REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Endro Yuwanto *)
Seakan belum kering air mata selepas kepergian pemain timnas sepak bola Indonesia U-16, Alfin Lestaluhu, Kamis (31/10), dunia olahraga Indonesia kembali berduka. Indonesia kehilangan pembalap berbakatnya, Afridza Syach Munandar, Sabtu (2/11).
Dalam kurun waktu tiga hari Indonesia telah kehilangan dua atlet muda potensialnya. Afridza meninggal di usia 20 tahun dan Alfin meninggal pada usia 15 tahun. Keduanya meninggal dunia di tengah prestasi yang sedang menanjak.
Kepergian Alfin menyisakan banyak duka. Alfin sempat mencetak gol indah sekaligus persembahan terakhirnya buat Indonesia.
Alfin merupakan sosok penting di balik kesuksesan timnas U-16 di Kualifikasi Piala Asia U-16 2020. Bahkan, ia mengantar skuat Garuda Muda menjadi wakil Asia Tenggara satu-satunya yang tampil di gelaran sepak bola junior bergengsi se-Asia.
Lebih istimewa, Alfin mencetak gol saat Indonesia menang 4-0 atas Filipina. Ia menyumbangkan gol ketiga Indonesia. Gol itu terbilang indah setelah dari sudut sempit, tendangan kaki kanan pemuda itu mampu melesatkan bola keras yang tak mampu diadang kiper Filipina.
Setelah membela timnas U-16, Alfin lantas kembali ke Maluku. Tapi saat pulang ke sana, Maluku diguncang gempa yang membuat Alfin turut menjadi salah satu korban.
Alfin sempat mengungsi usai terjadinya gempa tersebut. Ia juga sempat terbaring lemah di rumah sakit.
Selama dalam pengungsian, Alfin tak mau makan. Saat harus dirawat di rumah sakit, pemain muda itu selalu muntah-muntah. Alfin menjalani perawatan di Rumah Sakit Ambon setelah mengungsi di tenda pascagempa. Karena kondisinya tak membaik, ia diterbangkan ke Jakarta dan dirawat di Rumah Sakit Harapan Kita.
Pelatih timnas Indonesia U-16 Bima Sakti bahkan sempat sengaja tak merekrut pemain lain untuk mengisi pos bek kanan pada pemusatan latihan, selain Alfin Lestaluhu. Namun, takdir berkata lain saat Alfin dinyatakan meninggal di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta, Kamis (31/10).
Sementara, Afridza meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan dalam ajang balap Asia Talent Cup 2019 di Sirkuit Sepang, Malaysia, Sabtu (2/11). Afridza terjatuh di tikungan 10 saat balapan baru berjalan satu putaran.
Usai kecelekaan, Afridza sempat dilarikan ke Rumah Sakit terdekat, nahas nyawanya tak terselamatkan. Kabar meninggalnya Afridza Munandar pun menjadi trending topic di Twitter. Hingga Senin (4/11), lebih dari 2.500 warganet menuliskan unggahan mengenai kabar duka tersebut.
Bahkan pembalap kelas dunia MotoGP seperti Marc Marquez, Fabio Quartararo, hingga Andrea Iannone turut menyampaikan ucapan belasungkawa atas kematian Afridza. Kematian Afridza tentu menjadi duka mendalam bagi dunia balap Indonesia. Sebab, Afridza merupakan salah satu pembalap muda terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini dan berpotensi kelak tampil di ajang bergengsi MotoGP.
Pemuda 20 tahun itu merupakan pembalap jebolan Astra Honda Racing School. Usai bergabung dengan Astra Honda Racing School, ia berhasil meraih gelar juara umum Jawa Barat (Jabar) MP5 dan juara umum MP6 pada 2013. Di tahun 2015, ia meraih juara umum II Kejurnas MP seri V kelas MP3. Ia juga berhasil meraih medali perak di Pekan Olahraga Nasional (PON) Jabar 2016 dan menjadi juara nasional MP3 dan MP4.
Tak hanya menorehkan prestasi di tanah air, Afridza juga pernah menjuarai ajang Suzuka Endurance 4 Hours di Jepang. Pada Asia Talent Cup 2019, ia telah dua kali menang di Sirkuit Buriram dan Sepang, dua kali finis kedua di Buriram dan Twin Ring Motegi, serta dua kali naik podium ketiga di Buriram. Tak hanya itu, ia sebenarnya dalam jalur untuk merengkuh gelar juara umum Asia Talent Cup 2019.
Alfin dan Afridza menambah panjang daftar atlet-atlet muda Indonesia yang meninggal di usia muda dan membuat dunia olahraga Nusantara kehilangan tunas-tunas terbaiknya. Semua itu tentu sudah menjadi suratan takdir. Karena setiap yang berjiwa i pasti akan merasakan kematian, sebagaimana dalam QS Ali Imran: 185. “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.”
Namun demikian, Alfin dan Afridza sudah memberikan pelajaran berharga bagi kita, dan terutama para atlet muda, untuk selalu berusaha keras menggapai prestasi dan tak mudah menyerah hingga jiwa berpisah dari raga. Seperti penggalan syair sastrawan Chairil Anwar tentang Diponegoro pada 1943. "Ini barisan tak bergenderang-berpalu. Kepercayaan tanda menyerbu. Sekali berarti, sesudah itu mati."
*) Jurnalis Republika Online