Jumat 25 Oct 2019 05:02 WIB

PR Terberat Menanti Tim Ekonomi Jokowi

Delapan PR besar yang harus dibenahi Jokowi di periode kedua pemerintahan.

Nidia Zuraya
Foto: republika
Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nidia Zuraya*

Sehari setelah resmi dilantik sebagai Presiden RI periode 2019-2024, Joko Widodo (Jokowi) segera melakukan seleksi pemilihan para menteri, termasuk tim ekonomi pemerintah. Tak butuh waktu lama bagi Jokowi untuk menentukan pilihan dan mengumumkan daftar para menteri yang akan membantunya menjalankan berbagai program pemerintah.

Selain mengakomodasi kepentingan partai politik (parpol) pendukung, dalam menetapkan nama-nama menterinya, tentunya Jokowi juga mempertimbangkan kondisi lain di luar politik. Karena lima tahun ke depan akan menjadi masa terberat, khususnya bagi tim ekonomi Jokowi.

Kondisi ekonomi global akibat perang dagang antara dua kekuatan ekonomi dunia belum bisa diprediksi dengan pasti akan berakhir seperti apa. Sementara di akhir periode pertama kepemimpinannya, Jokowi dan tim Kabinet Kerjanya belum mampu merealisasikan sejumlah target di bidang ekonomi.

Di akhir periode pertama pemerintahan Jokowi, setidaknya ada delapan pekerjaan rumah (PR) besar yang harus dibenahi di periode kedua pemerintahannya saat ini.

Pertama, memperbaiki neraca transaksi berjalan. Menjelang akhir pemerintahan Jokowi periode pertama, posisi neraca transaksi berjalan pada kuartal II 2019 mencapai 8,4 milar dolar AS atau 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut membengkak dibandingkan kuartal I 2019 yang hanya 6,79 miliar dolar AS.

Kedua, memperbaiki neraca perdagangan ekspor dan impor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Januari-September 2019 neraca perdagangan Indonesia masih mengalami defisit 1,95 miliar dolar AS. Defisit perdagangan ini lebih banyak disumbangkan oleh defisit neraca migas yang masih tinggi seiring dengan ketergantungan Indonesia pada impor migas.

Ketiga, menekan angka kemiskinan. Jokowi menargetkan angka kemiskinan bisa ditekan ke level 7-8 persen pada 2019. Tapi sampai dengan Maret 2019, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih berada di angka 9,41 persen.

Keempat, memperbaiki pertumbuhan ekonomi nasional. Di periode pertama pemerintahannya, Jokowi belum berhasil mewujudkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen per tahun. Sampai masa kepemimpinan periode pertama berakhir, ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh di kisaran 5 persen per tahun.

PR kelima yang harus menjadi fokus perhatian pemerintah adalah menekan angka pengangguran. Jokowi menargetkan angka pengangguran di Indonesia bisa turun ke level 4-5 persen. Tapi sampai Februari 2019, angka pengangguran masih di posisi 5,01 persen.

Pekerjaan rumah terberat selanjutnya adalah meningkatkan rasio pajak. Ditjen Pajak mencatat, rasio pajak sampai dengan 2018 masih 10,2 persen. Angka ini jauh dari target Jokowi yang pada akhir pemerintahan periode pertama berharap rasio pajak bisa naik menjadi 16 persen.

Perang dagang antara Amerika Serikat dan China sudah dirasakan sejak dua tahun terakhir dalam bidang investasi. Satu tahun menjelang pemerintahan Jokowi periode pertama berakhir, investasi yang pada tahun 2017 masih tumbuh 13,05 persen, kini melambat menjadi 4,11 persen.

Berbagai paket kebijakan stimulus di bidang ekonomi yang sejak Jokowi berkuasa pada 2014 hingga hari ini belum mampu mendongkrak angka investasi di dalam negeri. Sementara harapan bahwa Indonesia akan ikut menikmati kue investasi global sebagai dampak perang dagang, pupus. Para investor lebih memilih memindahkan investasinya dari China dan AS ke negara tetangga Indonesia, yakni Vietnam dan Malaysia.

PR terakhir yang harus dibenahi pemerintah dalam sektor ekonomi adalah upaya mewujudkan janji swasembada pangan. Sampai tahun terakhir periode pertama pemerintahannya Jokowi belum berhasil mewujudkan swasembada pangan.

Sejumlah bahan pangan untuk kebutuhan nasional masih dipenuhi dari impor. Beberapa di antara bahan pangan yang masih diimpor adalah daging sapi, kedelai, dan jagung.

Kementerian Perdagangan tercatat masih mengeluarkan izin impor daging sapi Brasil sebanyak 50 ribu ton sampai akhir 2019. Untuk bahan pangan kedelai, merujuk pada data Kementerian Pertanian (Kementan), sepanjang semester I 2019 Indonesia masih mengimpor kedelai sebanyak 1,31 juta ton.

Bahan pangan lainnya yang masih tergantung pada impor adalah komoditi jagung. Data Kementan menyebutkan sepanjang semester I 2019, impor jagung yang dilakukan Indonesia mencapai 580 ribu ton.

Dengan komposisi sosok menteri-menteri ekonomi yang ditunjuk Jokowi kemarin, pendapat para pakar terbelah dua. Ada yang mengaku optimistis bahwa tim ekonomi pemerintah terbaru sudah ideal untuk menghadapai berbagai tantangan ke depan. Namun, ada juga yang merasa pesimis.

Ratusan juta penduduk Indonesia pasti berharap Kabinet Indonesia Maju besutan Jokowi tidak akan menyia-nyiakan amanah dan kepercayaan yang sudah diberikan. Pepatah mengatakan usaha tidak pernah mengkhianati hasil.

*) Penulis adalah Redaktur Republika.co.id

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement