, ada Screenplay Films, Legacy Pictures, bekerja sama dengan pemilik hak cipta Gundala, Bumilangit Studios yang mau mengangkat karya milik Hasmi ke layar lebar. Bumilangit Studios mengelola sekitar 1.000 lebih karakter ciptaan komikus legendaris Indonesia.
Meski begitu bagi penulis merasa tidak ada salahnya bila komikus lokal ingin menampilkan karakter Muslim atau muslimah berhijab menjadi adiwira. Bukan tak mungkin karakter itu bisa diterima tak hanya di Indonesia, tapi juga negara dengan mayoritas Muslim lainnya.
Ini seperti apa yang pernah disampaikan komedian dan penulis naskah asal Amerika Serikat Amber Ruffin kala Writers Guild Awards 2018. "Keragaman membuat program acara kita menjadi lebih baik. Bila anda ingin dunia menyaksikan program acara anda, maka buatlah program yang memang benar ada di dunia."
*) Penulis adalah redaktur republika.co.id