Rabu 23 Oct 2019 02:24 WIB

Jangan Dulu Terpeleset Klopp

Klopp sepertinya frustasi dengan penampilan terakhir Liverpool.

Bayu Hermawan
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Hermawan*

Juergen Klopp nampak kesal dan beberapa memprotes wasit saat menyaksikan skuat Liverpool menghadapi Manchester United pada pertandingan pekan kesembilan Liga Primer Inggris. Meski akhirnya Liverpool selamat dari kekalahan, namun Klopp seolah tidak puas.

Memang, dalam konferensi pers pascapertandingan, Klopp mengatakan menerima hasil imbang dari laga tersebut. Namun, ketidakpuasan tetap terasa dalam kalimat-kalimat yang dilontarkan Klopp, mulai dari mengeluhkan kinerja wasit, VAR hingga gaya bermain Manchester United yang dianggap 'parkir bus'.  Keluh kesah pelatih asal Jerman itu kemudian ditanggapi secara oleh Jose Mourinho. Pria yang sebelumnya lebih senang ‘mem-bully' Manchester United, mendadak berbalik arah dan 'menyerang' Klopp. Mourinho menilai bahwa apa yang disampaikan Klopp adalah bentuk frustasi. Benarkah Klopp tengah frustasi?.

Saya cenderung sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Mourinho, bahwa tidak perlu Klopp terlalu bereaksi keras atas hasil imbang yang didapat Liverpool saat melawan Manchester United. Terlepas dari buruknya kinerja wasit yang memimpin, VAR yang kontroversial atau pilihan taktik yang digunakan lawan, seharusnya Klopp bisa mengatasi hal itu. Namun, jika menilik pertandingan yang sudah dilakoni Liverpool dan yang akan dihadapi oleh the Reds, bisa jadi hasil dari laga melawan MU membawa sinyal kekhawatiran.

Ya, memang, Liverpool tampil superior dan tak terkalahkan sejak Liga Primer Inggris musim ini bergulir hingga pekan ke-delapan. Bahkan jika melihat dari musim lalu, dimana Merseyside Merah berhasil mencatatkan 17 laga tanpa kekalahan adalah sesuatu yang luar biasa. Namun, jika dilihat dari delapan laga musim ini, meski menang, namun tetap terasa banyak hal yang menurun dari Liverpool musim lalu.

Sebagai contoh, Liverpool harus susah payah menang dalam tiga laga terakhir. Saat menghadapi Sheffield United, yang merupakan tim promosi, Jordan Henderson dan kawan-kawan hanya bisa menang tipis 1-0. Kemudian saat melawan Salzburg di Liga Champions, penyakit lama Liverpool yakni 'inkonsistensi' ketika sudah unggul, seolah kambuh lagi. Liverpool nyaris dipermalukan di Anfield untuk pertama kalinya. Begitupun saat melawan Leicester City, hampir saja, jika tak ada tendangan Penalti, Si Merah gagal meraih kemenangan. Dan laga melawan MU, seolah hanya menjadi bagian lain dari tengah menurunnya performa Liverpool. Lalu apa sebabnya?

Setidaknya secara subjektif saya melihat, di lini belakang, Liverpool tidak sesolid musim lalu. Selain cederanya Alisson Becker, Virgil van Dijk belum kembali menemukan performa terbaiknya sejak awal musim ini. Tenggok saja secara statistik, Liverpool baru mencetak cleansheet sebanyak empat laga. Lini belakang Liverpool terlihat rapuh melawan tim-tim yang mengandalkan serangan balik cepat. Selain itu, bek kiri Liverpool Andrew Robertson, juga terlihat belum kembali keperforma terbaiknya.

Di lini tengah Liverpool, juga semakin tidak kurang mengigit. Padahal, lini tengah yang kuat merupakan modal penting untuk sebuah tim memenangkan pertandingan. Lini tengah Liverpool yang biasa diisi oleh Jordan Henderson dan Gini Wijnaldum, terlihat kurang kreatif dalam membantu menyusun skema penyerangan. Sering kali, disaat Liverpool tengah menekan, lini tengah justru mematikan momentum tersebut. Hal ini juga yang membuat Fabinho, yang sebenarnya berperan sebagai gelandang bertahan, banyak membantu serangan, sehingga ketika serangan balik cepat dari lawan, lini tengah Liverpool terlihat kedodoran.

Terakhir di lini depan, Liverpool semakin tergantung pada trio Firmansah alias Firmino, Mane dan Salah. Sehingga jika salah satu absen, seperti laga melawan MU, lini depan Liverpool kurang bertaji. Musim ini, Klopp pun nampak kurang berani membongkar susunan pemainnya. Sehingga ekspresimen Klopp yang berhasil mengorbitkan pemain-pemain muda seperti Tren Alexander Arnold, Andrew Robertson, Joe Gomez, hampir tidak terlihat musim ini. Efek buruknya, pemain-pemain langganan nampak sering kehabisan stamina, mengingat padatnya jadwal pertandingan.

Dalam satu bulan ke depan, konsistensi Liverpool akan diuji, di semua ajang kompetisi yang mereka jalani. Di Liga Champions, Liverpool harus memastikan bisa merebut poin penuh dari dua pertandingan melawan Genk, demi memuluskan langkah lolos babak selanjutnya. Di ajang Carabao Cup, Liverpool harus bisa kembali mengulang kesuksesan menundukan Arsenal. Sementara di Liga Primer Inggris, Liverpool akan menghadapi laga berat melawan Tottenham Hotspur, Aston Villa dan juara bertahan Manchester City.

Khusus untuk di Liga Inggris, Liverpool harus benar-benar menjaga konsistensi bukan hanya meraih poin penuh tapi juga menjaga jarak aman dengan Manchester City. Liverpool tentu tidak mau kisah musim 2018/ 2019 terulang. Saat itu, Liverpool hanya kalah satu poin dari City untuk merebut trofi Liga Primer Inggris yang sudah lama diidam-idamkan. Hal itu terjadi lantaran Liverpool tidak bisa konsisten menjaga jarak poin dari City. Jadi menarik ditunggu, apakah The Reds mampu tetap konsisten di puncak klasemen atau justru kembali terpeleset.

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement