REPUBLIKA.CO.ID, oleh Hafil Sjahrazad*
Saya tak habis mengerti dengan sebagian sikap segelintir jamaah haji di Tanah Suci Makkah. Di Kota yang diberkahi Allah ini, mereka berani-beraninya mengotori lingkungan bahkan di situs-situs yang pernah disinggahi oleh Rasulullah SAW maupun di situs-situs yang menjadi pusat ibadah haji.
Pada puncak haji dua pekan lalu di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) misalnya, segelintir jamaah yang masih mengenakan pakain ihram membuang sampah seenaknya di dekat tenda-tenda mereka. Padahal, di luar tenda sudah disediakan kantong-kantong plastik berukuran besar yang menampung sampah-sampah jamaah.
Kemudian di Jamarat atau tempat melempar jumrah. Tampak cukup banyak sampah plastik dan tas kain tempat menyimpan batu berserakan begitu saja di depan tempat lempar jumrah. Padahal, prosesi melempar jumrah ialah simbol kita melawan setan dan hawa nafsu.
Lagi-lagi, di sekitar tempat melempar jumrah itu sebenarnya cukup banyak tempat sampah yang disediakan otoritas Arab Saudi sebagai tuan rumah. Malahan, tak hanya tempat sampah. Dalam jarak hanya sekian puluh meter, terdapat petugas kebersihan yang memegang plastik besar sebagai tempat penampung sampah.
Meski kemudian saya mengacungi jempol kepada Pemerintah Arab Saudi yang tak lama usai prosesi puncak haji, dengan sigap membersihkan sampah-sampah tersebut. Di mana, pemerintah setempat pada tahun ini mengembangkan sistem SWS (Smart Waste System).
Dan salah satu program unggulan sistem ini adalah pembangunan ruang operasi (operation room) khusus yang bisa memantau pelayanan kebersihan secara digital.
Apalagi, sebenarnya Pemerintah Arab Saudi sudah banyak memberikan imbauan tertulis yang mengingatkan jamaah haji agar tak membuang sampah sembarangan. Ke mana pun mata memandang, selalu ada peringatan agar mereka menjaga kebersihan.
“Jangan menyampah, bersedekahlah,” tulis salah satu papan pengumuman dalam bahasa Inggris.
Saya berharap, para segelintir jamaah haji itu yang sudah ‘menjadi’ haji karena telah mengikuti prosesi Armuzna, bisa menyadari kekeliruannya dalam menjaga kebersihan Kota Makkah. Nyatanya, saat saya berziarah ke Jabal Nur yang di atas bukitnya terdapat Gua Hira, tempat Rasulullah SAW pertama kali mendapat wahyu, pemandangan memilukan kembali terjadi.
Segelintir jamaah haji itu, yang mereka berasal dari berbagai ras tersebut, masih seenaknya membuang sampah di bukit tersebut. Sepanjang perjalanan dari bawah ke atas bukit, terlihat banyaknya kuburan sampah di sana-sini. Terutama, sampah-sampah plastik botol minum. Padahal, ini adalah bukitnya tempat Rasulullah menerima wahyu.
Padahal jika mereka memahami, sikap seperti itu sangat tercela. Apalagi, dilakukan di Kota Makkah. Kota Makkah adahalah kota yang diberkahi Allah sebagaimana firman-Nya dalam Surat Ali Imran ayat 96 Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Maulana Muhammad Zakariya Al Khandahlawi dalam kitab Fadhilah Haji menuliskan, barangsiapa memasuki Makkah akan memperoleh keselamatan dari api neraka jika melakukan amal-amal baik.
Melakukan amal-amal ibadah di Makkah juga mendapat balasan pahala yang berlipat ganda. Misalnya, shalat di Masjidil Haram pahalanya setara dengan 100 ribu kali shalat.
Hasan Bashri, seorang tabiin yang berguru langsung pada sejumlah sahabat nabi pernah menyebutkan sejumlah amalan yang pahalanya dilipatgandakan. Di antaranya, puasa satu hari di Makkah sama dengan berpuasa 100 ribu kali di tempat lain.
Kemudian, bersedekah satu dirham di Makkah sama dengan 100 ribu dirham di tempat lain dan setiap amal kebaikan yang dilakukan di Makkah akan seperti melakukan 100 ribu kali kebaikan di tempat lain.
Namun, sebagaimana pahala amal-amal baik yang dilipatgandakan selama di Makkah, begitu juga dengan kemaksiatannya. Dosa-dosanya akan dilipatgandakan berkali-kali.
Umar bin Khattab menganggap satu kali melakukan dosa di Makkah adalah 70 kali lebih dahsyat dari pada melakukannya di luar kota suci ini. Sedangkan Imam Al Ghazali menuliskan dalam Ihya Ulumuddin, perbuatan dosa sangat dilarang keras dilakukan di Makkah karena pelakunya mudah mendapatkan murka Allah.
Lalu, bagaimana hukum membuang sampah sembarangan? Apakah ini sebuah perbuatan dosa?.Dalam Alquran surah ar-Rum ayat 41 disebutkan, yang artinya, “Telah tampak kerusakan di darat dan laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Imam Ath-Thabari menjelaskan di dalam kitab tafsirnya, Jami’ Al Bayan Fii Ta’wil Al Qur’an. Allah SWT mengingatkan manusia bahwa sudah tampak kemaksiatan di bumi. Semua itu adalah akibat dari perbuatan manusia yang melanggar perintah Allah SWT.
Dalam konteks ini, cukup relevan untuk mengingat lagi hasil Munas Alim Ulama dan Konbes Nahdlatul Ulama (NU) 2019 yang dihelat di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Februari silam.
Munas itu juga menetapkan, haram hukumnya membuang sampah sembarangan, terutama sampah plastik, apabila nyata-nyata (tahaqquq) atau diduga (dzan) membahayakan lingkungan. Membuang sampah sembarangan hukumnya makruh apabila kecil kemungkinannya (tawahhum) membahayakan lingkungan.
Dari situ, kita dapat memahami jelasnya kesepakatan ulama tentang status haram membuang sampah sembarangan. Ini menjadi sangat berat jika perbuatan dosan tersebut dilakukan di Tanah Suci Makkah.
Ada beberapa solusi yang bisa saya sampaikan soal menjaga kebersihan di Kota Suci Makkah ini. Pertama, bagi pengelola atau penyelenggara ibadah haji di berbagai negara, agar memberikan manasik haji tidak hanya dari aspek fikih saja, tetapi juga soal menjaga adab di Tanah Suci.
Salah satunya adalah soal larangan berbuat dosa di Makkah yang jika dilanggar akan dilipatgandakan dosanya. Termasuk, soal membuang sampah sembarangan.
Para penyelenggara haji itu harus mengedukasi jamaahnya sebelum mereka berangkat agar melatih menjaga akhlak sejak Tanah Airnya. Dan, salah satunya adalah edukasi agar jamaah tidak mengotori Tanah Suci Makkah. Cara ini menurut saya sangat penting, sehingga jamaah yang pergi ke Tanah Suci Makkah benar-benar siap untuk menjaga perilakunya.
Kedua, harus ada denda bagi jamaah haji jika mereka membuang sampah sembarangan. Dan, aturan ini harus disosiliasikan dengan sangat gencar oleh Pemerintah Arab Saudi ke negara-negara yang mengirimkan jamaah hajinya.
Hal ini bisa dilihat dari cara Pemerintah Singapura yang mengenakan denda kepada pengungjung yang membuang sampah sembarangan. Pemerintah Singapura menyatakan, kebijakan itu menunjukkan keseriusan dan komitmen Singapura untuk mempertahankan reputasinya sebagai kota yang bersih dan hijau. Dan, jika disosialisasikan dengan baik, maka akan membuat para pengunjung takut untuk membuang sampah sembarangan.
Jika hal-hal tersebut tidak dilakukan, saya khawatir jamaah haji akan berbuat seenaknya di Tanah Suci Makkah. Jika di Tanah Suci Makkah saja, yang merupakan kota suci, tempat kelahiran nabi, tempat asal mula perkembangan Islam, dan tempat ziarah utama orang berhaji, mereka berperilaku seenaknya, bagaimana jika mereka telah kembali ke Tanah Air?
*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id